Kuliner WKT Bantaeng Bertahan Karena Pelanggan

Waroeng Kampoeng Toa atau WKT di Kabupaten Bantaeng memiliki menu favorit yang selalu ramai dikunjungi pelanggan.
Gerbang Waroeng Kampoeng Toa yang sangat kental budaya dengan menampilkan Lipa Sakbe di tiangnya di Kabupaten Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Hari itu suasananya begitu sejuk, tampak dua buah tiang dari semen yang diukir menyerupai kayu merupakan pemandangan begitu unik dan menarik. Kedua tiang itu dililit dengan kain bercorak kotak-kotak yang merupakan kain sarung bernama Lipa Sakbe, khas Sulawesi Selatan. Tidak jauh kedepan sebuah musala di sisi kiri, dan dapur pembakaran sebelah kanan.

Hanya berjarak kurang lebih tiga meter dari gerbang, rumah makan dengan konsep tradisional terhampar di depan mata dengan model terbuka dan terdiri dari beberapa bagian.

Setiba disana pengujung bisa memilih apakah ingin menikmati hidangan dengan menggunakan meja kursi yang tersedia di bagian depan atau menginginkan makan dengan model lesehan di bagian belakang. 

Pemandangan itu ialah di Waroeng Kampoeng Toa atau WKT yang kini marak dikunjungi pecinta kuliner kabupaten Bantaeng. Yakni kabupaten kecil di sebelah Selatan pulau Sulawesi, dan berjarak 120 kilometer dari kota Makassar. WKT sendiri beralamat di jalan Lingkar, tepatnya tak jauh dari persimpangan jalan Merpati Baru dan jalan Elang. Dari persimpangan WKT terletak di sisi kanan jalan.

Dibangun di atas tanah seluas 15 x 80 meter itu, WTK terlihat benar-benar unik. Yang mana di sekeliling, sisi kiri kanan dan belakang warung, pengunjung dimanjakan dengan pesona hamparan sawah yang sangat indah. Hijaunya padi, pepohonan serta deretan pegunungan jadi latar yang benar-benar menggugah selera.

Ikan Bantaeng tidak makan karang, jadi kualitas dagingnya baik.

Beberapa spot selfie tersedia. Ada yang latar sawah dan pegunungan, atau bisa juga berswafoto dengan beberapa jenis burung yang ada di sana. Sepertinya si Nuri dan kawan-kawannya sengaja dipasang untuk pemanis dan hiburan agar tamu tidak jenuh dan bosan. Saking jinaknya, orang-orang tak segan menghabiskan waktu berlama-lama. Utamanya pengunjung anak-anak.

Setelah berkeliling, saatnya untuk mencicipi menu-menu yang disajikan warung makan yang tersohor di kabupaten bertajuk Butta Toa ini. Di tabel menu tersaji pilihan beragam makanan mulai dari ayam kampung, ayam potong, ikan, seafood, berbagai macam sayuran serta aneka jus buah segar. Semuanya pun dikelola berbagai macam pula, mulai dari bakar, goreng, panggang dan masak. 

WKT BantaengPegunjung sedang menikmati kuliner di Waroeng Kampoeng Toa di Kabupaten Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Pengunjung tidak akan menyesal karena banyaknya pilihan yang tersaji. Dan yang pasti semua lezat karena diolah dengan resep khas ala WKT. 

Harganya pun bervariasi. Mulai dari sayuran seharga Rp. 3.000 sampai Rp. 8.000 perporsi. Sementara harga paket nasi, sup dan ayam bakar dibanderol Rp.25.000 dan seporsi ikan mulai harga puluhan sampai ratusan ribu itu tergantung dari ukuran ikan yang akan dipesan.

Dari Hobi Sampai ke Dapur

Tentu saja, Waroeng Kampoeng Toa tidak serta merta berdiri. Namun ada rentetan kisah haru yang menjadi pondasi terkuatnya. Hal tersebut diungkapkan sang pemilik, Nur Ikhsan, saat dijumpai Tagar, Rabu, 1 Januari 2020. Ikhsan berbagi kisah, suka duka serta jatuh bangun ia dalam menjalankan bisnisnya. Baginya apa yang ia capai saat ini adalah buah dari kegigihan serta dukungan dan doa dari orang-orang sekitarnya.

Berawal dari hobi, sejak lajang pria kelahiran Bantaeng, 25 Januari 1991 ini mengaku paling suka bereksperimen di dapur saat rumah sedang sepi. Dari situ ia mulai berkarya menciptakan berbagai rasa sampai akhirnya ia memutuskan untuk mempromosikan satu dari mahakaryanya. 

Tentu saja bukan makanan yang biasa. Ia memadu padankan resep biasa dengan inovasi baru sehingga menjadi masakan yang luar biasa. Dan jadilah seporsi nasi goreng bakar yang nikmat menggugah selera.

WKT BantaengNur Ikhsan pemilik Waroeng Kampoeng Toa di Kabupaten Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Dia mengaku cukup puas dengan satu menu tersebut. Kemudian iseng-iseng ia pun mulai mempromosikannya di laman Facebook. Seporsi dihargai senilai Rp. 20.000. Berbekal daun pisang yang diambil tak jauh dari rumahnya, tak disangka hasil postingan yang iseng-iseng itu akhirnya tembus sebanyak 70 porsi. Berangkat dari situ ia pun mulai kebanjiran orderan nasi goreng bakar setiap hari.

Sampai waktu siang hari biasanya saya menyiapkan 80-100 ekor ikan dan itu selalu habis.

Karena orderan yang terus membludak, pada tahun 2015 ia memberanikan diri mengambil pinjaman sebesar 30 juta dari Bank. Kemudian menyewa lokasi seluas 10x30 meter persegi di jalan Elang, tak jauh dari Puskesmas kota. Di sana ia membangun sebuah kedai sederhana. Ia bertahan di sana selama tiga tahun. Ditengah manisnya bisnis bergulir, pemilik tanah meminta Ikhsan untuk segera mengakhiri kontrak. Tentu saja hal itu adalah pukulan besar bagi seorang pelaku bisnis.

Ikhsan mengaku sangat kecewa atas kejadian tersebut, namun ia tak berhenti begitu saja. Nasib baik bersambung, setelah sana sini mencari akhirnya ia berhasil membeli sepetak tanah yang cukup luas. Di sanalah kini Waroeng Kamoeng Toa berdiri. Meski awalnya Ikhsan cukup ragu apakah pelanggannya masih akan datang ke tempatnya, mengingat lokasi WKT kini berada cukup terpencil.

Kekuatan Dukungan Pelanggan 

Ikhsan mengaku menerima banyak support bahkan dari pelanggannya sendiri. Mereka memberi semangat, karena WKT akan senantiasa ramai karena sudah memiliki pelanggan yang menyukai cita rasanya. 

Tentu saja hal ini adalah pembangkit semangat bagi Ikhsan. Bahkan ia mengaku pengunjungnya kini menjadi tiga kali lipat dari biasanya. Di tempat yang baru ia semakin leluasa berkarya karena membangun usaha di atas lahannya sendiri. Bahkan setelah setahun berada di sana, ia mampu membeli sepetak tanah lagi yang berada tepat di belakang WKT, ia memang rencana membangun usahanya lebih besar dan luas agar pengunjung semakin senang datang bersantap di tempatnya.

Waroeng Kampoeng Toa Kabupaten BantaengPara pengunjung berswafoto di Waroeng Kampoeng Toa Kabupaten Bantaeng dengan berlatar hamparan sawah. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

"Rencana nanti akan ada gazebo-gazebo jadi semakin kerasa makan di tengah sawahnya," ujar Ikhsan.

Ia tak lagi ragu karena saat ini pelanggannya semakin banyak. Ia juga telah bekerja sama dengan banyak travel. Sehingga pengunjungnya bukan hanya dari kota Bantaeng. Biasanya traveler yang menuju kabupaten bulukumba akan transit di tempatnya dan mencicipi sajian ala WKT.

Menu Andalan WKT

Selama lebih dari setahun eksis di tempat baru, Ikhsan mengaku terkejut dengan hasil yang ia dapatkan. Saat ini ia dibantu 11 orang karyawan dan masih akan mencari lagi. WKT buka setiap hari mulai pukul 9 pagi sampai 9.30 malam. Selama lebih dari 12 bulan ia semakin tahu apa saja yang menjadi favorit dari pelanggannya.

Setelah tersedia menu ikan, rupanya menu inilah yang paling banyak dipesan oleh pengunjung. Walau terbilang mahal namun hal itu tak menyurutkan pesanan. Tentu saja, bagi Ikhsan sendiri hal tersebut dikarenakan kualitas dari ikan yang ia sajikan di WKT. Ikhsan tidak menggunakan ikan dari daerah lain, ia hanya mengambil ikan Bantaeng saja.

"Ikan Bantaeng memang harganya di atas rata-rata tapi ikan di sini tidak makan karang, jadi kualitas dagingnya baik," tutur Ikhsan.

Menurut pengalamannya, pengunjung bisa membedakan kualitas ikan berdasarkan tekstur dagingnya. Untuk daging ikan Bantaeng teksturnya padat dan dagingnya tidak terpisah dari tulang.

"Sampai waktu siang hari biasanya saya menyiapkan 80-100 ekor ikan dan itu selalu habis," kata Ikhsan. Kesegaran ikan juga terjaga, bahkan tak sampai menyentuh freezer atau pendingin.

Bicara soal omzet, WKT sudah mengantongi nominal 5 juta perhari apabila sedang sepi dan bisa sampai 13 juta atau lebih saat sedang ramai. Ikhsan berharap semoga WKT terus sukses dan disukai banyak wisatawan yang berkunjung di Bantaeng. []

Baca cerita lainnya: 

Berita terkait
Misteri Makhluk Penunggu Sungai Afareng di Sinjai
Warga sekitar menyakini di dasar sungai Afareng di Sinjai ada makhluk penunggu. Sosok berambut dan berkuku panjang.
Menikmati Kuliner Sukabumi di Bantaeng
Bubur Ayam Sukabumi memang terkenal di mana-mana. Kuliner ini jadi salah satu menu favorit masyarakat Kabupaten Bantaeng Sulsel.
Pesona Bunga Matahari di Taman Lonrong Bantaeng
Kabupaten Bantaeng, Sul-Sel, kini memiliki sebuah taman bunga Mataahari. Taman yang lahir di atas cemooh dan rasa tidak percaya masyarakat.