Jakarta - Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) berkepanjangan di masa pendemi Covid-19 mengakibatkan terjadinya penurunan minat dan kemampuan literasi (literacy loss) di kalangan siswa Indonesia.
Koordinator Penjaminan Mutu Pendidikan, Direktorat Jenderal Paud, Dikdas, dan Dikmen, Katman, mengatakan pembelajaran jarak jauh dilaksanakan sebagai respon terhadap situasi darurat Covid-19.
"PJJ itukan kondisi pembelajaran jarak jauh yang berlangsung dari tahun 2020. Inikan sebenarnya dilaksanakan dalam kondisi yang belum siap, ya karena itu sebagai bentuk respon terhadap kondisi darurat akibat pandemi," kata Katman kepada Tagar, Senin, 2 Agustus 2021.
Katman menjelaskan, jika dilihat dari sisi kualitas, pembelajaran yang telah berjalan sangat bervariasi antar siswa, antar guru, antar sekolah, antar daerah yang sudah berlangsung kurang lebih tiga semester ini.
Kalau kompetensi digitalnya naik, saya kira literacy loss itu bisa diantisipasi melalui teknlogi digital tersebut
"Dan tidak beruntungnya kita tidak bisa prediksi PJJ mau sampai kapan, jadi kondisi itulah kita ketahui membuat ketidaksiapan baik guru, siswa, dan orangtua yang akan berdampak pada kualitas pembelajaran dan berpengaruh pada penguasaan kompetensi literasi siswa," katanya.
"Kekhawatiran ini, saya kira tampak terutama pada anak-anak yang memang sebagian besar tidak siap untuk belajar jauh dari gurunya," katanya.
Menurut Katman, namun bagi guru pembelajar masih memungkinkan untuk melakukan pencarian sumber belajar dan bahan ajar secara digital untuk menambah referensi sumber pengetahuan terkait dengan bagaimana PJJ dilakukan.
Karena, selama ini para guru tidak pernah diberikan pelatihan untuk menjadi tutor atau instruktur PJJ, selain itu PJJ juga belum menjadi mainstream pembelajaran di Indonesia, kecuali sekolah menengah pertama (SMP) terbuka yang konteksnya berbeda.
"Selain kekhawatiran terkait literacy loss, ada juga beberapa hal positif yang kita dapat dari PJJ. Hal positif itu berupa berkembangnya kesadaran para guru, siswa dan orangtua akan kebutuhan mereka terhadap teknologi digital," ujar Katman.
Kita ingat pada awal sebelum pandemi, ketika sedang gencar-gencarnya tentang berkembangnya revolusi industri 4.0 yang menyebabkan disrupsi dibanyak bidang, memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat yang pro dan kontra bahkan resisten terhadap perubahan karena takut kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.
"Tapi kondisi pandemi yang panjang ini mau tidak mau, menguatkan kesadaran akan kebutuhan teknologi digital. Hal itu akan tumbuh di sebagian besar masyarakat, terutama yang terjangkau oleh akses teknologi digital," kata Katman.
"Bila kesadaran akan teknologi ini di-manage, kemudian akan mendorong upaya guru, siswa dan orang tua untuk meningkatkan kompetensi digital mereka. Kalau kompetensi digitalnya naik, saya kira literacy loss itu bisa diantisipasi melalui teknlogi digital tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Cara Guru SMAN 1 Subang Tingkatkan Literasi Siswa Selama PJJ
(Christina Butarbutar)