KPK Tangkap Hakim, MA Diharapkan Benahi Sistem Pembinaan

Menanggapi OTT KPK terhadap seorang hakim di Bengkulu, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi berharap MA dapat membenahi sistem pembinaan hakim.
OTT KPK DI BENGKULU Terduga suap Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Bengkulu menutup kepalanya dengan kain saat akan meninggalkan Reskrimum Polda Bengkulu, Kamis (7/9). Pasca Operasi Tangkap Tangan yang pada Rabu (6/9) malam, KPK mengamankan lima orang terduga suap yaitu hakim PN Bengkulu Suryana, Panitera akitif PN Bengkulu Hendra, Mantan Panitera pengganti PN Bengkulu Dahniar besera dua anaknya Deni Agus dan Vidia yang diduga suap atas vonis kasus korupsi mantan pejabat teknis (PPTK) Dinas Pendapatan Pengelolahan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu Wilson pada tahun 2013 yang merugikan negara sebesar Rp 500 juta. (Foto: Ant/David Muharmansyah).

Jakarta, (Tagar 7/9/2017) – Menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap seorang hakim di Bengkulu, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi berharap Mahkamah Agung (MA) dapat membenahi sistem pembinaan hakim.

"Diharapkan benar pimpinan MA dapat memimpin upaya bersih-bersih dan pembenahan internal," ujar Farid di Jakarta, Kamis (7/9).

"MA harus mampu meyakinkan dirinya dan publik bahwa perbuatan merendahkan profesi dan lembaga peradilan adalah perbuatan tercela dan juga biang pengkhianatan yang mesti dicari jalan keluarnya," imbuhnya.

Farid kemudian memaparkan bahwa pada 2016, berdasarkan catatan KY, terdapat 28 orang aparat pengadilan (hakim, panitera dan pegawai lainnya) yang juga terkena OTT KPK. "Sebulan kemarin panitera pengganti di PN Jaksel juga kena OTT KPK," ungkapnya.

KY menilai data-data tersebut menunjukkan bahwa kasus korupsi atau penyuapan yang menyeret aparat penegak hukum bukan lagi persoalan "oknum", tetapi menurutnya ada sistem pembinaan yang tidak berjalan di MA.

"Disebut bukan oknum karena kejadian ini terus berulang dan rentang waktu yang tidak terlalu jauh," jelas Farid.

Farid mengatakan, kondisi ini membuktikan bahwa sistem pengawasan MA terhadap sekitar 7.600 orang hakim dan 22.000 aparatur pengadilan serta 840 pengadilan, tidak berjalan dengan baik. (yps/ant)

Berita terkait