TAGAR.id, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Perspektif Jakarta (LKSP) Andre Vincent Wenas menegaskan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi Formula E perlu keberanian ekstra dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Untuk membongkar tuntas perlu keberanian ekstra dari KPK, itu kalau KPK masih mengklaim dirinya independen," ujar Andre dalam keterangannya pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Menurut Andre, upaya dan langkah KPK untuk membongkar kasus Formula-E memiliki konsekuensi yakni turut mengungkap dugaan keterlibatan banyak pihak di dalamnya. "Ke depan, parlemen Jakarta perlu 'cuci darah', harus diganti dengan darah baru," kata Andre.
Andre menyatakan bahwa kasus Formula-E merupakan kasus sederhana, namun dia menduga hanya lantaran adanya keterlibatan banyak pihak berpengaruh yang terlibat dari awalnya sehingga terasa keras sekali upaya menutupi serta mengaburkannya.
"Jadi semua fraksi (partai politik) yang terlibat dalam persetujuan itu mestinya ikut bertanggungjawab. Ini indikasi korupsi berjamaah oleh eksekutif dan legislatif! Ini konspirasi, itu tak bisa dipungkiri," ujarnya.
"Maka sejak itulah 'proyek Formula-E' yang dicurigai sebagai 'proyek bancakan berjamaah' itu dihalang-halangi dan dipersulit upaya pengungkapannya. Ini jelas konspirasi bancakan anggaran," tambahnya.
Dengan Lengsernya Anies, KPK Harusnya Bisa Tingkatkan Kasus Formula E ke Penyidikan
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas mengatakan dengan berakhirnya masa jabatan Anies Baswedan pada tanggal 16 Oktober 2022 seharusnya lebih mempermudah KPK melakukan pendalaman atas kasus Formula E.
"Seharusnya KPK bisa segera menentukan status kasus Formula E apakah layak ditingkatkan kepenyidikan dan menetapkan Anies Baswedan sebagai tersangka," jelasnya.
Kata dia, lamanya penanganan kasus Formula E oleh KPK dan belum ada keputusan membuat lembaga anti rasuah tersebut semakin kehilangan kepercayaan masyarakat, apalagi ada upaya penggiringan opini dari sekelompok orang bahwa penanganan kasus Formula E tidak murni persoalan hukum.
"Pejabat Gubernur DKI Jakarta yang akan meneruskan kepemimpinan Anies Baswedan akan menerima limpahan tugas berat dan tanggung jawab akibat keputusan Anies selama memimpin DKI Jakarta," jelasnya lagi.
Fernando mencontohkan, seperti penyelenggaraan Formula E yang kontraknya dilakukan oleh Anies sampai pada tahun kedua dan ketiga. Seharusnya, kata Fernando, kebijakan tersebut tidak boleh dilakukan oleh gubernur karena penyelenggaraan tahun kedua dan ketiga dilaksanakan pada saat masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah selesai.
"Sebaiknya Pejabat Gubernur DKI Jakarta melakukan konsultasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk bisa dibatalkan penyelenggaraan Formula E ditahun ke 2 dan ke 3," pungkasnya.[]
Baca Juga:
- Kritik Menohok Romli Atmasasmita ke Saut Simutorang Soal Kasus Formula E, Begini Katanya
- KPK Diminta Jelaskan ke Publik Soal Dugaan Niat Jahat (Mens Rea) di Kasus Formula E