KontraS Sumut: Negara Gagal Melindungi HAM

KontraS Sumatera Utara menilai saat ini negara masih gagal menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM)
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, Amin Multazam Lubis, (Foto: Tagar/istimewa)

Medan - Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) menilai bahwa negara masih gagal menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, seharusnya negara hadir untuk menjamin setiap hak asasi manusia.

Bahkan, setiap tahunnya hari HAM internasional selalu diperingati, yaitu ditanggal 10 Desember. Namun, sepertinya itu hanya dijadikan seremonial. Selain itu, peringatan hari HAM juga sudah dimulai sejak tahun 1950. Sayangnya, kegiatan tahunan itu belum mampu menekan tingkat pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara.

Hal itu disampaikan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, Amin Multazam Lubis, ketika diwawancarai wartawan, di Medan, Jumat 13 Desember 2019 malam.

HAM juga erat kaitannya dengan martabat manusia, tugas itu merupakan tanggung jawab negara.

"Peringatan hari HAM harusnya dijadikan momentum bagi semua pihak untuk merawat ingatan atas peristiwa dan korban pelanggaran HAM masa lalu. Akan tetapi, sampai hari ini cita-cita besar itu masih jauh dari harapan. Bahkan negara masih gagal menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM," kata Amin.

Kemudian, Amin juga menilai bahwa negara selalu menjadikan permasalahan HAM sebagai wacana. Padahal, peringatan hari HAM adalah kesepakatan besar umat manusia yang berkomitmen memuliakan manusia, memahami bahwa ada hak kodrat yang wajib diberikan. Karena itu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa bagi setiap manusia.

"HAM juga erat kaitannya dengan martabat manusia, tugas itu merupakan tanggung jawab negara. Namun, pada implementasinya negara tidak mampu mengaplikasikan hal tersebut secara utuh. Negara selalu menjadikan HAM sebagai wacana. Buktinya, masih menumpuk persoalan pelanggaran HAM massa lalu yang tak kunjung terselesaikan," ucap Amin.

KontraS juga melihat bahwa persoalan HAM di Sumatera Utara cenderung memburuk dibandingkan tahun sebelumnya.

Indikatornya bisa dilihat dari menumpuknya persoalan seperti kasus kekerasan dan konflik agraria, semakin tingginya ancaman terhadap penggiat HAM dan memburuknya kebebasan berekspresi. Contohnya kasus suara USU, pembatasan bagi mahasiswa yang ikut aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK pada September 2019 lalu.

"Dalam catatan kami, kampus yang harusnya menjadi ruang berekspresi justru malah menjadi tempat memberangus kebebasan berpendapat dan demokrasi," kata Amin.

Catatan penting KontraS di tahun 2019, adanya ancaman atau teror terhadap para pegiat HAM. KontraS juga aktif mendampingi 12 kasus pelanggaran HAM. Dimulai dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, konflik agraria, soal kebebasan berekspresi di kampus hingga soal penerapan pasal UU ITE. Jumlah itu tak jauh berbeda dibanding tahun lalu (2018) yakni 10 kasus.

"Jumlah ini tentu saja tak sebanding dari total keseluruhan kasus yang ada di Sumut, yang bisa totalnya mencapai ratusan," ucap dia.

Ada juga kasus yang menjadi catatan penting KontraS tahun 2019. Kasus itu adalah terkait ancaman atau teror terhadap para aktivis HAM. Teror dimulai dari pelemparan bom molotov di kantor LBH Medan dan tempat berkumpulnya para pegiat HAM di Literacy kopi. Kemudian, kematian dua aktivis di Labuhanbatu, serta kematian aktivis lingkungan Golfrid Siregar yang masih menyisakan tanda tanya.

Dalam catatan kami, kampus yang harusnya menjadi ruang berekspresi justru malah menjadi tempat memberangus kebebasan berpendapat.

Sampai hari ini KontraS paling banyak menangani kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, oknum kepolisian. Seringkali penegakan hukum dijadikan alasan terdepan untuk melakukan tindak kekerasan. Khususnya terkait kasus-kasus yang menjadi musuh publik seperti begal, narkoba atau teroris.

Padahal, begitu banyak peraturan yang menjaga HAM dan penggunaan kekuatan yang berlebihan. Selanjutnya, kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum petugas kepolisian. Bahkan kasus ini banyak ditangani oleh KontraS.

Misalnya seperti Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan standar HAM, Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Bahwa setiap penggunaan kekuatan bisa dilakukan asal menerapkan prinsip akuntabilitas dan terukur.

"Jadi, seharusnya aparat kepolisian mengisi formulir penggunaan kekuatan untuk melaporkan tindak kekerasan, bukan asal tembak dengan dalil penegakan hukum. Kedepannya, kita meminta agar negara benar benar hadir melindungi setiap warga negara," tandas Amin. []

Berita terkait
KontraS Tanggapi Jokowi Soal Hukuman Mati Koruptor
KontraS tidak setuju dengan pernyataan Jokowi yang sebut kemungkinan hukuman mati buat para koruptor.
KontraS Minta Museum HAM Diiringi Pengungkapan Kasus
KontraS minta upaya pembangunan Museum HAM Munir oleh pemerintah harus diiringi dengan majunya penanganan masalah HAM.
KontraS Soroti Politisasi Perizinan SKT FPI
KontraS menyoroti ada upaya politisasi dari pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, mengintervensi persulit perpanjangan SKT ormas FPI.