Lima Makanan Khas di Indonesia yang Terancam Punah

Sejumlah aragam kuliner atau makanan lokal khas Indonesia, kini justru terancam punah.
Bubur Bassang khas Makasar. (Foto: cookpad)

TAGAR.id, Jakarta - Sebagai negara dengan jumlah suku dan kebudayaan terbanyak di dunia, Indonesia tentu memiliki beragam kekayaan dalam keberagaman, termasuk juga dalam hal kuliner. Sayangnya, sejumlah makanan lokal asli tanah air, kini justru terancam punah.

Ancaman punah dikarenakan bermacam sebab, seperti bahan baku yang semakin sulit didapat, kian sempitnya lahan pertanian, hingga menurunnya jumlah orang yang menguasai teknik pembuatan jenis makanan tersebut.

Pasalnya, ada beberapa jenis kuliner lokal Indonesia yang memang cukup rumit dan menyita waktu dalam pembuatannya.

Berikut beberapa makanan yang sudah sulit kita jumpai dan dikhawatirkan bakal segera punah, yang dirangkum Tagar dari berbagai sumber.

Sayur BabanciSayur Babanci Khas Betawi. (Foto: jakarta-tourism )

1. Sayur Babanci Betawi

Ketupat Babanci atau sayur Babanci sebenarnya bukanlah makanan yang menggunakan sayuran dalam pembuatannya. Konon, namanya berasal dari kata banci, lantaran tidak jelas dan membingungkannya masakan jenis ini. Tidak bisa disebut gulai, soto pun bukan, dan jelas bukan pula kari.

Ada pula yang mengatakan penamaan Babanci berasal dari kata babah dan enci, lantaran makanan ini diduga berasal dari keluarga peranakan Betawi-Tionghoa. Sebab, dulunya hanya golongan mandor dan tuan tanah yang mampu menghidangan kuliner ini saat hari raya.

Namun, setelah perkembangan jaman siapapun bisa menghidangkannya asal memiliki bahan yang lengkap.

Sayur Babanci berwujud menyerupai gulai, tetapi terdapat rempah khas yang membuatnya berbeda.

Baca juga: Enam Makanan Sedap Disantap Saat Musim Hujan

Sayur babanci atau ketupat babanci dibuat dengan bumbu yang sangat lengkap. Konon, resep aslinya menggunahan 21 bahan dan rempah-rempah yang sangat kompleks.

Sejumlah rempah yang digunakan pun jarang dipakai untuk memasak, misalnya kedaung, botor, dan tai angin.

Kedaung merupakan rempah berwarna hitam dengan isi berwarna hijau, Botor merupakan biji kecipir, sementara tai angin merupakan sejenis benalu yang berbentuk sulur.

Tai angin ini lah yang kini sudah sulit ditemukan.

Gulo PuanGulo Puan Khas Palembang. (Foto: cookpad)

2. Gulo Puan Palembang

Gulo Puan adalah salah satu jenis gula olahan tradisional yang dihasilkan dari susu kerbau. Gula Puan sudah menjadi olahan pangan khas Sumatera Selatan, khususnya di desa Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Untuk bahan susu tidak bisa menggunakan susu sapi dan harus menggunakan susu kerbau rawa. Hal ini yang menjadikan makanan ini unik dan menarik.

Karena menggunakan bahan-bahan yang terbilang sulit didapat, wajar saja bila Gulo Puan mahal harganya di pasaran. Satu kilo Gulo Puan dihargai berkisar antara 150 sampai 175 ribu rupiah.

Mahalnya Gula Puan membuat makanan ini menjadi berkelas. Untuk mendapatkannya pun cukup sulit, karena pemasarannya yang terbatas.

Bubur BassangBubur Bassang khas Makasar. (Foto: cookpad)

3. Bubur Bassang Makasar

Biji Jagung Pulut (ketan) warna putih menjadi bahan utama Bassang, jajanan khas tempo dulu asal Makassar-Sulawesi Selatan berselera nusantara. Bahan pokok tersebut hanya bisa didapat di Makassar.

Jenis makanan ini bentuknya seperti bubur yang terbuat dari jagung ketan, tepung terigu, air, gula, santan kelapa dan garam.

Bassang atau bubur dari jagung pulut menjadi salah satu sarapan favorit keluarga di Makassar. Namun, keberadaan bubur ini sudah langka belakangan ini.

Penjual bassang yang menjajakan kudapan ini semakin sulit ditemui, padahal bubur unik dan merupakan salah satu ikon kota Makassar.

KiduKidu Khas Sumatra Utara. (Foto: Istimewa)

4. Kidu-Kidu Sumatera Utara

Masyarakat Karo di Sumatera Utara sudah sejak lama dikenal sebagai surganya kuliner. Terutama untuk jenis kuliner yang unik dan sensasional.

Salah satu kuliner yang dikenal cukup ekstrim adalah Kidu-Kidu yakni ulat dari pohon nila atau enau yang telah membusuk. Mungkin bagi sebagian orang, akan membayangkan kalau jenis makanan ini merupakan hal ini jorok atau menjijikan.

ini berasal dari larva kumbang yang telah menetas.Ulat sagu sering juga disebut dengan ulat Bagong yang bernama latin Rhynchophorus Ferruginenus ini berasal dari larva kumbang yang telah menetas.

Biasanya ulat ini dimakan mentah ataupun dimasak dengan bumbu arsik oleh masyarakat suku Karo.

Baca juga: Mochi dan Empat Makanan Khas Tahun Baru di Jepang

Di Indonesia, memang tidak hanya masyarakat Karo yang mengonsumsi jenis ulat ini. Sebagian masyarakat yang ada di Indonesia Timur seperti di beberapa wilayah di Papua, juga masih mengkonsumsi ulat ini sampai sekarang.

Di Karo sendiri, biasanya Kidu-Kidu dimasak dengan berbagai campuran bumbu dan rempah-rempah. Sebelum dimasak, ulat-ulat itu itu dibersihkan terlebih dulu, lalu digoreng agar renyah.

Kemudian Kidu goreng ini dimasak dalam kuah arsik dengan resep, kunyit, kemiri, bawang merah, bawang putih, andaliman, kincung (kecombrang).

Konon, makanan ini merupakan makanan favorit masyarakat Karo. Bahkan termasuk yang paling digemari raja-raja. Setiap kali ada kegiatan adat, Kidu-Kidu akan disajikan khusus kepada raja-raja dan tokoh masyarakat.

Namun, kini makanan kaya protein itu kian langka karena bahan utama dan bahan tambahannya sulit ditemukan.

Sebab lain juga lantaran tidak semua orang bisa mengolah makanan tersebut. Karena jika salah cara memasaknya maka akan membuat orang keracunan.

Wedang TahuWedang Tahu khas Semarang. (Foto: cookpad)

5. Wedang Tahu Khas Semarang

Bicara soal kuliner khas Semarang, umumnya orang langsung teringat pada lumpia. Padahal, di kawasan itu juga terdapat satu jenis makanan khas lain, yakni Wedang Tahu atau Kembang Tahu.

Hidangan Kembang Tahu adalah produk rebusan kedelai yang turut menjadi bahan baku pembuatan tahu. Kemudian, penganan ini disajikan dengan kuah air jahe berwarna kecokelatan yang menjadi ciri khasnya.

Mengutip dari laman Antara, Dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, mengatakan Wedang Tahu pertama kali masuk ke Semarang pada akhir abad 19. Kala itu ia dibawa oleh seorang Tionghoa bernama Ong Kiem Nio.

Kini, meski bahan-bahan baku Wedang Tahu terbilang masih mudah didapat, namun hanya sedikit kedai atau pedagang yang menjajakan makanan jenis ini.

Berita terkait
Mochi dan Empat Makanan Khas Tahun Baru di Jepang
Jepang yang memiliki kebiasaan menghidangkan makanan khas di momen tahun baru, apa sajakah itu?
Lima Makanan Khas Medan Selain Bika Ambon
Kota Medan memiliki beragam makanan khas yang dapat dicoba selain bika ambon.
5 Makanan Khas Madiun, Kota Terjadinya Peristiwa 1948
Mengenal lebih dekat Kota Malang, lewat makanan khas yang dimilikinya, salah satunya adalah Brem.
0
Selain Bikin Lidah Melepuh, Inilah 5 Bahaya Lain Mengonsumsi Makanan Panas
Supaya lebih waspada dan hati-hati, kenali lima efek buruk dari mengonsumsi makanan dan minuman panas.
Manfaat Klorofil untuk Kesehatan tubuh
5 Manfaat Bawang Putih untuk Kesehatan