Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuktikan dugaan adanya signature bonus sebesar 500 juta us dollar dalam perpanjangan kontrak Blok Corridor di Sumatera Selatan. Hal itu dikatakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono.
Lalu Arief mengatakan, ada yang tidak beres dalam perpanjangan kontrak Blok Corridor. Besar kemungkinan ada permainan, kontraknya habis 2023, tapi sudah diperpanjang hingga 2043.
"Nah ini KPK harus bisa melakukan penyidikan dengan kasus BLok Corridor, jangan-jangan ada dugaan suap menyuap dan melawan aturan dan UU," kata Arief dalam keterangan pers yang diterima Tagar, Kamis, 22 Agustus 2019.
Kontrak habis, tapi negara harus membayar.
Kalau Menteri ESDM ada niat, kata Arief, memperkuat ketahanan energi dan menguntungkan negara, Blok Corridor diberikan hak pengelolaannya kepada Pertamina.
"Permodalan dan kemampuan Pertamina sudah tak diragukan kok dan pasti mampu menguasai 100 persen pengelolaan Blok Corridor," ujarnya.
Menjadi pertanyaan kenapa ada signature bonus yang dibayarkan oleh Pertamina ke Blok Corridor sebesar 500 juta US Dollar.
"Logikanya mereka yang perpanjang kontrak, kenapa kita yang mengeluarkan uang. Ini jelas sangat aneh, KPK harus masuk," katanya.
Presiden Jokowi, kata Arief, harus jeli dengan cara kerja Jonan yang lebih banyak menguntungkan asing dibanding BUMN. Semangat presiden tentang nawacita, tentu bertolak belakang dengan sikap Jonan.
"Harusnya kan para menteri ini mengikuti program nawacita. Kita harus nasionalkan tambang-tambang kita," ucapnya.
Diketahui, Blok Corridor dikendalikan oleh salah satu perusahaan CEJ, seharusnya menjadi prioritas Pertamina. Di tengah kondisi keuangan pertamina, kenapa malah justru mengeluarkan dana.
"Kontrak habis, tapi negara harus membayar. Ada yang salah dengan birokrat kita atau memang ada permainan," ujar Arief.
Keputusan pemerintah yang memperpanjang Blok Corridor bagi pengelola eksisting. Sebab, blok yang habis masa kontraknya atau terminasi jadi tidak dapat diberikan sepenuhnya kepada perusahaan pelat merah, yakni Pertamina.
Kehadiran Permen No. 23 Tahun 2018 yang mencabut Permen ESDM No. 15 Tahun 2015. Sebab, pada aturan sebelumnya, blok-blok yang habis atau terminasi seharusnya diberikan ke BUMN.
Namun, peraturan itu dicabut oleh Menteri ESDM, Alhasil, Permen No. 23 Tahun 2018 membuat pemerintah lebih mengutamakan perpanjangan kontraktor eksisting ketimbang Pertamina sebagai perusahaan milik negara yang bergerak di sektor migas.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui perpanjangan kontrak kerja sama Wilayah Kerja (WK) Blok Corridor di Sumatera Selatan.
Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menandatangani surat keputusan tersebut untuk tetap dikelola oleh operator eksisting hingga 2043 terhitung per Desember 2023.
Berdasarkan perpanjangan kontrak itu, maka ditetapkan pemegang hak participating interest (PI) ConocoPhillips (Grissik) Ltd sebesar 46% sebagai operator, Talisman Corridor Ltd (Repsol) sebesar 24%, dan PT Pertamina Hulu Energi Corridor sebesar 30%. Hak partisipasi ini sudah termasuk PI 10% yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
Keputusan perpanjangan, kata Jonan, diambil usai mempertimbangkan nilai investasi dan pelaksanaan komitmen kerja pasti (KKP) 5 tahun pertama. Kontrak bagi hasil Blok Corridor ini menggunakan skema Gross Split.
Perkiraan nilai investasi dari pelaksanaan Komitmen Kerja Pasti (KKP) 5 tahun pertama sebesar 250 juta dolar AS dan Bonus Tanda Tangan sebesar 250 juta dolar AS. Di samping itu, usai Desember 2023 nanti, PI Pertamina akan naik menjadi 30 persen dari sebelumnya hanya 10 persen. []