Kronologi Geng Gerindra dalam Kasus Lobster

Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang membuka keran eskpor benih lobster atau benur menimbulkan pro dan kontra.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Jakarta - Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo yang membuka keran eskpor benih lobster atau benur menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, kebijakan itu ditutup ketika Menteri KKP dijabat Susi Pudjiastuti.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodipuro membela habis-habisan kebijakan Edhy untuk bukanya pintu ekspor benur.

Bahkan, Darori juga menyinggung polemik yang terjadi dikarekanan keterlibatan mantan menteri KKP yang masih belum rela mananggalkan jabatannya. 

"Ada mantan menteri belum rela melepaskan jabatannya. Kok yang direcokin lobster?" kata Darori dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin, 6 Juli 2020. 

1. Ekspor Disetop Susi

Ketika masih sebagai menteri KKP, Susi memang kerap mengutarakan kekhawatirannya terhadap besarnya ekspor benih lobster ke Vietnam yang akan akan membuat kerusakan ekologi Indonesia.

Pasalnya, jika ditilik tingginya permintaan benih lobster dari Vietnam akan berdampak pada benih lobster dieksploitasi lewat penangkapan besar-besaran. Harapan Susi, jika benur dibiarkan hidup di laut bebas, bisa bernilai sangat tinggi saat lobster dewasa ditangkap nelayan pada masa mendatang.

Dalam kritikannya, Susi membicarakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) eskpor benih lobster yang kecil. Sesuai PP 75 Tahun 2015, tarif PNBP ekspor benih lobster atau benih krustacea adalah Rp 250 per 1.000 ekor benih lobster.

Dalam pelaksanaannya, dua perusahaan pengekspor benur, yakni PT ASL dan PT TAM mengekspor masing-masing 37.500 ekor dan 60.000 ekor benih lobster.

Artinya, bila 37.500 ekor benih lobster dikali Rp 250 per 1.000 ekor, negara hanya menerima PNBP ekspor benih lobster sekitar Rp 9.375 dari satu kali ekspor.

Sementara dari PT TAM, negara hanya menerima PNBP ekspor benih lobster Rp 15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor.

"PNBP ekspor bibit lobster Rp 250 per 1.000 ekor. Satu kali ekspor dapat satu bungkus rokok masuk ke rekening negara," tulis Susi dalam akun Twitternya, Kamis, 25 Juni 2020.

Baca juga: Ditanya Ekspor Lobster, Menteri Edhy Prabowo Bungkam

2. Jawaban Menteri Edhy Terhadap Susi

Menteri KKP Edhy Prabowo menegaskan ekspor benih lobster dikenakan pajak dan besarannya tergantung margin penjualan. PNBP ekspor benih lobster disesuaikan dengan harga pasar.

Menurutnya, pemasukan negara dapat berjalan seiring dengan kesiapan budidaya dalam negeri. Artinya, jika suatu saat pembudidaya dalam negeri sudah mampu, ekpor benur tidak perlu diteruskan.

"PNBP ekspor benih lobster ini sangat transparan, lho. Hanya mereka yang mengekspor saja yang bayar, bukan nelayan atau yang cuma berbudidaya. Aturan PNBP pun disesuaikan dengan harga pasar," tutur Edhy.

3. Politisi Gerindra dalam Pusaran Eksportir Benur

Mengutip laporan Majalah Tempo Edisi Senin, 6 Juli 2020, terdapat 25 perseroan terbatas (PT), 3 persekutuan komanditer (CV), dan 2 usaha dagang (UD) yang menjadi pengekspor benur.

Terdapat sejumlah kader partai Gerindra yang menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan eksportir benur lobster tersebut. Di PT Royal Samudera Nusantara, terdapat nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama.

Ahmad Bahtiar adalah Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya alias Gerindra. Selain itu, Bahtiar juga menjadi Kepala Departemen Koordinasi dan Pembinaan Organisasi Sayap partai yang juga menaungi Menteri Edhy itu.

Kemudian juga ada PT Bima Sakti Mutiara, yang hampir semua sahamnya dimiliki PT Arsari Pratama. Komisaris Bima Sakti adalah Hashim Sujono Djojohadikusumo, adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra. 

Tak hanya itu, putri Hashim yaitu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang merupakan Direktur Utama PT Arsari Pratama juga masuk dalam daftar pengekspor lobster.

Selanjutnya, ada PT Agro Industri Nasional (Agrinas) yang saham perusahaannya dikuasai oleh Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan. Namun direksi dan komisarisnya didominasi kader Gerindra.

Dalam struktur organisasi perusahaan tersebut, ada nama Rauf Purnama (anggota Dewan Pakar Gerindra), yang menjabat sebagai Direktur Utamanya.

Kemudian direkturnya, Dirgayuza Setiawan (ketua Bidang Media Sosial dan Informasi Publik Gerindra), Harryadin Mahardika (calon anggota DPR 2019-2024 dari Gerindra), Simon Aloysius Mantiri (anggota Dewan Pembinan Gerindra).

Baca juga: Masih Soal Benih Lobster, Menteri Edhy Restui Ekspor

4. Respons Edhy Dituding Kolusi

Saat melakukan kunjungan kerja di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kecamatan Tega Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Selasa 7 Juli 2020, Edhy enggan menanggapi tudingan dirinya yang dianggap kolusi.

Edhy hanya melempar senyum ketika dicecar pertanyaan oleh wartawan. Hingga memasuki mobil, Edhy tetap bergeming, tak mau menjawab pertanyaan awak media.

Namun sebelumnya, Edhy sempat mengaku mempersilakan pihak lain untuk mengkritiknya terkait keterlibatan beberapa kader Gerindra dalam daftar calon eksportir benih lobster yang telah diverifikasi oleh KKP.

Edhy menampik isu bahwa dia yang menentukan kader partai naungannya itu sebagai eksportir. Sebab, kata dia, dari 26 perusahaan yang namanya sudah terekspos, hanya ada beberapa nama kader Gerindra yang dikenalnya.

"Kalau memang ada yang menilai ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah. Saya siap dikritik tentang itu. Tapi, coba hitung berapa yang diceritakan itu? Mungkin tidak lebih dari lima orang atau dua orang yang saya kenal. Sisanya 26 orang (perusahaan) itu, semua orang Indonesia," kata Edhy dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin, 6 Juli 2020.

Bahkan, Edhy berkelit jika urusan pemberian izin eksportir bukan ada di tangannya. Surat perintah diterbitkan oleh tim yang terdiri dari Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya, dan BKIPM. Tim juga melibatkan Inspektorat Jenderal dan diawasi oleh Sekretaris Jenderal. 

"Yang memutuskan juga bukan saya, (Tapi) tim. Tapi ingat, tim juga saya kontrol agar mengikuti kaidah," tutur Edhy.

Dia menyatakan, 31 calon eksportir yang datanya telah diverifikasi bukanlah mendapat hak istimewa untuk menangkap benih lobster. Siapa pun boleh mengajukan izin, baik dari perusahaan maupun perorangan.

Mereka yang telah terverifikasi bakal menjadi eksportir selama bisa memenuhi syarat yang telah ditentukan. Salah satu syaratnya adalah memiliki kemampuan budidaya dan melepaskan 2 persen lobster ke asal.

"Dulu (awal-awal) dipermasalahkan begitu keluar sembilan perusahaan, dibilang diberi privilege. Sembilan itu lagi proses semua. Terus berjalan sekarang sampai 31," kata Edhy. []

Berita terkait
Ditanya Ekspor Lobster, Menteri Edhy Prabowo Bungkam
Alih-alih memberi jawaban, Menteri KKP Edhy Prabowo bungkam dan hanya tersenyum saat ditanya soal kebijakan ekspor benih lobster.
Janji Menteri Edhy Prabowo Saat Kunker ke Cirebon
Kapal yang ada di desa Gebang Mekar, Cirebon cukup banyak, sehingga potensi besar ini harus bisa dimaksimalkan.
Menteri Edhy: KKP Fokus pada Dugaan Eksploitasi ABK
Menteri Edhy: Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News.