Jakarta- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani menilai hukuman mati bagi terpidana tindak pidana korupsi (Tipikor) bukan langkah yang tepat. Sebab, hal itu mempengaruhi hak hidup seseorang.
"Kalau kontras gini ya. Hak hidup, (merupakan) hak yang fundamental. Hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun," ujarnya di Kantor KontraS Jalan Kramat II Nomor 7, Kwitang, Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.
Hal tersebut dikatakannya untuk menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai kemungkinan hukuman mati bagi koruptor beberapa waktu lalu.
Kita tentu saja pro penghukuman dan penindakan tegas kepada koruptor, tapi tidak dengan hukuman mati.
Dia mengatakan pihaknya akan mendukung jika dalam keputusan hukuman bagi koruptor tersebut, tidak mengurangi hak hidup seseorang.
"Kalau dalam HAM, (tidak melanggar) hak yang tidak dapat dikurangi (hak untuk hidup), kita tentu saja pro penghukuman dan penindakan tegas kepada koruptor, tapi tidak dengan hukuman mati. Karena secara prinsipil itu adalah hak hidup seseorang, tidak dapat dibatasi," ucap dia.
Menurut Yati Andriyani, koruptor harus diberikan hukuman yang maksimal, tetapi tidak untuk hukuman mati. KontraS juga akan menolak hukuman mati terhadap terpidana kasus apapun.
"Bisa saja hukuman seumur hidup," ujar Yati.
Sebelumnya, Jokowi ditanyai seorang siswa yang bernama Harli. "Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa nggak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati?" kata siswa tersebut.
Jokowi tersebut lalu menjawab akan membuka peluang diberlakukannya hukuman mati kepada koruptor, apabila rakyat menghendaki. Pernyataan itu disampaikannya saat menghadiri pentas drama pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di SMKN 57 Jakarta, Senin, 9 Desember 2019. []
Baca juga: