Konspirasi Global 'Kriminalisasi' Peganja

Anggota Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Singgih Tomi Gumilang menilai ada dilematik ekspor ganja kerana terbentur Konvensi Narkotik di PBB.
Anggota Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Singgih Tomi Gumila di markas LGN, Jakarta Selatan, Jumat, 31 Januari 2020. (foto: Tagar/R. Fathan).

Jakarta - Advokat Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Singgih Tomi Gumilang menilai ada konspirasi global terhadap pelarangan ganja di dunia. Sebagian negara-negara pemegang hak veto di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dianggapnya mengindustrikan ganja telah melawan hukum perserikatan antra bangsa.

Seperti diketahui pelarangan ganja tertuang di dalam Konvensi Tunggal tentang Narkotika atau 'Single Convention on Narcotic Drugs' tahun 1961. Di forum internasional tersebut disepakati bahwa ganja termasuk tumbuhan yang digolongkan sebagai kategori narkotika. 

Sudah banyak yang secara sah sudah meregulasi pemakaian ganja untuk medis.

Padahal kajiannya belum tentu betul. Tidak dipertimbangkan kadar manfaatnya.

Tomi berpandangan, hal itu menjadi sebuah ironi bilamana PBB menyatakan ganja tidak memiliki kemaslahatan bagi masyarakat, dengan semena-mena mencap ganja sebagai narkotik, namun tanpa penelitian mendalam. 

Sebab, dia soroti lima negara pemegang hak veto PBB seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Rusia, dan China justru mengindustrikan ganja medis. Belum lagi kemajuan yang ada di negeri seberang seperti di Malaysia dan Thailand, melek soal fungsi medis.

"Kita lihat Amerika Serikat. Secara federal masih menyatakan ganja dilarang, tapi secara negara bagian detik ini sudah banyak yang secara sah sudah meregulasi pemakaian ganja untuk medis," ujar CEO LGNshop itu kepada Tagar, Jumat, 31 Januari 2020.

Baca juga: Ekspor Ganja oleh PKS Mewakili Warga Aceh

Tak hanya itu, Tomi menyebutkan beberapa negara bagian AS juga telah meregulasi ganja untuk dimanfaatkan sebagai objek relaksasi atau yang populer di Negeri Paman Sam dengan sebutan 'rekreasi'.

"Selain itu, Amerika menjadi negara importir Hemp atau istilah untuk ganja industri, nomor 1 terbesar di dunia," ucapnya.

Selain AS, Tomi juga menyinggung Inggris. Menurutnya, Tanah Britania memiliki perusahaan obat yang bernama GW Pharmaceuticals. 

Perusahan tersebut dikatakannya memiliki produk utama untuk mengobati penyakit kanker, yakni Sativex, yang terbuat dari ganja. Bahkan lebih modern, karena telah memanfaatkan Hempcrete

"Itu adalah bata block atau semacam hebel, tapi terbuat dari serat batang ganja," kata dia.

Tomi menjelaskan, yang membuat hempcrete lebih unggul dibandingkan batu bata merah atau batu bata putih adalah kandungan di dalam tanaman ganja yang memiliki sifat penyeimbang.

"Jadi kalau rumah Anda terbuat dari Hempcrete, saat musim di luar panas, rumahmu sejuk. Tapi kalau di Inggris lagi musim salju di luar, rumahmu hangat," katanya.

Baca juga: Wacana Ganja PKS, Pemerintah Diminta 'Awas' Minyak

Dia juga menyinggung Prancis yang terkenal sebagai negara fesyen melarang pemanfaatan ganja di negerinya. Namun, anehnya malahan menjadi salah satu importir terbesar serat ganja industri atau hemp.

Kemudian Rusia menjadi menjadi eksportir hemp terbanyak ke delapan di dunia. Selanjutnya, dia juga menyinggung negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau China yang bersama empat negara lainnya menyatakan ganja tidak memiliki manfaat. 

Setelah diteliti, justru mereka memanfaatkan ganja di pasar industri. "Menariknya di China terdapat lebih dari 150 obat tradisional yang salah satu bahannya dari ganja sebenarnya," kata dia.

Lalu, Tomi juga menyebut China merupakan negara eksportir terbesar di dunia untuk serat batang ganja industri.

"Coba aja Googling, hemp cloth. Pasti semua mengarahkan toko-toko di China," kata dia.

Sebelumnya, pembahasan mengenai tanaman ganja menjadi ramai diperbincangkan publik. Berawal dari pendapat anggota Komisi VI DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rafli Kande, yang mengusulkan ganja dapat dijadikan komoditas ekspor Nasional.

Dia menilai ganja menjanjikan bagi perdagangan Indonesia ke depan. Rafli menyampaikan usulan itu dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.

"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja jangan kaku. Kita harus dinamis berpikirnya. Jadi ganja ini di Aceh tumbuhnya itu mudah," kata Rafli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2020. []

Berita terkait
Peneliti Aceh Dukung Rafli Usul Ekspor Ganja
Peneliti ganja dari Universitas Syiah Kuala, Profesor Musri Musman mendukung ekspor ganja Aceh ke luar negeri.
Rafli DPR F-PKS: Hukum Agama, Ganja Tidak Haram
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Rafli mengatakan dalam hukum agama ganja tidak haram.
PKS Sebut Ganja Diekspor Kurangi Kemiskinan di Aceh
Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta mengatakan ganja jadi komoditas ekspor dapat mengurangi angka kemiskinan di Aceh.