MA Bolehkan Mantan Koruptor Nyaleg, Dosen UGM Kirim Surat Terbuka untuk Presiden

Korupsi adalah jenis kejahatan luar biasa, bagaimana dibolehkan jadi wakil rakyat. Ini surat protes dosen UGM pada putusan MA.
Anggota DPR. (Foto: Fakta News)

Jakarta, (Tagar 16/9/2018) - Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) KPH Bagas Pujilaksono Widyakanigara kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan mantan narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dalam Pemilihan Legislatif 2019.

Berkaitan dengan hal tersebut, Bagas Pujilaksono mengirim surat terbuka, Minggu (16/9) ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo. 

Berikut isi surat Bagas Pujilaksono selengkapnya:

Ir.  KPH.  Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M. Sc.,  Lic. Eng.,  Ph. D.

Fakultas Teknik/Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Kepada Yth, Presiden Republik Indonesia di Jakarta

Hal: Putusan MA soal mantan napi nyaleg di Pileg 2019

Dengan hormat,

Saya pribadi amat sedih mendengar keputusan MA yang mengizinkan mantan narapidana: korupsi,  kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan, dan narkoba, boleh nyaleg di Pileg 2019. Bukankah kejahatan korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan, dan narkoba masuk kategori extra-ordinary crimes? Mau dibawa ke mana Indonesia?

Ketika KPU gigih mempertahankan aturan larangan mantan napi jenis kejahatan khusus tersebut nyaleg, saya bahagia luar biasa. Karena kita telah maju selangkah dalam mewujudkan Indonesia bersih dari kejahatan khusus tersebut. 

Rakyat menjadi miskin karena korupsi. Genarasi muda hancur masa depannya karena narkoba. Dan, psikologis anak dan perempuan rusak karena trauma kejahatan seksual yang dialaminya. Bagi saya mantan narapidana jenis tersebut moralnya sampah, dan layak dibuang di keranjang sampah.

Harapan saya pupus dengan MA hari ini memberi izin bagi mereka untuk maju Pileg 2019. Apa yang bisa diharapkan dari mereka? Apakah korupsi berjamaah yang dilakukan DPRD Provinsi Sumut dan Kota Malang baru-baru ini bukan suatu bukti nyata akan perilaku sampahnya? Tidak ada moral dan etika yang bisa dibanggakan!

Saya bukan ahli hukum. Saya hanya mencoba meraba-raba, apa latar belakang MA mengambil keputusan tersebut? Saya menduga dasarnya HAM tepatnya HAM politik bagi si mantan narapidana. Lebih-lebih tidak ada keputusan pengadilan yang merampas hak politiknya.  

Lalu bagaimana HAM rakyat agar hak hidupnya tidak dirampas oleh koruptor? Bagaimana HAM anak dan perempuan, agar bisa hidup bebas merdeka dari kejahatan seksual? Bagaimana jaminan keberlangsungan generasi muda Indonesia dari ancaman narkoba? 

Pertanyaan mendasar ini pekerjaan rumah yang rumit bagi kita semua. Ini masalah serius dan harus diatasi secara menyeluruh. Tidak cukup dengan debat bertele-tele soal HAM politik si penjahat. Justru HAM rakyat, anak dan perempuan, dan generasi muda Indonesia harus diprioritaskan dan dijamin keberlangsungannya.  

Negara dalam kondisi darurat dari kejahatan luar biasa, tentunya penanganannya juga harus luar biasa. Belum ada komitmen politik yang sifatnya sinergis dari lembaga-lembaga tinggi negara terhadap extra-ordinary crimes tersebut! Masih sekadar wacana dan pencitraan politik.

Harapan saya tinggal di parpol.  Mohon jangan diajukan berkas bacaleg mantan narapidana kejahatan khusus tersebut ke KPU. Ini demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Terima kasih.

Hormat saya,

(KPH.  Bagas Widyakanigara). []

Berita terkait
0
Pengembang Tenaga Surya AS Belanjakan 6 Miliar Dolar
Sekelompok pengembang proyek energi surya AS akan habiskan sekitar 6 miliar dolar AS dukung perluasan rantai pasokan panel surya domestik