Kontroversi Cheng Ho, Muslim atau Buddhis?

Agama apa yang sebenarnya dianut Laksamana Cheng Ho? Pengamat kebudayaan Herrybertus Sikaraja memaparkan fakta-fakta sejarah dalam tulisan ini.
Laksamana Cheng Ho. (Foto: ayojalanterus.com)

Apakah benar Cheng Ho dianggap sebagai salah satu orang yang berpengaruh terhadap perkembangan Islam di Nusantara? Secara simbolis mungkin benar, harus diakui sampai hari ini belum ada satupun catatan gamblang mengenai agama apa yang dianut oleh sang laksamana. Bahkan ditambah dengan banyaknya Masjid Cheng-ho yang dibangun di berbagai daerah, bukan hanya itu bahkan ada kelenteng yang bernama Cheng Ho.

Hingga kini, asal-muasal kenapa Cheng Ho dianggap sebagai seorang muslim adalah Epitaf Almarhum Ma Gong (Gu Ma Gong Muzhiming) yang ditulis oleh Li Zhigang pada 1405.

Ma Gong (Gu Ma Gong Muzhiming) adalah seorang penganut muslim dari Yunan yang telah memperoleh gelar Haji. Kasim Cheng Ho adalah putra kedua dari Ma Gong. Inilah sebenarnya alasan kenapa Cheng Ho dianggap seorang muslim, karena leluhurnya adalah seorang muslim yang telah melaksanakan Ibadah ke tanah suci Mekkah. Mungkin benar Cheng Ho lahir sebagai seorang muslim, tetapi yang selalu dilupakan bahwa Cheng ho adalah seorang “abdi dalem” dari Dinasti Ming, semenjak dia berusia 10 tahun, dan ini bisa menjadi latar belakang kenapa dalam setiap naskah kuno, tidak menyebutkan dengan gamblang keagamaan Cheng Ho, dan kemungkinan untuk berubah keyakinan.

Sejarah sendiri dengan gamblang mengatakan bahwa Dinasti Ming bukanlah sebuah Dinasti yang ramah terhadap Islam, dibuktikan dengan Hongwu, Kaisar pertama dinasti Ming, pada tahun 1386 mengeluarkan sebuah titah yang dengan tegas melarang kaum muslim untuk menggunakan atribut yang berhubungan dengan Islam, termasuk nama dan jenggot.

Namun, bagi sebagian masyarakat Indonesia, Cheng Ho bukan hanya seorang muslim, dia bahkan seorang haji. Pemikiran ini hadir dari Xingcha Shenglan (Menjelajahi Pemandangan Indah Menggunakan Rakit Sakti), Yingya Shenglan (Mengarungi Pemandangan Indah di Seberang Samudra), dan Xiyang Fanguo Zhi (Kronik Negeri Asing di Samudera Barat). Di atas adalah catatan yang disusun oleh Fei Xin, Ma Huan, dan Gong Zhen itu. Mereka bertiga adalah orang yang beberapa kali ikut dalam pelayaran Cheng Ho.

Namun, bagi sebagian masyarakat Indonesia, Cheng Ho bukan hanya seorang muslim, dia bahkan seorang haji.

Ada kata Tianfang di dalam catatan itu, yang berarti Baitullah. Tapi apalah berarti Cheng Ho yang selama 7 kali ekspedisinya mengarungi samudera melakukan ibadah haji ke Tianfang ke Mekkah sana?

Dalam Xingcha Shenglan, yang merupakan buku yang paling sederhana informasinya dibanding 2 buku lain menuliskan semua kondisi geografis, flora dan fauna, serta rajanya yang “menyembah langit” (bai tian). Xingcha Shenglan bahkan menyatakan adanya masjid tua yang di tengahnya terdapat selapis batu hitam, yang konon katanya batu hitam tersebut berasal dari langit. (Zhong you hei shi yi pian, fang zhang yu, yue han chu tian jiang ye).

Diperkuat dengan Yingya Shenglan, membantu kita memahami detail waktu dan lokasi. Dikatakan perlu berlayar tiga bulan ke arah barat daya dari Guli (Kalikut, India), baru bisa tiba di Zhida (Jeddah). Lalu, butuh sebulan melaut guna mencapai Moga (Makkah). “Kemudian, berjalan sekitar setengah hari buat menggapai Tiantang libai si (Masjid Baitullah) yang berjuluk Kaiabai (Kakbah).” Lagi lagi tidak ada spesifikasi detail mengenai keaagamaan Cheng Ho.

Ma Huan memperdetail penjelasan bahwa sesampainya di Kalikut, India, divisi kapal yang dipimpin oleh Kasim Hong Bao, mendengar akan sebuah negeri bernama Mekkah. Ia pun bersama penerjemah dan lain lain yang berjumlah 7 orang berangkat ke Mekkah dengan menumpang kapal Kalikut menuju Mekkah. Setahun kemudian mereka kembali ke Cina dengan membawa barang

Barang yang dipersembahkan kepada kedinastian yang merupakan pemberian dari Syarif Mekkah. Statemen ini diperkuat dengan Xiyang Fanguo Zhi yang ditulis oleh Gong Zhen.

Jadi, apa agama yang sebenarnya dianut oleh sang Laksamana? Pada lelang yang berlangsung di Balai Sutheby’s, New York, pada 19 Maret 2015, sebuah teks budhis yang diyakini ditulis oleh Cheng Ho, berhasil dibeli oleh Liu Yiqian seorang kolektor barang antik dengan harga USD 14,026 juta. Perdabatan ini sepertinya memperoleh sebuah titik terang baru, sebagai sebuah perspektif dan tambahan literatur.

Naskah yang kini disimpan di Museum Long, Shanghai, menyebutkan bahwa Cheng Ho pada tahun 1414 membuat ikrar akan menulis Vajracchedika Prajnaparamita Sutra (Jin Gang Jing), Guanyin Sutra (Guanyin Jing), Amitabha Sutra (Mituo Jing), Marici Bodhisattva Sutra (Molizhitian Jing), Prajnaparamitahrdaya (Xin Jing), Surangama Sutra (Leng Yan Jing), Nilaka??ha Dhara?i (Da Bei Zhou), Sarvadurgatiparisodhana Tantra (Zun Sheng Zhou), dan Mantra Sataksara (Bai Zi Shen Zhou).

Penulisan ikrar ini adalah bentuk rasa syukur Cheng Ho, terlihat dari ikrarnya yang bertuliskan : “Setiap mendapatkan perintah untuk melanglang buana, senantiasa memperoleh karunia dari San Bao.” ( San Bao = San Poo ). Yao Guangxiao, biksu ternama yang dihormati penguasa kekaisaran kala itu yang menjabat sebagai kepala Kantor Administrasi Biksu (Senglu Si) Dinasti Ming menyebut bahwa Cheng Ho adalah “Pusa jie dizi”: siswa yang tengah menjalani disiplin moral (sila) Bodhisattva. Keterangan ini sebenarnya secara implisit telah diamini oleh Cheng Ho 1403 dalam catatan penutup untuk Marici Bodhisattva Sutra (Fo Shuo Molizhi Tianzhi Jing) dengan kalimat memperkenalkan diri sebagai “da Ming Guo taijian Zheng He, faming Fu Jixiang”: kasim Negara Ming agung yang mempunyai nama dharma Fu Jixiang. 

Jadi bagaimana, apakah Anda bisa menafsirkan siapa Cheng Ho, dan agamanya, untuk menggelitik akal sehat kita, apakah memungkinkan seorang laksamana yang merupakan gelar dari angkatan laut atau angkatan perang melakukan penyebaran agama? Dan dengan membawa ratusan kapal dan ribuan tentara? Pada pelayaran pertama Cheng Ho membawa 27.870 pasukan, dengan menggunakan 318 kapal perang. Menarik bukan?

*Herrybertus Sikaraja, Pengamat Kebudayaan

Berita terkait
Berwisata ke Masjid Cheng Hoo di Makassar
Berwisata ke Masjid Cheng Hoo di Makassar, menikmati keteduhan danau membentang di sisi utara masjid.
Mengenal Yunnan Provinsi Kelahiran Laksamana Cheng Ho
Penerbangan dari Indonesia ke Provinsi Yunnan bisa dilakukan dengan transit lebih dulu di Bandara Chek Lap Kok, Hong Kong.
Napak Tilas Jejak Laksamana Cheng Ho di Sabang
Persinggahan Cheng Ho dan armadanya di Teluk Sabang itu konon dimaksudkan untuk mendapatkan persediaan air dalam pelayaran mereka menuju Afrika.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.