Komisi II DPRD Jabar Tentang Tuntutan Pedagang

Komisi II DPRD Jawa Barat merespon tuntutan pedagang yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Bandung, menilai tuntutan pedagang bisa direalisasikan
Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKB, Rahmat Hidayat Djati. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati).

Bandung - Komisi II DPRD Jawa Barat menilai tuntutan para pedagang yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Bandung bisa direalisasikan dengan beberapa pertimbangan. “Setelah mendengar, mengamati (tuntutan Aliansi Pedagang Bandung), menurut saya tuntutan para pedagang (Aliansi Pedagang Bandung) bisa direalisasikan pemerintah, tentunya kita akan sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” tutur Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKB, Rahmat Hidayat Djati, saat ditemui di Komisi II DPRD Jawa Barat, Bandung, 2 Juni 2020.

Tuntutan yang bisa direalisasikan tersebut lanjut Rahmat menjelaskan, pertama desakan dibukanya aktivitas perekonomian pada 13 Juni 2020 bisa direalisasikan dengan jaminan harus bisa konsisten menerapkan protokol kesehatan terutama di pusat-pusat perdagangan atau toko. Kemudian, mengingat dibukanya aktivitas ekonomi seperti pusat perdagangan atau belanja merupakan kebijakan parsial tidak hanya dari Pemerintah Kota Bandung, tetapi juga dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat. Maka DPRD Jawa Barat akan mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk meminta persetujuannya kepada pemerintah pusat.

“Karena ini tidak bisa diputuskan secara sepihak seperti oleh PD Pasar Bermartabat sebagai pengelola beberapa pasar yang ada di Kota Bandung atau oleh Pemerintah Kota Bandung, tetapi ini tidak bisa seperti itu,” jelas dia.

Tuntutan kedua terang dia, mengenai relaksasi ekonomi seperti pembebasan pembayaran listrik dan service charge yang diminta oleh para pedagang yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Bandung ini dinilai masih bisa direalisasikan dengan cara merelokasi anggaran bantuan sosial, atau membebankan sebagian subsidi pembayaran tersebut antara PD Pasar Bermartabat dengan Pemerintah Kota Bandung, atau dengan menggeser beberapa anggaran yang diperuntukkan untuk pasar dan sejenisnya.

“Tuntutan pembebasan biaya PLN dan service charge masih wajar karena memang para pedagang ini terdampak Covid-19, tak ada pemasukan karena tokonya di tutup. Untuk teknis lebih lanjut, ini harus masih dibahas dengan pihak PD Pasar Bermartabat-nya selaku manajemen,“ terang Rahmat.

Sedangkan tuntutan bantuan untuk karyawan yang dirumahkan atau di PHK kata Rahmat, sebenarnya sudah ada program bantuan sosial baik Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau Non-DTKS dari pemerintah pusat, provinsi maupun kota. Mengingat fakta dilapangan menurut laporan dari Aliansi Pedagang Bandung, ternyata para karyawannya tak tersentuh bantuan apapun dari pemerintah. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat ataupun dari Kota Bandung. “Ini seharusnya ada untuk karyawan korban PHK atau yang dirumahkan, ada Kartu Pra Kerja dan bantuan sosial dari provinsi. Kita akan rapat internal lagi untuk bahas hal ini (tuntutan ini),” kata dia.

Sementara itu mengenai tuntutan relaksasi perbankan tambah dia, mengingat hal ini sudah direspon oleh pemerintah pusat dengan banyaknya keringan pembayaran pinjaman dari perbankan. Tuntutan tersebut tidak menjadi prioritas utama para pedagang, hanya saja dilampirkan menjadi point tuntutan para pedagang.

Hal senada pun disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat dari PKS Didi Sukardi kebijakan dibuka aktivitas ekonomi, pelonggaran PSBB hingga diterapkannya new normal merupakan kebijakan parsial. Artinya tidak bisa PD Pasar Bermartabat karena desakan para pedagang membuka toko-toko yang dikelola oleh PD Pasar Bermartabat. Dibukanya aktivitas perekonomian tentu harus dengan persetujuan pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung termasuk sifatnya hanya menjalankan kebijakan ke level daerah dan PD Pasar Bermartabat sebagai pelaksana di lapangan.

“Tetapi, kehadiran bapak-bapak dari Aliansi Pedagang Bandung ini ada hubungannya, tuntutan ini akan kita rekomendasikan kepada Gubernur Jawa Barat. Keputusannya kita lihat saja nanti,” tuturnya. Artinya, Pemerintah Kota Bandung ataupun Provinsi Jawa Barat tidak bisa mengambil kebijakan sendiri seperti dibukanya aktivitas perekonomian sebagaimana yang dituntut para pedagang, karena akan bertentangan dengan pemerintah pusat karena kembali lagi harus persetujuan pemerintah pusat.

“Apalagi PD Pasar Bermartabat hanya BUMD yang tak memiliki kewenangan tentu sudah pasti tidak bisa memberikan izin atau memutuskan para pedagang berjualan lagi atau dibukanya aktivitas perekonomian di pusat perdagangan,” kata dia. Hal yang bisa dilakukan oleh PD Pasar Bermartabat sebagai BUMD Pemerintah Kota Bandung adalah dengan mengajukan semua tuntutan para pedagang secara resmi melalui surat kepada Pemerintah Kota Bandung yang kemudian akan diteruskan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Dan Komisi II pun akan mengakomodir tuntutan para pedagang ini dan akan merekomendasikannya kepada Gubernur Jawa Barat, kita berjanji akan perjuangkan apa yang menjadi aspirasi para pedagang,” tegas Didi. Adapun mengenai ancaman aksi demonstrasi besar-besaran yang akan dilakukan oleh para pedagang di Kota Bandung, hal tersebut sudah menjadi haknya untuk menyampaikan pendapat. Hanya saja yang harus dipertimbangkan adalah tidak sampai melanggar hukum dan dipertimbangkan saat ini ditengah pandemi Covid-19 (adv). []

Berita terkait
Pedagang di Bandung Ancam Unjuk Rasa Besar-besaran
Pedagang yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Bandung ancam akan unjuk rasa besar-besaran jika tuntutan mereka tidak direalisasikan pemerintah
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.