Marbot Masjid di Tangerang yang Umrah Karena Menjaga Rumah

Seorang penjaga masjid atau marbot di Tangerang yang berasal dari Pandeglang, Banten, dibiayai kuliah dan umrah karena menjaga rumah.
Musala Ar-Raudhoh yang berlokasi di Villa Grand Tomang, Tangerang. (Foto: Tagar/Danti Aulia Ardianti)

Tangerang – Setiap hari pemuda berusia 19 tahun itu menyapu dan membersihkan seluruh bagian musala Ar-Raudhoh, di Villa Grand Tomang, Tangerang. Penampilannya hampir selalu sama, seperti pakaian para santri, yakni mengenakan sarung dan kopiah bertengger menutupi sebagian rambut di kepalanya.

Tak jarang suara As-sodiq Fajar, nama pemuda itu terdengar memecah keheningan pagi melalui pengeras suara musala. Suara lantangnya bersahut-sahutan dengan suara azan Subuh dari masjid dan musala lain, membangunkan mereka yang belum terjaga dari mimpi malam.

Dinginnya air yang mengalir dari keran musala membasahi jemari tangan, rambut, hingga kakinya. Segarnya air wudhu seperti menjadi penyemangat Sodiq, sapaan akrabnya, untuk mengumandangkan panggilan salat.

Sodiq adalah penjaga masjid atau marbot di musala tersebut. Dia membersihkan musala bersama sang kakak, Sapardi, 35 tahun. Keduanya berasal dari Ujung Kulon, Kabupaten Pandeglang, Banten. Mereka merantau ke Tangerang untuk kuliah dan bekerja.

Hari itu, Senin, 14 Desember 2020, Sodiq terlihat duduk santai di musala. Sebagian tugasnya sebagai marbot telah diselesaikan. Saat diminta untuk menceritakan tentang kegiatan dan suka dukanya menjadi marbot, Sodiq tidak menolak.

Saat ini, kata Sodiq, dia bekerja sebagai marbot sambil melanjutkan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Tangerang. Sodiq mengambil Jurusan Sastra Arab.

Saya mah kan seumuran sama kamu, cuma saya baru masuk kuliah di tahun 2019 saya gap-year karena mau daftar kerja dulu selain jadi marbot.

Sodiq melanjutkan ceritanya. Setelah tiba di Tangerang dan menjadi marbot, dirinya bukan hanya sekadar menjadi penjaga yang bertugas membersihkan musala dan mengumandangkan azan saja. Tak jarang Sodiq menggantikan kakaknya menjadi imam salat saat Sapardi ada kegiatan lain.

Hingga beberapa bulan lalu, sebelum pandemi Covid-19 melanda, Sodiq juga menjadi guru mengaji untuk anak-anak yang tinggal di sekitar musala. Namun sejak pandemi covid-19, kegiatan mengaji di masjid diliburkan untuk menghindari terjadinya kerumunan.

“Semenjak masjid ditutup oleh aturan pemerintah karena harus menghindari kerumunan, ya anak-anak juga ngajinya libur. Jadi kesibukan saya hanya kuliah online dan membersihkan masjid,” kata Sodiq.

Dia mengaku sedih karena anak-anak libur mengaji, sebab biasanya setiap sore banyak anak-anak yang datang untuk mengaji namun tiba-tiba harus berhenti. Suasana musala menjadi sunyi. Meski demikian, dia menyadari bahwa larangan berkerumun itu demi menjaga keselamatan bersama.

Beruntung sejak pandemi sang kakak yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Tangerang menerapkan kerja dari rumah atau work from home (WFH), sehingga kesunyian itu sedikit terobati.

Meski secara usia keduanya terpaut cukup jauh, tapi tak jarang keduanya secara bersama-sama membersihkan ruangan-ruangan musala, walaupun sering juga keduanya membuat jadwal dan berbagi tugas untuk membersihkan.

Bertemu Orang Baik

Sodiq mengisahkan awal dirinya merantau ke Tangerang. Dulu dia dan kakaknya bekerja sebagai petani di Pandeglang. Selain bertani keduanya juga menjadi penjaga rumah seorang tetangganya.

Cerita Marbot (2)Sapardi, 35 tahun, marbot Masjid Ar-Raudhoh Villa Grand Tomang,Tangerang, yang pernah diberangkatkan umrah gratis dan dikuliahkan karena menjaga rumah. (Foto: Tagar/Danti Aulia Ardianti)

Ketekunan dua bersaudara ini dalam bekerja dan menjaga serta membersihkan rumah ternyata diperhatikan oleh sang pemilik rumah yang bernama Arwen. Setelah beberapa tahun menjaga rumah itu, akhirnya pemilik rumah tersebut menawarkan pada Sapardi untuk melanjutkan kuliah. Sapardi pun kuliah di Universitas Muhammadiyah Tangerang dengan biaya ditanggung oleh si pemilik rumah.

Penawaran yang sama juga diberikan pada Sodiq beberapa tahun setelah sang kakak menyelesaikan kuliah. Sodiq pun menerima bantuan itu senang hati, meski harus tinggal jauh dari keluarga.

Penjelasan Sodiq tentang kebaikan hati tetangganya dibenarkan oleh sang kakak, Sapardi. Menurutnya, dia cukup terkejut saat pemilik rumah yang dijaganya menawarkan untuk menguliahkan Sapardi.

Bahkan saat awal Sapardi tiba di Tangerang, dia tinggal di rumah Arwen. Di sana dia membantu membersihkan mobil dan rumput di halaman rumahnya sambil kuliah.

“Saya sempat kaget waktu ditawarin kuliah dan dibayarin sampe selesai gitu langsung bersyukur ternyata masih banyak orang baik di dunia ini. Saya juga lulus kuliah dikasih pekerjaan juga oleh pak Arwen mengajar di sekolah istrinya dan disuruh menjadi marbot, alhamdulillah,” kata Sapardi.

Tak sekadar membantu Sapardi dan Sodiq dengan materi dan menguliahkan, Arwen juga sering memberi nasihat padanya dan Sodiq, termasuk untuk selalu berbuat baik, berperilaku jujur dan sopan pada siapa pun, terutama orang yang lebih tua.

“Terus lah berbuat baik selagi kamu masih muda. Begitu juga saya amanatin untuk adik saya. Kalau dijahatin orang janganlah kamu balas dengan kejahatan juga. Doain aja yang baik-baik biar balik ke kamu baik juga,” kata dia melanjutkan.

Kebaikan hati Arwen tidak cuma sampai di situ. Arwen bahkan memberangkatkan Sapardi ke tanah suci untuk beribadah umrah. Sapardi mengaku merasa sangat berhutang budi padanya.

“Saya dari zaman disuruh jaga rumahnya Pak Arwen di Kulon pernah juga ia menitipkan usaha dan orang tuanya ke saya. Saya dan istri saya turut merawatnya dengan ikhlas hingga balasan yang diberikan Pak Arwen dan istrinya sangat besar untuk saya serta keluarga saya.”

“Semoga kebaikan yang Pak Arwen berikan untuk saya dan pekerja yang ada di rumahnya bisa menjadi amal jariyah untuknya,” kata Sapardi mendoakan.

Meski saat ini Sapardi dan Sodiq tinggal jauh dari keluarganya, keduanya masih sering berkirim kabar pada kedua orang tuanya di kampung. Saat memiliki rezeki lebih, kakak beradik ini juga mengirimkan sejumlah uang untuk orang tuanya. Keduanya mengaku selalu ingin memberikan yang terbaik untuk orang tua mereka.

“Saya sebisa mungkin dari jaman belum menikah gak pernah ada niatan mau merepotkan orang tua, karena saya dan adik saya sama-sama cowok jadi harus mandiri dan ingin membantu martabat orang tua saya dan alhamdulillah saya bangga bekerja seperti ini dan sambil mengajar anak-anak SMP serta menjadi guru ngaji,” ujar Sapardi.

Selain jauh dari kedua orang tua, Sapardi yang telah memiliki istri dan seorang anak perempuan berusia enam tahun ini juga harus rela menahan rindu kepada anak dan istrinya yang masih tinggal di kampung. Anak dan istri Sapardi menggantikan tugas suami dan adik iparnya untuk menjaga rumah serta orang tua Arwen di sana. []

(Danti Aulia Ardianti)

Berita terkait
Perempuan Pencetus Kampung Ramah Lingkungan di Bogor
Seorang perempuan mantan jurnalis menjadi penggerak untuk pembuatan kampung ramah lingkungan di Bogor, Jawa Barat. Ini kisahnya.
Seniman Wayang Orang Jadi Penjual Tape Ketan di Cilacap
Nasiyem, 65 tahun, seorang pembuat tape ketan di Cilacap, Jawa Tengah, dulunya sempat malu berjualan karena sering pentas tempatnya menjual.
Cara Pembuat Tahu Hadapi Penurunan Omzet saat Pandemi
Seorang pembuat tahu di kawasan Jakarta Timur mengaku omzetnya menurun hingga 50 persen sejak pandemi. Dia beternak lele untuk menambah penghasilan
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.