Untuk Indonesia

Memburu Harta Soeharto di Luar Negeri

Jokowi mengaktifkan kembali perburuan harta para koruptor di luar negeri. - Ulasan Denny Siregar
Presiden Soeharto didampingi wakilnya, BJ Habibie, membacakan pidato pengunduran dirinya sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998. Soeharto yang telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun mundur setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya. (AFP/Agus Lolang)

Oleh: Denny Siregar*

Tahun 1999, Presiden saat itu BJ Habibie, ingin melacak keberadaan harta Soeharto.

Kebetulan pada saat itu, majalah Times menulis telah terjadi pemindahan besar-besaran dan mencurigakan harta Soeharto sebesar 9 miliar dollar dari rekening Swiss ke Wina.

BJ Habibie kemudian menugaskan Jaksa Agung waktu itu Andi Ghalib untuk menyelidiki kebenaran berita itu. Anehnya, Andi Ghalib malah meminta izin kepada Soeharto untuk melacak hartanya sendiri dengan alasan "tidak mungkin bank Swiss mau membuka data rekening tanpa seizin orang yang punya rekening."

Tentu saja pegawai Bank Swiss tersenyum dan mengatakan berita itu tidak benar, lalu menghibur Andi Ghalib dengan mengatakan akan membantunya jika Soeharto sudah jadi tersangka. Dan sampai kematiannya, Soeharto tidak pernah dijadikan tersangka.

Peristiwa Andi Ghalib itu bisa disebut peristiwa pertama dan terakhir pelacakan harta Soeharto di bank Swiss. Andi Ghalib kemudian sempat dituding korupsi oleh Teten Masduki karena ada dana miliaran rupiah masuk ke rekening pribadinya.

Tidak banyak yang tahu berapa harta Soeharto yang disimpan di bank-bank luar negeri. Tapi laporan Transparency Internasional, korupsi Soeharto mencapai 35 miliar dollar atau hampir mencapai 500 triliun rupiah. Itu baru dari Soeharto, belum lagi dari kroni-kroninya yang selama 32 tahun merampok kekayaan negeri ini.

Baru pada masa Jokowi, ia mengaktifkan kembali perburuan harta para koruptor di luar negeri. Tetapi yang dilakukan Jokowi jauh lebih profesional dibandingkan Andi Ghalib.

Ia membuat program-program seperti Tax Amnesty dan kerja sama dengan negara-negara ASEAN dalam membuka jejak harta koruptor. Senin, 4 Februari, Indonesia menandatangani MLA Mutual Legal Assistance dengan Swiss, dalam rangka mengembalikan harta rampokan itu kembali ke negeri ini.

Apakah Jokowi berhasil kali ini?

Kita lihat kemungkinan yang terjadi. Tetapi jika melihat semakin kuat tekanan untuk menjatuhkannya menjadi Presiden, Jokowi kelihatannya sudah berada di jalan yang benar. Buktinya, ia membuat takut banyak orang.

Seruput....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.