Kuliner Pisang di Cilacap yang Bergantung pada Matahari

Lasidan, 70 tahun, telah puluhan tahun menjadi pengusaha sale pisang di Cilacap, Jawa Tengah. Ini proses pembuatan dan alat yang digunakan Lasidan.
Seorang karyawan Lasidan sedang menjemur pisang-pisang yang akan dijadikan sale pisang. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Cilacap – Ojan mengangkat semacam nampan berisi pisang yang setengah kering setelah dijemur selama seharian. Pria berusia 40 tahun ini terlihat sibuk bolak balik di antara belasan nampan di halaman rumah Lasidan Hadi Prayitno, 72 tahun.

Topi berwarna krem yang menutupi kepala Ojan, menjadi peneduh dari teriknya sinar matahari siang itu, Jumat, 4 Desember 2020.

Seneng banget hari ini panas, jadi produksi sale bisa berjalan lancar hari ini.”

Warga Desa Sudagaran, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini kembali melanjutkan aktivitasnya. Ojan sudah hampir sepuluh tahun bekerja di usaha pembuatan sale pisang milik Lasidan, di Desa Tinggarjaya, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap.

Tidak jauh dari tempat penjemuran pisang, terdapat bangunan dari batu bata. Dalam bangunan tanpa dinding itu tampak lubang persegi empat yang memanjang dari depan ke belakang. Lubang itu adalah oven yang digunakan untuk membakar pisang.

Bahan Baku Melimpah

Pisang-pisang yang dijemur untuk dijadikan sale pisang tersebut adalah jenis pisang raja siem. Pisang jenis ini cukup melimpah di daerah Cilacap. Selain itu harganya juga murah, dan yang terpenting, teksturnya yang lembut sangat cocok dijadikan sale pisang.

“Pisang raja siem di sini kan banyak, terus harganya murah jadi saya berpikir untuk memanfaatkannya,” kata Lasidan yang mengaku mendapatkan ide membuka usaha pembuatan pisang sale dan mempelajari caranya saat bersekolah di Bandung.

Lasidan sempat mencoba membuat sale pisang dengan pisang jenis lain, namun hasilnya kurang memuaskan dan tidak sebagus sale dari pisang raja siem.

Akhirnya dia kembali hanya menggunakan jenis pisang raja siem sebagai bahan baku sale buatannya. 

Pernah coba pisang ambon, tapi lama banget keringnya. Jadi memperlama proses produksi.

Dalam sehari Lasidan bisa memroduksi sale pisang hingga lima kuintal. Sedangkan pesanan yang datang bisa mencapai 40 kuintal dalam sepekan.

Meski jumlah produksi dan permintaan sale pisang tersebut cukup banyak, Lasidan tidak memberi nama atau merk pada sale pisang buatannya. Alasannya karena di tempat produksi sale pisang ini pengemasan biasanya bukan dilakukan oleh pihaknya. Pelanggan yang membeli dalam jumlah banyak mengemas sendiri sale pisang buatan Lasidan dengan merk masing-masing.

“Di sini, orang-orang sudah tahu saya tukang sale, jadi mereka akan nyamperin kesini,” ucapnya.

Lasidan memiliki cara jitu agar pisang sale buatannya tetap laris dan bertahan di pasaran, yakni dengan menjaga kualitas dan kepercayaan para pelanggan. “Bikinlah barang yang bagus, kualitas dan kuantitas dijaga supaya pembeli selalu balik lagi,” kata dia melanjutkan.

Cerita Sale Pisang (2)Sale pisang yang sudah dijemur kemudian dipanggang di atas oven buatan. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Saat ini pelanggan sale pisang buatan Mbah Lasidan sudah tersebar di berbagai daerah, di antaranya Semarang, Yogyakarta, Bogor hingga Jakarta. Omzet penjualan sale pisang milik Mbah Lasidan ini bisa mencapai Rp 200 juta per bulan, jika orderan penuh.

Tetapi omzetnya menurun sejak pandemi Covid-19. Banyak pelanggan yang menghentikan pembeliannya selama pandemi. “Pandemi ini yang paling kerasa banget susahnya,” ujarnya setengah mengeluh.

Bahkan produksi sale pisang sempat terhenti selama tiga bulan akibat sepinya pembeli. Dampaknya, dia rugi sampai puluhan juta rupiah. “Saking sepinya sampai bahan baku terbuang dan rugi Rp 15 juta per hari,” kenangnya.

Produksi sale pisang mulai kembali beroperasi sejak Juli 2020. Pesanan sudah mulai berdatangan dan karyawan Lasidan yang berjumlah sepuluh orang kembali bekerja setelah beberapa bulan diliburkan. “Sekarang sudah mulai pelan-pelan bangkit lagi,” tambahnya.

Selain pandemi Covid-19, Lasidan mengaku pernah merugi karena harus membuang seluruh pisang yang sedang dijemur, yakni saat Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah meletus beberapa tahun lalu. “Abu Merapi kan pernah sampai sini, pas itu semua pisang akhirnya dibuang karena ketutup abu,” kata dia mengenang.

Bergantung pada Matahari

Pembuatan sale pisang yang telah digeluti oleh Lasidan sejak tahun 1970 ini sangat tergantung pada sinar matahari sebagai sumber utama pengeringan. Bahkan saking pentingnya penjemuran di bawah sinar matahari, Lasidan mengatakan bahwa pisang harus terkena sinar matahari meskipun hanya sehari.

“Tapi matahari itu penting, kalau nggak pakai matahari sama sekali hasilnya jelek. Nanti bisa dijual murah,” ucapnya.

Saat musim hujan, sinar matahari cukup sulit didapatkan. Hal itu juga berpengaruh pada proses pemanggangan di oven, yakni memakan waktu lebih lama.

Dari tiga jenis sale pisang yang dibuatnya, sale pisang basah merupakan yang terbanyak diproduksi. Sale pisang jenis cukup mudah dibuat tetapi memerlukan waktu produksi yang lebih lama.

Lasidan menjelaskan cara pembuatan sale pisang basah. Pertama-tama, pisang raja siem yang sudah matang dikupas. Kemudian pisang ditata dalam papan yang terbuat dari bambu, yang oleh warga setempat disebut rigen.

“Semua alatnya harus bersih dan steril supaya pisangnya tidak rusak,” ucap Mbah Lasidan menegaskan.

Selanjutnya, pisang dijemur selama sehari penuh sebelum masuk ke tahap sortir. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan pisang berukuran besar dan kecil. Di tahap penyortiran awal ini juga dipilih pisang mana yang layak masuk kualitas super.

“Kalau ada pisang yang agak mentah, baru dijemur sehari sudah kelihatan kering. Itu perlu dipisahkan,” ujarnya melanjutkan, sambil mengawasi karyawannya bekerja.

Yanti, putri Mbah Lasidan, menambahkan pisang-pisang itu kemudian dimasukkan ke dalam oven pemanggang. Setelah selesai proses pemanggangan, pisang kembali disortir untuk memilih pisang kualitas super. Pisang yang ada bijinya masuk dalam pisang kualitas bukan super.

Setelah dipisahkan, pisang-pisang yang sudah dipanggang itu kemudian kembali dijemur selama dua hari sebelum dikemas.

Sale pisang jenis lain adalah sale pisang press. Pisang yang sudah matang dipipihkan dengan menggunakan alat press. Kemudian pisang tersebut dijemur selama kurang lebih tiga hari, lalu bisa langsung digoreng menggunakan tepung beras atau disimpan terlebih dahulu.

Sale pisang yang terakhir yaitu sale pisang keju. Sale ini dibuat menggunakan bahan baku pisang pipih yang dibeli dari orang lain.

“Bahannya namanya gaplek sale, kita beli gapleknya lalu tinggal digoreng,” kata Yanti yang saat itu sedang membantu mencatat kegiatan jual beli.

Yanti menambahkan, peralatan yang digunakan dalam pembuatan sale pisang cukup unik dan berbeda dengan alat dengan fungsi sama. Kompor untuk penggorengan misalnya, dibuat sendiri oleh Mbah Lasidan.

Kompor penggorengan berbentuk melingkar dan dibuat lengkung di atasnya, sehingga dapat langsung digunakan tanpa memerlukan wajan yang besar. “Di atasnya ini dibersihkan, dan bisa langsung buat goreng,” ujar Yanti.

Cerita Sale Pisang (3)Oven tempat pembakaran pisang yang sudah dijemur terbuat dari batu bata yang disusun memanjang. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Selain kompor, oven yang digunakan untuk memanggang pun berbeda dengan oven pada umumnya. Perbedaan itu mulai dari bahan pembuat oven, bentuk, hingga bahan bakarnya. Oven tersebut dibuat dari tumpukan batu bata yang dibentuk memanjang, dengan bahan bakar sekam padi.

Cara penggunaannya, sekam padi disebar merata ke seluruh bagian oven. Kemudian di atasnya diberi sabut kelapa kering. Tujuannya untuk memancing api agar membakar seluruh sekam. Selanjutnya pisang yang telah dijemur seharian diletakkan di atas oven selama semalam. []

(Mia Setya Ningsih)

Berita terkait
7 Jam Mengaduk di Tungku Panas demi Dodol Betawi Nikmat
Dodol Betawi dikenal dengan rasanya yang manis. Namun ternyata tak mudah untuk membuatnya. Pembuat dodol harus mengaduk 7 jam di depan tungku.
Cerita Pemakaman di Pemukiman dan Suara Keranda Tengah Malam
Salah satu lokasi pemukiman di Yogyakarta dulunya adalah kompleks pemakaman. Hingga saat ini masih ada beberapa makam di dalam rumah warga.
Cara Gadis Cilacap Bertarung Melawan Pagebluk
Seorang gadis berusia 20 tahun dari Cilacap, Jawa Tengah, terpaksa berhenti dari pekerjaannya akibat pandemi. Ini yang dilakukannya saat ini.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.