Langkah Besar dari Dusun Terpencil di Banyuwangi

Seorang warga tamatan sekolah dasar di Banyuwangi mendirikan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan warga setempat.
Nur Ahmadi menunjukkan hasil produksi sedotan bambu dan kerajinan tas dari rotan. (Foto: Tagar/Hermawan).

Banyuwangi – Tidak ada umbul-umbul atau tanda lain yang menunjukkan perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-75 Republik Indonesia di tempat itu, terlebih suara riuh anak-anak maupun warga yang menggelar kegiatan perayaan HUT RI.

Lokasi itu cukup jauh dari keramaian,di kawasan Gunung Remuk, sekitar 15 kilometer dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jalan menuju tempat itu, Dusun Pancoran Atas, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, pun cukup menanjak dan terjal.

Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit perjalanan dari pusat Kabupaten Banyuwangi. Tapi pemandangan menuju ke sana cukup mengesankan, perbukitan dan pemandangan alamnya sedikit mengobati lelah akibat perjalanan cukup jauh.

Rumah-rumah warga di sana tidak mewah dan terkesan sederhana. Hanya ada empat bangunan yang terlihat berbeda dari rumah warga kebanyakan. Keempat bangunan tersebut adalah gedung sekolah yayasan Nurul Hikmah, yang didirikan oleh warga setempat, Nur Ahmadi. Yayasan itu membawahi sekolah setingkat taman kanak-kanak, yakni Raudhatul Athfal (RA) Al–Firdaus,

Satu-satunya Sekolah

Bangunan itu merupakan satu-satunya sekolah di Dusun Pancoran Atas yang berpenduduk sekitar 1.200 kepala keluarga. Jika warga setempat ingin anaknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mereka harus menempuh perjalanan sekitar lima kilometer, yakni di Desa Ketapang.

Tak heran jika sebagian besar warga Dusun Pancoran Atas hanya mengenyam pendidikan hingga lulus sekolah dasar (SD). Bahkan masih ada juga yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan formal.

Kondisi tersebut membuat Nur Ahmadi bertekad untuk mendirikan sekolah. Pada tahun 2013 Ahmadi dibantu beberapa warga lain mulai mendirikan sekolah. Untuk tahap awal mereka mendirikan taman kanak-kanak atau RA Al Firdaus, dengan menyewa salah satu rumah warga.

Cerita RA Al Firdaus BanyuwangiSekolah setingkat taman kanak-kanak, Raudhatul Athfal (RA) AL-Firdaus, yang merupakan satu-satunya fasilitas pendidikan di Dusun Pancoran Atas, Desa Ketapang, Banyuwangi. (Foto: Tagar/Hermawan).

“Tujuan saya sederhana, saya tidak ingin pemuda yang ada di Dusun Pancoran Atas ini yang merupakan generasi penerus jangan sampai putus sekolah, dan buta aksara. Makanya saya dibantu sejumlah masyarakat di sini bertekad mendirikan taman pendidikan. Saya sengaja mengawalnya dari RA dulu yang merupakan jenjang awal anak mengenal dunia pendidikan,”ujur Nur Ahmadi, yang hanya tamatan SD ini, Senin 24 Agustus 2020

Rencana Ahmadi dan beberapa rekannya tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang menyenangkan dari warga lain. Bahkan ada yang menganggap RA yang didirikan itu ilegal. Warga khawatir nantinya anak-anak mereka tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Bahkan dua tahun berjalan, hanya lima anak yang mau bersekolah di RA Al-Firdaus ini. Padahal kita sudah mengurus izin ke Kantor Kementerian Agama, hanya masih dalam proses, kan kita tahu sendiri prosesnya cukup lama. Tapi saya menyadari bahwa ini merupakan proses yang saya harus lalui untuk meyakinkan masyarakat di dusun saya ini.

Memasuki tahun kedua, Ahmadi dan rekannya membentuk yayasan, yang dinamai Yayasan Nurul Hikmah, Sebab mereka sudah memiliki rencana untuk mengembangkan sekolah itu hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA). Setelah yayasan berdiri, mereka memiliki wewenang untuk mendirikan sekolah dari tingkat RA hingga perguruan tinggi, meski cita-cita awalnya hanya hingga jenjang SMP atau SMA.

“Bahkan Suatu saat nanti entah kapan saya ingin di sini ada perguruan tinggi yang dibangun, tidak apa-apa kan bercita-cita tinggi? ,”cetus Nur Ahmadi sembari tertawa

Pada tahun 2017, Ahmadi berhasil mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sahabat Kecil, di Dusun Gunung Remuk dan RA Al-Firdaus 2 di Dusun Wangkal.

“Alhamdulillah setelah kita berhasil meyakinkan masyarakat bahwa tempat pendidikan yang kita bangun tidak ilegal, kita bisa mendirikan tempat pendidikan yang sama di dusun lain yang berdekatan dengan dusun kami. Dengan harapan semua warga pinggiran kota Banyuwangi ini bisa mendapatkan pendidikan sejak dini,”ujar Nur Ahmadi

“Sekarang yang bersekolah ditempat kami sudah ada 50 siswa itu sudah sangat bagus daripada awal kita merintis dulu. Memang untuk meyakinkan masyarakat itu harus butuh bukti yang nyata.”

Gaji Rp 150 Ribu

Tenaga pengajar di RA itu ada tiga orang. Mereka merupakan warga Sekitar Dusun Pancoran Atas yang berijazah SMA. Mereka digaji Rp 150 ribu per bulan. “Mereka bekerja penuh semangat dan ihlas, mungkin kalau orang lain tidak mau dibayar segitu yang jauh dari kata layak, tapi karena tekad untuk memberantas buta aksar sangat kuat, mereka menerimanya dengan ihlas,”kata Nur Ahmadi.

Di RA Al-Firduas ini, orang tua murid atau wali murid juga dibekali pendidikan parenting oleh relawan literasi dari Rumah Literasi Indonesia (RLI) Banyuwangi.

Sementara, seorang wali murid RA Al-Firduas, Nurul Hikma, mengaku, awalnya ragu menyekolahkan anaknya di sekolah itu. Sebab, kata dia, awal berdirinya, tidak seperti sekolah pada umumnya, dan proses pembelajaran dilakukan di rumah warga.

“Jangan-jangan ilegal ini. Wajar dong saya bertanya gitu, karena biar bagaimanapun saya pengen anak saya sekolah yang baik agar tidak bodoh seperti saya,”ucapnya.

Namun keraguan Hikma itu, terbayar lunas, ketika pada tahun 2018 lalu, gedung sekolah mulai dibangun setelah mendapatkan bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.

RA Al Firdaus Banuwangi 2Suasana sekolah setingkat taman kanak-kanak, Raudhatul Athfal (RA) AL-Firdaus, yang merupakan satu-satunya fasilitas pendidikan di Dusun Pancoran Atas, Desa Ketapang, Banyuwangi. (Foto: Tagar/Hermawan).

Pemerhati pendidikan dari Rumah Literasi Indonesia (RLI) Banyuwangi, Tunggul Harwanto mengatakan, pejuang seperti Nur Ahmadi sangat diperlukan di daerah pedesaan, terutama di pelosok.

“Apa yang dilakukan pak Nur Ahmadi ini sangat luar biasa. Bayangkan dia sendiri hanya tamatan SD, tapi dia sadar bahkan melek pendidikan dan berpikir jauh untuk dusunya agar tidak menjadi daerah yang tertinggal,”kata Tunggul Harwanto

Kata Tunggul, berdasarkan data yang yang ada, di Dusun Pancoran Atas , dari 1200 KK, 80 persen warganya hanya mengenyam pendidikan SD, 10 persen SMP, 9 Persen SMA dan hanya 1 persen yang melanjutkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Sehingga kehadiran lembaga pendidikan di daerah tersebut sangat dibutuhkan.

“Hingga tahun 2020 ini, masih 80 persen warga dusun pancoran Atas itu pendidikanya hanya sampai di sekolah dasar. Sehingga jangan heran daerah ini menjadi salah satu daerah tertinggal. Namun kehadiran Pak Nur Ahmadi ini membawa angin segar bagi warga sekitar terutama di dunia pendidikan,”tambah Tunggul

Ternak dan Sedotan Bambu

Selain mendirikan sekolah, Nur Ahmadi, juga mengajak berternak. Agar lebih terorganisir Nur Ahamdi mendirikan Kelompok Ternak Pancoran Atas pada 2017. Saat ini anggotanya sudah ratusan.

Menurut Nur Ahmadi, semenjak kelompok ternak ini berdiri, masyarakat Dusun Pancoran atas lebih memahami bagaimana cara beternak yang baik dan mendapatkan hasil maksimal. “Dulu masyarakat yang penting beternak merawat sapi kalau sudah besar dijual begitu saja. Padahal di balik itu ada potensi yang bisa dimanfaatkan lagi, seperti kotoran ternak bisa digunakan pupuk kompos untuk memupuk tanaman di sawah maupun kebonya,” ucapnya lagi. 

Masyarakat juga menjadi lebih peduli terhadap kesehatan hewan ternaknya, karena setiap bulan berkonsultasi dengan Dinas Pertanian Banyuwangi.

“Awalnya masyarakat di sini, tidak tahu menahu, bagaimana merawat hewan ternak. Yang penting mereka merawat ternak besar dijual gitu aja. Sehingga sering warga di sini setelah menjual ternaknya tidak bisa membeli hewan ternak lagi untuk dipelihara. Tapi dengan adanya kelompok ternak ini kita jadi tahu mana hewan ternak yang harus dijual dan harus dijadikan indukan untuk bibit.” 

Perajin Anyaman Rotan di BanyuwangiSejumlah warga dari sekitar Dusun Pancoran Atas sedang memproduksi sedotan bambu berkualitas ekspor dan anyaman rotan. (Foto: Tagar/Hermawan).

Upayanya untuk meningkatkan kesejahteraan warga tidak sampai di situ. Nur Ahmadi juga mengajak warga memroduksi sedotan dari bambu yang telah diekspor hingga Jepang dan Jerman. Dia juga melibatkan warga untuk memroduksi tas dari anyaman rotan.

Dalam memroduksi sedotan bambu, Ahmadi sengaja melibatkan masyarakat sekitar. Karena perlu beberapa tahapan untuk menghasilkan kualitas yang baik. Warga dilibatkan dalam proses pemotongan ukuran sedotan, pengampelasan hingga finishing sedotan.

“Dalam produksi sedotan bambu ini, kita melibatkan penuh masyarakat sekitar, tujuannya agar masyarakat mendapatkan penghasilan lebih. Terlebih lagi di musim pandemi covid-19 saat ini,” ujarnya.

“Kami menjualnya per batang Rp. 350, sedangkan panjangnya rata- rata 22 cm. Sedotan bambu ini, ramah lingkungan, karena bisa digunakan lagi, tidak sekali pakai seperti sedotan pada umumnya,” lanjutnya.

Sedangan untuk tas dari rotan, masih belum mampu tembus pasar ekspor. Namun meski begitu, pesanan tas cukup banyak.

Seorang warga yang turut memroduksi sedotan bambu, Atina, mengaku, penghasilannya dari membuat sedotan bambu bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari- hari.

“Saya sudah ikut Pak Nur Ahmadi sejak setahun ini, sehari itu saya bisa mendapatkan penghasilan Rp. 50.000 per harinya. Alhamdulillah ada pendapatan tambahan, kalau untuk tasnya biasanya per minggu dapat 1 anyaman tas ya. Itu upahnya kadang Rp 100.000. Tapi saya lebih banyak ikut buat sedotan bambu,”ujar Atina. []

Berita terkait
Permainan Tradisional di Kedung Klinter Surabaya
Warga Kedung Klinter gang IV, Surabaya mengajak anak-anak warga untuk memainkan permainan tradisional setiap malam MInggu.
Mobil Internet Gratis untuk Anak di Yogyakarta
Seorang jurnalis di Yogyakarta berkolaborasi dengan komunitas Untuk Teman menyediakan internet gratis dan perpustakaan untuk anak.
Kembalinya Sarang Penyu di Pesisir Pantai Koh Samui
Ratusan bayi penyu muncul di kawasan pesisir Pulau Koh Samui, Thailand, sejak pandemi Covid-a9 melanda. Warga setempat juga menemukan sarang.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.