Masjid dan Gereja, Kakak Adik di Tanah Jepara

Bangunan masjid hijau lumut dan gereja kuning oranye itu berdiri berhadapan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Masjid Nurul Hikmah (kiri) dan Gereja Injili Tanah Jawa (kanan) di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat, 11 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Jepara - Bangunan masjid hijau lumut dan gereja kuning oranye itu berdiri tegak berhadapan seperti saling memandang tanpa saling mengusik. Ia menjadi saksi bisu harmoni kehidupan muslim dan kristiani di tanah Jepara.

Masjid Nurul Hikmah dan Gereja Injili Tanah Jawa. Demikian nama keduanya. Terletak di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Desa Tempur berada di lereng Gunung Muria di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 2.416.500 hektare. Dari pusat Kota Jepara, desa ini berjarak 61 kilometer.

Untuk menuju Tempur, dibutuhkan waktu tempuh hampir dua jam dari Kota Jepara. Selain jarak yang jauh, kondisi kendaraan yang prima juga menjadi syarat mutlak. Karena jalannya menanjak berkelok-kelok. Sesekali, mobil yang berpapasan harus mengalah sebab lebar jalan yang hanya sekira 2,5 meter.

Dengan kontur seperti itu, Tempur dikenal sebagai desa tertinggi di Kabupaten Jepara.

Tagar menyambangi Masjid Nurul Hikmah yang posisinya berhadapan dengan Gereja Injili Tanah Jawa (GIJT) pada Jumat, 11 Oktober 2019.

Masjid itu tepatnya berada di Dusun Pekoso, RW III, jalurnya menanjak, sejalur dengan SD Negeri 2 Tempur. 

Masjid dan gereja itu kakak adik, di masjid ada kakak saya sebagai ketua, saya di gereja ketuanya.

Kalau belum pernah ke sini pasti bingung, karena di desa ini ada 6 masjid berbentuk identik, tinggi besar dan berkubah. Namun hanya satu yang berhadapan dengan gereja.

"Oh itu masjid yang di depan gereja? Itu di Pekoso, jalannya naik, nanti lurus di belakang SD," kata seorang warga, ketika Tagar bertanya tentang lokasi masjid tersebut.

Saat itu, ibadah salat Jumat baru saja usai digelar. Tidak ada kegiatan apa pun setelahnya, hanya tampak beberapa warga duduk di teras rumah, melepas penat.

Triyono 45 tahun, pengurus Masjid Nurul Hikmah, mengatakan kerukunan antarumat beragama di Desa Tempur sudah menjadi hal lumrah. Bukan hanya pada penganut kristiani saja, beberapa keyakinan lokal juga hidup berdampingan.

Hal itu dibuktikan dengan terpeliharanya sebuah petilasan yang dinamakan sebagai tempat Eyang Abiyoso. Lokasinya pun berdekatan dengan masjid dan gereja.

"Kalau masjid ini ada sejak tahun 2001. Justru gereja lebih dulu berdiri, walaupun di Dusun Pekoso ini mayoritasnya umat Islam," tutur Triyono.

Di desa ini perbedaan agamadan kepercayaan bukan jurang pemisah. Mereka melebur dalam kerukunan sebagai umat manusia.

Istri saya ini sempat sakit jantung, kemarin dirawat, yang mendoakan ya kiai-kiai.

JeparaTriyono (kiri) pengurus Masjid Nurul Hikmah dan Suwadi Pendeta Gereja Injili Tanah Jawa. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

***

Triyono menceritakan warga berlatar agama beragam, saling bergotong royong membangun masjid dan gereja.

"Di sini kompak. Gotong royong. Dulu pas masjid sedang ngecor, pemuda Kristen juga ikut. Sebaliknya juga begitu. Gereja dibangun, pemuda Islam juga ikut. Sudah lumrah. Tidak ada sekat. Kalau pas di petilasan Eyang Abiyoso ada haul, seluruh warga desa juga ke sini, bahu-membahu membuat hidangan, rame lah," kata Triyono.

Pada momen hari raya, antarumat beda keyakinan juga saling menjaga. Bahkan untuk peribadatan keseharian, mereka saling menolerir satu dengan yang lain. Caranya dengan saling bergantian.

"Misalnya ada azan asar, ya kalau ada kegiatan di gereja mengalah dulu. Nanti setelah peribadatan salat selesai, barulah kegiatan di gereja dimulai. Begitu pula di hari Minggu, ketika ada kebaktian, kalau pas di masjid ada pengajian, ya tidak pakai pengeras suara luar, hanya di dalam. Pokoknya saling bergantian," ujar Triyono.

Selain bergantian dalam soal peribadatan, momen kerukunan juga tercipta kala ada hajatan warga. Pemilik hajatan biasanya mengundang umat dari dua agama.

"Nanti kalau yang mengundang dari Islam, umat Kristen yang diundang ikut berdoa dengan tata cara mereka. Kalau sebaliknya, kita yang diundang pada hajatan umat Kristen, kita berdoa dengan tata cara kita," tuturnya.

Dulu pas masjid sedang ngecor, pemuda Kristen juga ikut.

***

Triyono mengantarkan Tagar menemui Pendeta GITJ Tempur, Suwadi. Rumah Suwadi berjarak 10 meter dari bangunan gereja.

Suwadi menuturkan bagaimana awal mula Kristen bersemi di kampung itu.

"Tahun 1984 satu orang yang mulanya beragama Kristen, itu dia istri saya (Poniyah). Saya justru menentang kehadiran agama tersebut, karena dulu saya adalah guru ngaji (Islam). Namun pada tahun 1988 saya menyusul (berganti agama Kristen). Dari situ mulanya," tutur Suwadi.

Hal itu dibenarkan Poniyah. Menurutnya, sebelum menjadi kristiani dia juga seorang muslim. Di Desa Tempur, ia adalah seorang guru sekolah dasar.

Poniyah mengatakan Tuhan menggariskan takdir lain, ia lantas menjadi seorang kristiani pada 1984.

"Saya guru, ditugaskan ke Tempur tahun 1977, pensiun tahun 2012," kata Poniyah.

Suwadi mengatakan beralih menjadi kristiani tidak lantas memupus persaudaraan dengan saudara-saudaranya di Tempur. Bahkan, kakak kandungnya bernama Giran adalah Ketua Takmir Masjid Nurul Hikmah.

"Masjid dan gereja itu kakak adik, di masjid ada kakak saya sebagai ketua, saya di gereja ketuanya. Rukun, tidak ada gesekan," kata Suwadi.

Menurutnya, resep kerukunan antarpemeluk agama di Tempur adalah mengasihi dan ngewongke (memanusiakan). Hal itu diyakini menjadi perekat kuat toleransi di antara kedua umat ini.

"Istri saya ini sempat sakit jantung, kemarin dirawat, yang mendoakan ya kiai-kiai. Itu juga yang dilakukan warga kampung, ketika Bu Poniyah pulang dari rumah sakit, ibu-ibu muslimat datang ke rumah ya mendoakan. Begitu pula sebaliknya," tutur Suwadi. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Ratu Kalinyamat, Pejuang Jepara Tak Sepopuler Kartini
Kanjeng Ratu Kalinyamat seorang tokoh perempuan Jepara walaupun namanya tak sepopuler Raden Ajeng Kartini. Siapa dia sesungguhnya?
Kamar Pingit Saksi Bisu Penderitaan Batin Kartini
Kamar Pingit saksi bisu penderitaan batin Kartini, sampai sekarang masih lestari. Letaknya di Kompleks Pendapa Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kami Bangga Rakit Mobil Esemka
Tagar menyambangi areal pabrik tempat mobil Esemka dirakit, menemui beberapa orang untuk bertanya mengenai dampak proyek mobil swasta tersebut.