Untuk Indonesia

MA, Koruptor dan Parpol

'Orang-orang jenis ini terbiasa menjual wewenang yang ada padanya ditukar dengan kenikmatan.' - Eko Kuntadhi
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Oleh: Eko Kuntadhi*

Akhirnya kita harus menarik napas yang bikin dada kita sesak. Di tengah perjuangan melawan para perusak negeri ini karena tikus-tikus korup yang menggeragoti duit negara, keputusan MA membolehkan mantan napi koruptor menjadi calon legislatif.  Artinya jika mereka terpilih, bisa duduk lagi dan terlibat dalam cawe-cawe mengurus duit negara.

Kemarin kita sudah senang ketika KPU membuat larangan mantan koruptor untuk mencalonkan diri sebagai legislatif. Setidaknya ada hambatan bagi mereka untuk kembali punya akses ke anggaran. Kini, MA malah mempersilakannya.

Kita tidak perlu debat hukum yang panjang dan ruwet untuk mengatakan bahwa mengapa harus para koruptor itu yang diperbolehkan menjadi Caleg? Cukup kita berkaca pada kasus DPRD Malang, dimana dari 45 anggotanya 41 orang digiring ke kantor polisi karena korup. Atau puluhan anggota DPRD Sumut yang ikut makan uang bansos. Atau DPRD Jambi yang berpesta pora disogok Gubernurnya. Pemerintahan terganggu. Kesejahteraan rakyat menjadi taruhannya.

Orang-orang jenis ini terbiasa menjual wewenang yang ada padanya ditukar dengan kenikmatan. Memang sih, ketika tertangkap mereka sudah menjalani masa hukumannya. Haknya kembali normal. Tapi, jika hukum membolehkan mereka kembali lagi mengurus budget negara, betapa anehnya. Kita seperti membiarkan orang yang terbukti nyolong untuk melakukan aksinya lagi.

Orang boleh berkata, belum tentu mereka yang ketahuan nyolong dan menjalani hukuman akan melakukan hal yang sama lagi. Tapi pertanyaanya, jika mereka pernah diberi amanah dan lancung, apa akan diserahkan amanah yang sama?

Persoalannya bukan hak hukum orang per orang. Persoalannya disini ada kepentingan yang lebih besar dipertaruhkan: kesejahteraan rakyat. Tidak ada rakyat sejahtera jika anggaran negaranya dikorup. Jadi ketimbang kita membela hak hukum seorang mantan napi koruptor, kenapa gak kita cegah saja agar itu tidak terjadi.

Cara mencegahnya dengan membatasi mereka memiliki akses ke keuangan negara. Yang sudah lancung, kenapa harus dipercayai lagi?

Keputusan MA tersebut akhirnya tidak akan memberikan efek jera. Seorang korupsi. Ketahuan. Menjalani hukuman. Lalu diberi amanah lagi. Kalau dia memang korup, tentu akan menggunakan teknik yang lebih canggih untuk korupsi selanjutnya.

Tapi sudahlah. Harapan kita untuk membersihkan lembaga legislatif yang memang punya image buruk dalam soal korupsi kini dihambat MA. Yang bisa kita harapkan adalah seleksi dari Parpol sebagai lembaga yang menyalurkan para Caleg itu.

Sayangnya hampir semua Parpol disinyalir ikut mencalonkan calon legislatif mantan napi korupsi. Rasanya kok, mereka gak ada keinginan sama sekali untuk membenahi mental legislator kita dari virus menyebalkan tersebut. Padahal legislatif adalah pangkalan yang mencerminkan wajah parpol-parpol tersebut. Jika mereka tidak punya komitmen kuat membersihkannya dengan menangkal para napi koruptor menjadi Caleg, artinya mereka sama sekali tidak berpikir soal kesejahteraan rakyat.

Tujuannya hanya untuk meraup kursi legislatif saja. Sebab biasanya para koruptor itu adalah mereka yang sudah karatan bermain di berbagai kelokan anggaran. Juga terbiasa memanipulasi dukungan publik.

Untung saja masih ada PSI yang memiliki komitmen kuat untuk menjaga marwah legislatif. Kita bisa berharap pada komitmennya untuk menghela masa depan politik kita. Dari seluruh Caleg PSI yang diajukan, tidak ada satu pun yang pernah tersangkut kasus korupsi.

Partai yang dihela anak-anak muda ini tampaknya memang ingin menancapkan diri sebagai kekuatan yang bisa mengubah wajah lembaga legislatif kita yang terbiasa dengan praktik korupsi. Wujud pertamanya adalah menghalangi siapa saja mantan koruptor untuk mengajukan diri menjadi Caleg.

Sebab melawan penyakit korupsi tidak cukup dengan slogan 'katakan tidak, pada korupsi!' Nyatanya, 'katakan tidak, padahal korupsi!'. Melawannya diperlukan komitmen yang diterjemahkan dalam kebijakan nyata. Parpol sebagai lembaga yang supplier para politisi ke parlemen wajib menunjukkan komitmennya yang kuat dalam kebijakan nyatanya.

Jangan berpikir biarkan rakyat yang memilih. Jika rakyat tidak suka para mantan koruptor ,toh mereka gak akan terpilih lagi. Justru parpol harus memberi pendidikan politik kepada rakyat yang mengajarkan korupsi amat merusak sendi berbangsa kita. Justru parpol harus menjadi lembaga pertama yang menghalangi para koruptor mengisi kursi legislatif. Sebab jika lembaga legislatif dipersepsikan korup, otomatis Parpolnya juga dapat imbas persepsi iti.

Percuma juga menandatangani pakta integritas atau seremonial norak sejenis itu. Jika dalam pembuatan kebijakan malah membuka longgar peluang korupsi. Atau mempersilakan napi koruptor menduduki kursi legislatif kembali.

Tapi kita yakin, pemilih kini semakin cerdas. Mereka akan melihat Parpol mana yang punya komitmen kuat melawan korupsi, dan Parpol mana yang cuma mengandalkan slogan.

Jangan lagi deh, memberi kesempatan para koruptor punya akses terhadap budget negara. Itu sama saja menitipkan daging pada singa.

*Eko Kuntadhi Pegiat Media Sosial

Berita terkait
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.