Mahfud MD Janji Beberkan Perkembangan Kasus Paniai

Menko Polhukam Mahfud MD menyebut bila ada kesulitan pengungkapan kasus Paniai akan dibeberkan ke publik. Laporan Komnas HAM akan ditindaklanjuti
Mesnko Polhukam Mahfud MD usai menghadiri acara Aptisi di Surabaya, Rabu 29 Januari 2020. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut akan terus mengikuti perkembangan kasus yang terjadi di Paniai, Papua, pada 7-8 Desember 2014. Dia mengatakan bila ada kesulitan pengungkapan kasus Paniai akan dibeberkan ke publik.

Mahfud memastikan pemerintah akan menindaklanjuti laporan Komnas HAM yang menyatakan peristiwa Paniai sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. 

Kalau ada kesulitan di mana masalahnya. Nanti masyarakat juga harus tahu. 

Tak hanya itu, dia pun menyebut proses tindak lanjut atas laporan akan dilakukan secara terbuka kepada publik. "Udah pastilah, saya jaminanlah kalau itu bahwa itu akan difollow up. Dan itu terbuka saja follow up-nya, tidak akan diam-diam gitu," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.

Keterbukaan, kata Mahfud, harus dilakukan agar masyarakat dapat turut serta mengawasi masalah ini. Selain itu, dia mengatakan publik juga harus mengetahui kesulitan pengungkapan masalah ini.

"Kalau ada kesulitan di mana masalahnya. Nanti masyarakat juga harus tahu. Nah, itu cara hidup bernegara yang demokratis," ucap dia.

Mahfud menuturkan hingga kini belum menerima laporan dari Komnas HAM terkait permasalahan tersebut. Dia menyatakan akan mempelajari terlebih dulu jika sudah menerima laporan soal masalah ini.

"Kalau sudah masuk nanti kami akan follow up, dipelajari apakah bisa diteruskan ke tahap berikut atau harus dilengkapi dengan apa dulu nanti kita lihatlah," ujarnya.

Peristiwa Paniai atau dikenal Paniai Berdarah diduga berawal ketika kelompok pemuda menegur anggota TNI yang berada dalam mobil Toyota Fortuner Hitam tanpa menyalakan lampu di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua pada Minggu malam, 7 Desember 2014.

Keesokan harinya, Senin malam, 8 Desember 2014, rombongan masyarakat Ipakiye berangkat menuju Enarotali. Mendatangi Polsek Paniai dan Koramil untuk meminta penjelasan.

Masyarakat berkumpul di Lapangan Karel Gobai --terletak di depan Polsek dan Koramil-- menyanyi dan menari sebagai bentuk protes terhadap tindakan aparat sehari sebelumnya. Setelah sekian lama dan tak digubris, situasi memanas.

Masyarakat mulai melempari pos polisi dan pangkalan militer dengan batu. Aparat menanggapi aksi tersebut dengan tembakan untuk membubarkan massa. Akibatnya empat orang warga sipil tewas, sementara 21 orang lainnya luka-luka akibat tertembak dan luka tusuk.

Lalu selang tiga minggu kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim investigasi terkait kasus penembakan warga sipil tersebut. "Tim kecil ini diharapkan bisa mendapatkan data valid dan mencari tahu akar masalahnya seperti apa," kata Jokowi dihadapan para relawan Jokowi di Jayapura, Papua, Sabtu, 27 Desember 2014.

Diketahui, berkas hasil penyelidikan Komnas HAM ini telah dikirim pada pihak Kejaksaan Agung pada Selasa, 11 Februari 2020. Komnas HAM meminta agar anggota TNI yang bertugas di Kodam XVII/Cendrawasih saat peristiwa penembakan bertanggung jawab.

"Kami berharap segera ada proses sampai ke pengadilan. Harapan besar dari korban dan masyarakat Papua secara umum agar kasus ini dapat mendatangkan keadilan," kata anggota tim Ad Hoc Kasus Paniai Komnas HAM, Sandrayati Moniaga. []

Berita terkait
Mahfud MD Respons Demo Besar Tolak Omnibus Law
Menko Polhukam Mahfud MD merespons rencana demo besar-besaran terkait penolakan draf Omnibus Law.
Respons Mahfud MD WNI Eks ISIS Pulang ke Indonesia
Pandangan Menko Polhukam Mahfud MD soal WNI eks ISIS dipulangkan ke Tanah Air. Berikut penjelasannya.
Papua Jamin Keamanan Saat PON XX
Pemerintah dan lapisan masyarakat seluruh Indonesia diminta jangan khawatir terkait keamanan di PAPUA saat PON ke XX Oktober mendatang
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja