Masyarakat Mudah Termakan Hoaks, Pengamat: Informasi di Media Sosial Dianggap Benar

Masyarakat di Indonesia terlalu mudah menerima informasi hoaks, tergantung pada daerah dan isu yang dikembangkan.
Ray Rangkuti di Hotel Whiz Cikini Jakarta Pusat, Jumat (18/1). (Foto: Tagar/Ronauli Margareth)

Jakarta, (Tagar 18/1/2019) - Maraknya informasi hoaks yang beredar di media sosial, Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai tradisi masyarakat terlalu mudah menerima apapun yang beredar di media sosial, tanpa mengecek kebenaran dari informasi tersebut.

"Kecenderungan publik secara umum selalu menerima apapun yang keluar di media sosial itu seperti semacam kebenaran, kira-kira itu. Itu tradisinya, sampai kemudian mulai ada penjelasan kepada publik bahwa tidak semua yang beredar di media sosial itu sebagai kebenaran," kata Ray Rangkuti kepada Tagar News di Hotel Whiz Cikini Jakarta Pusat, Jumat (18/1).

Ray Rangkuti mengatakan, masyarakat mudah menerima berita hoaks disebabkan budaya literasi. Minat membaca yang lemah membuat masyarakat mudah menyerap informasi yang beredar.

"Harus diakui juga memang rendahnya budaya literasi di kita. Kita itu punya dua penyakit, pertama literasinya rendah, tapi tingkat kritisisme terhadap bacaan juga rendah. Jadi banyak juga orang mungkin baca, tetapi dengan mudah juga tidak bisa membedakan mana yang benar mana yang tidak. Nah ini dua penyakit yang hampir bersamaan, budaya literasinya rendah, tapi kalaupun dia baca belum tentu dia juga kritis," ucap dia.

Sekarang ini penyebaran hoaks sudah dikapitalisasi untuk kepentingan politik. Apalagi penyebar berita hoaks sengaja mengemas sedemikian rupa, sehingga masyarakat menganggap semua pemberitaan yang di media sosial itu adalah benar.

"Menurut saya mudahnya secara sosiologis hoaks itu diterima oleh publik ditambah kemudian dia (informasi hoaks) sekarang dikapitalisasi untuk kepentingan politik. Jadi mesinnya makin kuat, instrumen pembuatnya, produsennya makin kuat. Diproduksi sedemikian rupa secara massif, kecenderungan masyarakat menerima semua berita di media sosial sebagai kebenaran," jelasnya.

Ray mengakui, masyarakat di Indonesia terlalu mudah menerima informasi hoaks. Namun hal itu tergantung pada daerah dan isu yang dikembangkan.

"Secara umum ada budaya kita yang mudah menerima hoaks, tergantung daerahnya pakai isu apa. Ada isu itu yang cepat kena di daerah itu, tapi ada isu yang belum tentu bisa diterima di daerah itu misalnya soal 7 kontainer surat suara tercoblos, blm tentu juga laku di daerah itu," pungkasnya. []

Berita terkait