Malam-malam Sibuk di Kampung Perajin Ondel-Ondel Betawi

Cerita para perajin ondel-ondel di Jakarta yang pesanannya menurun drastis sejak pandemi, juga tentang aktivitas mereka mengamen membawa ondel.
Satu ondel-ondel pria buatan warga Kampung Ondel di Kramat Pulo, Jakarta Pusat. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Jakarta – Suara sisi pisau yang bergesekan dengan bilah bambu terdengar di antara riuh canda anak-anak yang bermain bola di sepanjang gang. Jemari pria yang menggenggam pisau terlihat gesit membeset kulit bambu dan menghaluskannya, sama gesitnya dengan anak-anak yang mengocek bola sambil berlari.

Mata pisau dalam genggaman pria itu seperti memiliki mata. Meluncur naik turun mengikuti irama gerakan tangan pria yang menggenggamnya, mengolah bilah-bilah buluh itu sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan untuk menjadi ondel-ondel.

Setumpuk bambu terlihat di beberapa titik. Bambu-bambu tersebut mereka dapatkan dari para penjual yang datang, meski tak jarang mereka harus mendatangi penjual bambu untuk mendapatkan bahan baku, termasuk membelinya ke daerah Manggarai.

Bilah demi bilah bambu dirakit menjadi satu, diikat dengan kawat, menjadi rangka utama yang gagah dan kokoh. Bilah buluh lain yang lebih tipis digunakan sebagai rangka pada bagian-bagian yang lebih membutuhkan bahan tak terlalu tebal.

Beberapa pria lain yang sebagian berusia remaja, juga sibuk dengan bambu-bambu di sekitarnya. Mereka turut membuat ondel-ondel untuk membantu orang tuanya menyambung hidup.

Sejumlah pria yang lebih tua terlihat berkumpul di sisi yang berbeda. Mereka juga mengerjakan pesanan ondel-ondel. Tiba-tiba terdengar tawa mereka menyela riuh teriakan anak-anak yang bermain bola tidak jauh dari situ.

Di lain sisi terdapat ibu-ibu yang sedang duduk melingkar diatas saung kecil. Raut wajah mereka serius entah membicarakan apa. Sesekali suara teriakan ibu-ibu itu terdengar melengking saat mengingatkan anak mereka yang bermain bola untuk menepi saat ada kendaraan melintas.

Deru suara knalpot bajaj maupun angkot beberapa kali terdengar di sela kegiatan warga di kampung yang dikenal sebagai Kampung Ondel itu. Kendaraan-kendaraan tersebut melintas sambil membawa ondel-ondel di atasnya.

Dua jenis kendaraan umum ini merupakan alat transportasi yang paling sering digunakan untuk membawa ondel-ondel, baik diantar kepada pemesan atau mengantar pemiliknya pergi mengamen.

Bertahan Hidup

Ruas jalan di kampung itu cukup sempit, dengan rumah warga yang cukup berdempet. Sejumlah gerobak bermuatan pengeras suara tersimpan di depan rumah beberapa warga, terkadang berdampingan dengan ondel-ondel di dekatnya. Kondisi jalanan yang kecil menjadi semakin sempit dengan terparkirnya beberapa mobil warga.

Ondel laki-laki itu mukanya warna merah, melambangkan keberanian, lalu ada kumisnya. Kalau perempuan warnanya putih.

Meski di jalanan sepanjang hampir 200 meter tersebut dihuni oleh cukup banyak warga yang berprofesi sama, yakni perajin ondel-ondel, tetapi persaingan antartetangga itu tidak menjadi sumber perpecahan. Bahkan tak jarang perajin satu membantu yang lain dalam memroduksi.

Mulyadi, seorang warga setempat yang akrab disapa Ayah Mul, bercerita tentang awal ia menjadi perajin ondel-ondel.

Cerita ondel ondel (1)Seorang warga Kampung Ondel di kawasan Kramat Pulo, Jakarta Pusat, sedang meraut bilah bambu untuk dijadikan rangka ondel-ondel, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Ia terlahir di keluarga pecinta seni. Sebagian besar keluarganya memilih untuk menjadi seorang pemahat dan membuat patung. Sedangkan dirinya lebih tertarik dalam pembuatan ondel-ondel.

Ondel-ondel buatan Ayah Mul cukup tenar di kalangan pelanggannya yang bukan hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari Depok, Bekasi, Tanggerang dan Bogor. “Coba kalau ketemu ondel-ondel di jalanan, itu pasti beli dari saya,” ucap Mulyadi sambil tertawa, menjawab pertanyaan sambil bersenda gurau, Selasa, 1 Desember 2020.

Selain dijual, ondel-ondel buatan Mulyadi kerap disewakan untuk digunakan mengamen. Penyewanya berasal dari berbagai kalangan usia, biasanya penyewanya adalah anak usia SD hingga remaja. Mereka mengamen keliling sepulang dari sekolah. Bagi Mulyadi, hal ini lebih baik daripada mereka bermain game atau berkeluyuran.

Bukan hanya menyewakan dan membuat ondel-ondel. Ayah Mul juga mengajari anak-anak dan remaja di kampungnya untuk membuat ondel-ondel. Termasuk anak kandungnya. Ayah Mul mengajarkan cara menyatukan bagian-bagian yang sulit.

Menurutnya, pembuatan rangka ondel-ondel hanya membutuhkan waktu sehari, sedangkan untuk pembuatan bagian lain termasuk menjahit dan sebagainya, membutuhkan waktu antara empat hingga lima hari.

Biasanya dalam membuat ondel-ondel bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Mereka membuatnya secara berkelompok. Masing-masing orang bertugas membuat bagiannya masing-masing. Mulyadi biasa mengerjakan bagian muka ondel-ondel.

Tau ga, bedanya ondel-ondel perempuan dan laki-laki?” Mulyadi balik bertanya.

“Ondel laki-laki itu mukanya warna merah, melambangkan keberanian, lalu ada kumisnya. Kalau perempuan warnanya putih, melambangkan kesucian.”

Kain yang digunakan sebagai baju ondel-ondel pun berwarna-warni. Warna yang digunakan selalu kontras antara bagian satu dengan yang lain, misalnya baju hijau muda dengan selempang merah muda. Hal ini dianggap sebagai daya tarik dan ciri khas dari budaya Betawi.

Ondel-ondel Pengamen

Meski malam itu jarum jam menunjukkan pukul delapan lewat sedikit, suasana di kampung yang berada di tengah gang kecil tersebut masih ramai dengan kesibukan masing-masing warga.

Protokol kesehatan sepertinya tidak terlalu diterapkan di sini. Anak-anak mengeluh sesak dan tidak leluasa ketika bermain jika mengenakan masker. Sementara para orang tua hanya sesekali mengenakannya, sering kali masker itu hanya dilekatkan di dagu.

Cerita Ondel ondel (3)Suasana malam di Kampung Ondel, Kramat Pulo, Jakarta Pusat. Sejumlah anak bermain di sepanjang gang, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Sentra kerajinan ondel-ondel di kawasan ini sudah ada sejak tahun 1980-an, namun mulai marak pada awal tahun 2000-an.

Dahulu, ondel-ondel kerap disebut dengan Barongan. Nama itu berubah pada tahun 1970-an dan lambat laun menjadi kesenian khas Betawi.

Kampung Ondel tak kenal sepi. Meski datang malam hari, daerah ini tetap dipenuhi warga dengan aktivitas mereka masing-masing. Mereka beraktivitas siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Simbol kesenian Betawi ini menjadi sumber mata pencaharian dari sebagian besar penduduk Kampung Ondel yang terletak di Kramat Pulo, Jakarta Pusat. Sebagian warga di sini hanya tamat SMP atau SMA, sehingga menjadi perajin ondel-ondel merupakan tumpuan hidup sehari-hari di Jakarta yang keras.

Selain menjadi pusat pembuatan ondel-ondel di Jakarta, setiap hari sebagian warga kampung itu juga berkeliling di sekitar Jakarta untuk mengamen dengan membawa ondel-ondel yang mereka buat.

Mereka juga membawa pengeras suara yang melantunkan lagu khas Betawi, sejak siang hingga malam hari.

Beralas sandal tipis sambil membawa ondel-ondel yang beratnya mencapai 10 kilogram lebih tak membuat mereka berhenti berjalan. Bahkan tak jarang mereka harus bermandi peluh di dalam ondel-ondel yang pengap karena cuaca panas yang menyengat.

Fitri, salah seorang warga Kampung Ondel, tengah duduk di bangku yang berjejer di depan warung milik tetangganya. Warung itu baru saja didirikan beberapa waktu lalu.Mpok Fitri, salah seorang warga Kampung Ondel, tengah duduk di bangku yang berjejer di depan warung milik tetangganya. Warung itu baru saja didirikan beberapa waktu lalu.

Cerita Ondel ondel (4)Seorang warga Kampung Ondel, Kramat Pulo, Jakarta Pusat, mengawasi seorang remaja yang sedang membuat rangka ondel-ondel, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

“Lumayan kalau ngamen, sehari dapet Rp 50 ribu, Alhamdulillah yang penting bisa beli makan,” ujar Mpok Fitri.

Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini rupanya cukup memengaruhi penghasilan para perajin dan pengamen ondel-ondel dari Kampung Ondel. Jumlah pesanan ondel-ondel menurun drastis. Dulu para perajin bisa mendapatkan pesanan antara tiga hingga lima ondel-ondel setiap pekannya. Namun sejak pandemi, pesanan menurun hingga menjadi satu atau dua ondel-ondel per pekan.

Satu ondel-ondel mereka jual dengan kisaran harga antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, tergantung dari ukuran ondel-ondel. Semakin besar ondel-ondel, harganya akan semakin mahal karena semakin banyak pula bambu yang digunakan.

“Banyak yang bilang ondel-ondel punya kita mahal, tapi kita ga mau banting harga, yang penting kualitas bagus,” kata Mpok Fitri.

Menurut Mpok Fitri, ondel-ondel yang mereka jual merupakan ondel-ondel dengan kualitas terbaik. Banyak penjual lain yang banting harga demi laku di pasaran, tetapi bahan yang digunakan asal-asalan dan tidak kokoh.

Meski kini hanya ada satu hingga dua pembeli per minggu, para perajin di Kampung Ondel sepakat untuk menjaga kualitas dan tidak akan menurunkan harga.

Tak lama kemudian, Mpok Fitri melangkah ke rumahnya untuk mengganti pakaian. Ia bergegas pergi mengamen bersama warga lainnya untuk menjemput rezeki. []

(Faza Nidwana Ribhan)

Berita terkait
Peternak Kambing yang Berbisnis Ikan Cupang di Jakarta
Seorang peternak kambing di Jakarta mencoba peruntungan dengan menjadi pembudidaya dan penjual ikan cupang yang sedang viral.
Sejarah Erupsi Gunung Semeru di Lumajang Sejak 1913
Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kembali erupsi sejak akhir November hingga awal Desember 2020. Ini sejarah letusannya sejak 1913.
Panjang, Cara Mengolah Kedelai Jadi Tempe di Cilacap
Pembuatan tempe memerlukan beberapa tahapan. Proses pembuatannya pun cukup panjang dan ada syarat yang harus dipenuhi agar tempe sempurna.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.