Media di Indonesia Menyuburkan Mitos dan Hoaks Terkait dengan HIV/AIDS

Kalau saja insan pers nasional berkaca ke Thailand tentulah penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru
Ilustrasi (Sumber: india.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Hari ini, 9 Februari 2023, Hari Pers Nasional (HPN) diperingati di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), dengan tema “Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat."

Namun, tahun berganti tahun dunia pers nasional (media massa) belakangan diramaikan oleh media online dan portal berita justru banyak yang mengabaikan peran pers dalam penanggulangan HIV/AIDS.

Kalau saja insan pers nasional berkaca ke Thailand tentulah penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru.

Salah satu kunci keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS di beberapa negara, seperti di Thailand, adalah berkat dukungan media massa (media cetak dan media elektronik), ketika itu di tahun 1980-an belum ada media online/portal berita.

Insiden infeksi HIV baru di Negeri Gajah Putih itu ditekan sehingga kasus baru setiap tahun turun drastis (Integration of AIDS into National Development Planning, The Case of Thailand, Thamarak Karnpisit, UNAIDS, Desember 2000).

Berbeda dengan Indonesia peran media massa dan media online, sangat kecil sehingga insiden infeksi HIV baru terus terjadi yang pada gilirannya menyebar di masyarakat.

Dengan jumlah kasus HIV/AIDS mendekati angka 1 juta di awal tahun 1990-an di Thailand, negeri itu berhasil memangkas jumlah insiden infeksi HIV baru sehingga kasus sekarang 480.000 dengan infeksi HIV baru 6.400/tahun. Yang mendapat pengobatan dengan obat antiretroviral (ARV) 75% (aidsdatahub.org).

Bandingkan dengan Indonesia dengan jumlah kasus kumulatif berdasarkan estimasi 640.000, dengan infeksi HIV baru 48.000/tahun dan kematian 46.000. Yang mendapatkan pengobatan ARV 17% (aidsdatahub.org). Sedangkan yang terdeteksi per 30 Juni 2019 sebanyak 466.859 (Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019). Fakta lain menunjukkan Indonesia ada di peringkat keempat setelah China, India dan Rusia dalam jumlah insiden infeksi HIV baru (aidsmap.com).

Selain itu sebagian besar media massa dan media online di Tanah Air justru menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS sehingga masyarakat tidak menangkap fakta medis tentang HIV/AIDS.

Kondisi itu membuat banyak orang terperangkap dalam mitos sehingga tertular HIV/AIDS.

Misalnya, berita-berita dan laporan di media massa, bahkan di situs medis online, penularan HIV/AIDS selalau dikait-kaitkan dengan hubungan seksual pranikah, zina, seks bebas, selingkuh, pelacuran dan homoseksual.

Padahal, secara medis penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (hubungan seksual pranikah, zina, seks bebas, selingkuh, pelacuran dan homoseksual), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta medis (Lihat matriks sifat dan hubungan seksual).

sifat dan hubungan seksual terkait HIV
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Lihat saja judul berita-berita yang mem-blowup mitos ini:

  • Kasus HIV/AIDS di Surabaya Masih Tinggi, Rata-Rata karena Seks Bebas (suarasurabaya.net, 2/12-2022)
  • Bahaya Seks Bebas: Dari HIV/AIDS sampai Mandul (solopos.com, 1/9-2022)
  • 583 Warga Cimahi Positif HIV/AIDS, Mayoritas gegara Seks Bebas (detik.com, 26/8-2022)
  • Fenomena FWB, Remaja Lakoni Seks Bebas Tertular HIV/AIDS di Solo dan Sukoharjo (solopos.com, 20/10-2022)
  • Hasil Penelitian, LGBT dan Seks Bebas Picu HIV-AIDS di Kota Malang Meningkat (republika.co.id, 3/2-2022)
  • Dampak Seks Bebas, LGBT, HIV/AIDS (ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id, 20/10-2020)

Seks bebas di Indonesia diartikan sebagai zina dan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi pelacuran.

Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya ‘ganti baju’ jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Begitu pula dengan berita yang mengangkat isu LGBT, tapi justru hoaks.

Dalam epidemi HIV/AIDS seks pada lesbian bukan faktor risiko penularan karena tidak terjadi hubungan seksual penetrasi. Itu artinya berita yang mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan lesbian pada LGBT adalah berita (menurut UNESCO bukan berita bohong, tapi informasi bohong).

Simak saja berita yang menyesatkan ini karena menyebut lesbian sebagai faktor penularan HIV/AIDS:

  • Melonjak, Penularan HIV/AIDS pada LGBT di Indonesia (republika.co.id, 28/12-2022)
  • LGBT Salah Satu Penyebab Kasus HIV/AIDS Tinggi, Gubri: Jangan Sampai Datang Laknat Allah! (cakaplah.com, 5/12-2022)
  • LGBT Tangerang Sumbang Kenaikan Kasus HIV dan AIDS (rri.co.id, 2/12-2022)
  • Hubungan Perilaku Seksual LGBT dengan Kejadian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada Anak Jalanan di Kota Medan (repositori.usu.ac.id, 2019)
  • Seks Sesama Jenis Sumbang Kasus HIV/AIDS Terbanyak di Karawang (news.detik.com, 6/1-2022)
  • Pengamat Sosial: Munculnya HIV/AIDS Berawal dari LGBT (jatim.antaranews.com, 28/2-2016)
  • HIV-AIDS di Tasikmalaya Makin Mengkhawatirkan, 40 Persen Kasus Berasal dari Kelompok LGBT (pikiran-rakyat.com, 29/12-2022)
  • Kasus HIV/AIDS di Jabar Tinggi, Sebab Utamanya LGBT (suaraislam.id, 30/12-2022)
  • LGBT di Indonesia: Kasus HIV/AIDS Meningkat, Kalangan Ibu Rumah Tangga Menjadi Korban? (kompasiana.com, 6/12-2022)
  • LGBT Sumbang Kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Tangerang (tangerangnews.com, 1/12-2022)
  • Fakta Terbaru HIV AIDS di Indonesia! Homoseksual LGBT Jadi Faktor Risiko Penularan dengan Angka Tertinggi (suaramerdeka.com, 2/1-2023)
  • Dampak Seks Bebas, LGBT, HIV/AIDS (ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id, 20/10-2020)

Yang jadi pemicu penyebaran HIV/AIDS di Indonesia adalah banyak orang yang termakan mitos karena mereka merasa tidak melakukan seks bebas.

Mereka melakukan seks bukan dengan PSK, tapi dengan PSK tidak langsung dan dilakukan tidak di lokasi pelacuran. Mereka melakukan hubungan seksual di rumah, kos-kosan, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang dan apartemen.

Maka, amatlah masuk akal kalau kemudian jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak awal epidemi tahun 1987 sampai 30 Juni 2022 (siha.kemkes.go.id) mencapai 618.284 yang terdiri atas 478,784 HIV dan 139.500 AIDS.

Yang perlu diingat jumlah yang dilaporkan ini (618.284) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemic HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi (618.284) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Akankah kita masih terus mengedepankan mitos sampai akhirnya kasus HIV/AIDS di Indonesia seperti ‘afrika kedua’? []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id – Penulis buku “Pers Meliput AIDS” (Pustaka Sinar Harapan/Ford Foundation, Jakarta, 2000)

Berita terkait
Menyoal Peran Aktif Pers Nasional Menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia
Setiap tanggal 9 Februari insan pers nasional memperingati Hari Pers, di saat epidemi HIV/AIDS mendekati ‘Afrika Kedua’ peran pers sangat kecil
0
Media di Indonesia Menyuburkan Mitos dan Hoaks Terkait dengan HIV/AIDS
Kalau saja insan pers nasional berkaca ke Thailand tentulah penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru