Lain Dulu Lain Sekarang: Politisi Ini Rajin Sindir Jokowi

Lain dulu lain sekarang: politisi ini rajin sindir Jokowi. Siapa saja yang pernah memberikan dukungan untuk Jokowi namun kemudian berbalik menyerang?
Ilustrasi, kawan jadi lawan. (Ilustrator: Rully)

Jakarta, (Tagar 13/7/2018) - Sebelum duduk di kursi orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo hanyalah si tukang kayu. Tak hanya bermetamorfosa dan mengembangkan usaha mebelnya hingga pasar internasional, ia juga sukses menapaki jalan sebagai pemimpin dengan segudang prestasi.

Namun, duduk di kursi tertinggi, perjalanan Jokowi tak melulu mendapatkan kemulusan. Pernah sekali dirinya dipuji dan dicaci. Seperti, penyokong karir politiknya dahulu, kini menjadi penghantar suara kritik paling keras.

Siapa saja yang pernah memberikan suara dukungan untuk Jokowi namun kemudian berbalik menyerangnya?

Kawan Jadi LawanIlustrasi, kawan jadi lawan. (Ilustrator: Rully)

Kawan Jadi Lawan

1. Prabowo Subianto

Siapa yang tak kenal Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Prabowo adalah rival Jokowi di Pilpres 2014. Kekalahan di Pilpres 2014, rupanya tak membuat partai Danjen Kopassus ini gentar. Gerindra, sudah mendeklarasikan kembali dukungannya untuk Prabowo maju di Pilpres 2019.

Sebagai partai oposisi, Gerindra kerap kali melontarkan ketidakpuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Bahkan tak segan melontarkan pidato kontroversial, seperti Indonesia akan bubar tahun 2030 yang diunggah Partai Gerakan Indonesia Raya melalui akun Twitter dan Facebook resminya.

"Di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030," ujar Prabowo dalam video yang diunggah Partai Gerakan Indonesia Raya melalui akun Twitter dan Facebook resminya.

Adapula kritikan keras soal keadaan Indonesia ke depan jika tak mengganti pemimpinannya sekarang.

"Saudara-saudara sekalian, kalau rakyat tidak sadar, atau rakyat mudah dibuai, pemimpin-pemimpin nanti adalah mereka yang ingin meneruskan keadaan yang keliru sekarang, berarti lima tahun lagi akan diteruskan keadaan seperti sekarang. Kekayaan bangsa terus mengalir di luar. Pat gulipat segala macam bentuk pencurian korupsi, penyelewengan, akan semakin canggih dan berani, Undang-Undang dilabrak, keadilan dan hukum tidak diabaikan. Kalau ini dilanjutkan terus, keadaan semakin tidak baik untuk rakyat Indonesia," seperti yang diucapkan Prabowo di Facebook Prabowo Subianto yang diunggah pada Selasa (19/6).

Padahal, jika merunut waktu ke belakang, nyatanya Prabowo mempunyai harapan pada Jokowi saat Pilgub DKI Jakarta 2012 silam. Ia juga ikut andil dalam memenangkan Jokowi di Pilgub DKI Jakarta dan menggelontorkan dana yang besar untuk memenangkan Jokowi-Ahok di Pilgub DKI tahun 2012 silam.

"Kalau itu memang benar. Itu saya undang Pak Jokowi ke Jakarta. Waktu itu kita memang mencari pemimpin yang bersih dan baru untuk mengatasi Jakarta. Kita merasakan waktu itu di Jakarta menjadi kota yang gagal, macet, banjir. Harus ada strategi besar untuk mengatasi Jakarta," ucap Prabowo seperti dikutip dari Majalah Detik edisi 122, Selasa (1/4/2014).

Ia ternyata sudah mengangumi sosok Jokowi yang dinilainya bersih sejak menjadi Wali Kota Solo.

"Wah mudah-mudahan ini harapan baru, orangnya bersih. Saya ajak ke Jakarta. Saya juga menghadap Ibu Mega, berusaha yakinkan Ibu Mega bahwa Pak Jokowi siap mendukung PDIP. Dengan ikhlas tanpa imbalan, mahar politik, ya itulah riwayatnya," tutur Prabowo.

Usut punya usut, beloknya dukungan Prabowo yang kini jadi lawan politik Jokowi sebab Perjanjian Batu Tulis 2009, antara dirinya dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kesepakatan berisi tujuh poin, di antaranya menyebutkan bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dan Megawati mendukung Jokowi di 2014.

"Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014," tertulis tertulis di poin tujuh kesepakatan.
Namun, PDI Perjuangan menolak disebut mengkhianati, karena pada 2009 Megawati tak berhasil menjadi Presiden RI.

2. Hidayat Nur Wahid
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, memang berada di kubu oposisi pemerintahan. Tak ayal, ia kerap kali memberikan sindiran terhadap berbagai keputusan yang diambil Jokowi. Seperti saat Jokowi mengangkat empat staf khusus presiden Mei lalu.

"Ya, lagi-lagi memang Presiden diberi anggaran sangat besar sehingga menggunakannya barangkali untuk hal yang sewajarnya. Tapi rakyat sebenarnya memerlukan bukan sekadar penambahan staf," ujarnya di Kompleks Parlemen, Kamis (17/5).

Sebelum melontarkan berbagai kritikan, siapa sangka Ketua MPR ini dulunya adalah juru kampanye Jokowi dulu. PKS, nyatanya pernah mendukung Jokowi-FX Hadi Rudyatmo untuk maju sebagai Wali Kota Solo periode 2010-2017.

Sampai saat bertarung di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, Mantan Presiden PKS itu masih berhubungan baik dengan Jokowi. Meski saat itu ia mendeklarasikan dukungan pada petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara).

"Saya dulu juru kampanye Jokowi di Solo. Saya masih setia mendukung dia sebagai wali kota di sana. Masa jabatannya lima tahun. Tidak pindah ke tempat lain sebelum masa jabatannya selesai," ujar dia, di kantor DPP PKS, Jakarta, Sabtu (11/8).

3. Fadli Zon

Fadli Zon yang duduk di kursi Wakil Ketua DPR RI menjadi salah seorang politikus yang sering mengkritik berbagai kebijakan Jokowi. Ia sering kali menyoroti perekonomian pemerintahan Jokowi dan secara terang-terangan menyebut ekonomi semakin sulit.

"Cukup satu periodelah, sudah capek. Makin susah, jadi apa yang dilakukan di satu periode ini saja banyak menimbulkan kesulitan di berbagai sektor," ungkap Wakil Ketua Umum Gerindra itu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (31/1).

Padahal, saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Fadli terkesan dengan kepemimpinannya. Seperti dalam sebuah keterangan tertulis kepada wartawan pada 21 September 2012, Fadli Zon pernah memuji Jokowi seperti Umar bin Khattab.

"Umar bin Khattab mengunjungi rakyat di pasar dan rumah-rumah mereka secara langsung, bukan diwakili, begitu juga Jokowi. Saat mengunjungi rakyat, Umar bin Khattab tidak membawa orang untuk mengawalnya karena alasan keamanan disebabkan rasa takut. Begitu juga dengan Jokowi, karena dengan keadilannya memimpin, rakyat mencintai bukan membenci," dalam salah satu kutipannya.

Berbagai manuver politik pendukung Presiden Joko Widodo ini rupanya karena Jokowi yang dengan bebas memberikan ruang bagi kawan maupun lawannya berbicara.

"Saya pikir kan Jokowi seolah memberikan ruang lebar bagi opini publik yang berkembang. Artinya Jokowi tidak mengeluarkan pernyataan apa pun namun membiarkan kawannya bersuara. Yang menurut saya itu malah jadi bumerang," tukas Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati dalam pesan WhatsApp pada Tagar News, di Jakarta (12/7).

Akan tetapi, tak hanya kawan jadi lawan, Jokowi pun berhasil mendapatkan lawan-lawannya menjadi kawan. Para pengkritik Jokowi dulu, berhasil diubahnya menjadi orang yang kerap mengkonfrimasi kebenaran isu yang tak benar di luaran. (nhn)

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu