Masyarakat Jadi Sumbu Pendek, Peran Negara Disoroti

Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menilai pandemi Covid-19 mengakibatkan masyarakat menjadi lebih gampang jadi sumbu pendek. Peran negara apa?
Ilustrasi - Pos polisi terbakar saat pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan aparat pada aksi massa 22 Mei terkait hasil Pemilihan Presiden 2019, di kawasan Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Rabu malam, 22 Mei 2019. (Foto: Antara/Risky Andrianto)

Jakarta - Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menilai pandemi Covid-19 mengakibatkan masyarakat menjadi lebih gampang tersulut emosinya. Dia pun meminta pemerintah hadir demi mencegah potensi kerusuhan massa.

"Saat ini tekanan cukup kuat dan masyarakat bisa menjadi sumbu pendek. Beberapa kelompok sudah ada upaya provokasi massa. Ini yang harus dicegah (pemerintah)," ujar Stanislaus kepada Tagar, Senin, 3 Agustus 2020.

Cukup rentan jika tidak dikendalikan.

Dia beranggapan, apabila pemerintah gagal menangkap keresahan masyarakat, maka pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab akan memanfaatkan situasi tersebut.

Baca juga: Akibat Covid-19, Situasi Indonesia Rentan Kerusuhan

"Negara harus hadir di masyarakat supaya masyarakat tidak mencari pihak lain yang bisa mengakomodir keresahan mereka," ucap dia.

Selain itu, Stanislaus menyampaikan banyak hal yang menjadi alasan pemicu kerusuhan di tengah masyarakat tengah mengemuka. Satu di antaranya ialah faktor pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat merasa tertekan. 

"Juga ada kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan politik," katanya.

Stanislaus menilai, saat ini rentan terjadi kerusuhan apabila pemerintah tak piawai menangani situasi. 

"Cukup rentan jika tidak dikendalikan," tuturnya.

Baca juga: 17 Orang Tersangka Kerusuhan di Mandailing Natal

Sebagai informasi, kasus pertama Covid-19 terjadi di Indonesia pada 2 Maret 2020, dengan terkonfirmasinya dua warga Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, dinyatakan positif mengidap virus corona jenis baru ini.

Dua minggu berselang, atau pada 15 Maret, Indonesia mengumumkan 117 kasus yang terkonfirmasi Covid-19. Presiden Joko Widodo saat itu langsung menyerukan kepada masyarakat untuk melakukan langkah-langkah pembatasan sosial.

Instruksi Jokowi itu diikuti beberapa pemimpin daerah seperti di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, dengan menutup sekolah dan tempat-tempat umum.

Berselang beberapa bulan, pemerintah menggaungkan konsep 'New Normal', seperti pelonggaran pembatasan sosial dengan mengedepankan protokoler kesehatan. Alhasil, beberapa tempat umum seperti restoran, taman hiburan, dan lain-lain pun dibuka.

Presiden Jokowi juga sempat menyebut sudah saatnya masyarakat dapat hidup berdamai dengan Covid-19.

"Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 7 Mei 2020.

Kendati demikian, hingga saat ini beberapa daerah masih belum menunjukkan penurunan kurva kasus Covid-19. Belakangan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali memperpanjang penerapan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.

Perpanjangan tersebut diputuskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Kamis, 30 Juli 2020, berlaku selama 14 hari ke depan terhitung mulai Jumat, 31 Juli 2020. []

Berita terkait
Suami Istri Tersangka Provokator Kerusuhan di Madina
Polda Sumut menetapkan 20 orang tersangka kerusuhan di Kabupaten Mandailing Natal. Termasuk sepasang suami istri.
Dua Anak di Bawah Umur Tersangka Kerusuhan Madina
Polisi menetapkan 20 orang tersangka kerusuhan di Mandailing Natal, Sumut. Dia di antaranya merupakan anak di bawah umur.
Kerusuhan Madina Kesalahan Pemda, Jangan Potong BLT
Kerusuhan dipicu pemotongan BLT di Mandailing Natal, Sumatera Utara merupakan kesalahan dari pemerintah daerah khususnya aparatur desa.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi