Makassar - Kasus penimbunan masker kesehatan yang hendak dikirim ke Negara New Zealand yang melibatkan mahasiswa Atmajaya Makassar, kini memasuki babak baru. Polisi menaikkan status kedua mahasiswa itu, Johan, 22 tahun dan James, 21 tahun, sebagai tersangka.
Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka. Menampung masker dengan notebenenya adalah barang penting saat ini.
Penyidik Satuan Reserse Krimimal (Satreskrim) Polrestabes Makassar telah melakukan gelar perkara terkait pengungkapan kasus ini. Kedua mahasiswa ini dianggap bersalah atau dengan melawan hukum Undang-Undang Monopoli dan Undang-Undang perdagangan.
"Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka. Menampung masker dengan notebenenya adalah barang penting saat ini, adalah perbuatan melawan hukum," kata Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Yudiawan Wibisono saat ditemui di Mako Polrestabes Makassar, Rabu 4 Maret 2020.
Mantan Dirkrimsus Polda Sulsel ini mengaku, kedua mahasiswa itu sementara menjalani pemeriksaan intensif. Pihaknya akan berkoordinasi dengan tim ahli dari Dinas Kesehatan maupun Dinas Perdagangan untuk memastikan pasal apa yang akan diterapkan kedua mahasiswa Atmajaya Makassar tersebut.
"Nanti kita terapkan dengan aturan yang ada, UU Perdagangan dan atau UU Monopoli. Yang jelas barang itu akan kita kordinasikan oleh ahli," tegasnya.
Sebelumnya, Polisi berhasil menggagalkan aksi dua mahasiswa Atmaja yang hendak mengirim atau mengekspor masker kesehatan merk Sensi ke Negara New Zealand. Masker ini ditemukan polisi saat berada di Jasa Pengiriman Barang DHL, di Hotel Horizon, Kota Makassar, Sulsel, Selasa 3 Maret 2020, kemarin.
Dalam pengungkapan itu, petugas temukan ada 10.000 picis masker siap kirim. Masker-masker ini diperoleh dari toko obat atau apotek yang berada di Kota Makassar, Gowa, hingga Takalar.
Kombes Pol Yudiawan menghimbauan agar para penjual masker atau apotek, untuk tidak menjual dengan jumlah besar. Atau menjual masker dengan harga yang fantastis, melebihi dari harga yang dikeluarkan pemerintah.
"Kami akan cek ke toko yang menjual masker dengan harga mahal kalau ada masyarakat yang melaporkan. Kan sudah ada standar dari pemerintah sendiri, jadi tidak boleh jual mahal," ujarnya. []