Jakarta - Kriminolog Reza Indragiri Amriel turut mengomentari panjang lebar soal aksi penusukkan yang dialami Syekh Ali Jaber ketika berceramah di salah satu masjid di Kota Bandar Lampung, Minggu, 13 September 2020 sore.
Ini merupakan modus klasik, modus yang ramai digunakan para pelaku kejahatan.
Menurutnya, persoalan pelaku penusukan tersebut tidak semata-mata tentang orang yang diduga mengidap gangguan jiwa. Namun tentang perbedaan tentang dugaan gangguan jiwa itu sendiri.
"Saya khawatir, klaim gangguan jiwa tersebut tak lebih tak kurang hanya sebagai modus klasik, pura-pura sakit," katanya saat diwawancarai Tagar TV, Selasa, 15 Sep 2020.
Ahli psikologi forensik itu menuturkan, kasus pelaku mensiasati proses dengan alasan gangguan jiwa bukan sekali dua kali terjadi. Hal ini dilakukan agar proses hukumnya tidak berjalan. Jika pun berjalan, maka vonisnya kadang kala tidak bersalah atau diringankan.
"Ini merupakan modus klasik, modus yang ramai digunakan para pelaku kejahatan, maka saya sepakat dengan apa yang dikemukakan Pak Din Syamsudin bahwa kita sedang menghadapi pelaku kejahatan yang mengelabui proses penegakan hukum," katanya.
Dia mengingat acap kalinya kasus koruptor pun melakukan pengaburan. Misalnya, saat diciduk KPK mereka dalam keadaan. Namun esok harinya, mereka mengaku kumat.
"Ada yang mengaku diare tak berkeputusan, migrain, ada yang kecelakaan kemudian kepalanya bengkak sebesar bakpao. Ada saja ulah mereka untuk menujukkan kalau mereka sedang merana karena ditimpa penyakit baik itu penyakit fisik maupun penyakit psikis," tuturnya.
Dia mengingatkan agar otoritas penegak hukum tidak mudah termakan tipu muslihat yang dilakukan para pelaku kejahatan. []
Tonton wawancara lengkap Kriminolog, Reza Indragiri Amriel, bersama Tagar TV tentang polemik penusukan Syekh Ali Jaber: