Medan - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua bereaksi atas pernyataan Robert Simanjuntak dari Jendela Toba, yang di antaranya menyebut perubahan struktur Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark dilakukan dengan administrasi brutal.
"Karena perubahan strukturnya dilakukan secara diam-diam, diumumkan melalui daring oleh Kadisbudpar, tidak melibatkan badan pengelola, ini tidak prosedural, dan administrasi brutal," kata Robert Simanjuntak dari Jendela Toba melalui pernyataan tertulis, Jumat, 18 Desember 2020.
Merespons itu, Ria kemudian balik bertanya. "Brutal itu maksudnya apa?" kata perempuan yang juga seorang dokter itu.
Ria lalu menjelaskan bahwa, tidak ada kewenangan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengubah atau membatalkan sebuah SK, karena itu kewenangan Gubernur Sumut.
Kemudian kata dia, semua proses sudah mengikuti mekanisme aturan yang berlaku, bahkan didiskusikan berbulan-bulan oleh pihak terkait secara berjenjang, juga melalui biro hukum dan juga melalui pakar-pakar.
"Pengangkatan personel di dalamnya adalah kewenangan dan persetujuan pimpinan," tukas dia.
Untuk dasar perubahan struktur mengacu kepada Peraturan Menteri Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif Nomor 2 tahun 2020 tentang Badan Pengelola Geopark.
Dan itu kata Ria, merupakan peraturan terbaru. Struktur tersebut tercatum dalam peraturan gubernur.
Baca juga: Perubahan BP Kaldera Toba Dilakukan dengan Administrasi Brutal
Sosialisasi pergub baru dan SK Badan Pengelola telah dilakukan secara resmi melalui virtual karena masa pandemi. Dan memakai undangan dan rapat resmi.
"Sosialisasi dibuka oleh Bu Sekda yang pada saat itu diwakili Staf Ahli Agus Tripriyono karena bersamaan dengan tugas lainnya. Semua kegiatan dan proses diketahui oleh Bu Sekda dan dilaporkan kepada gubernur dan wakil gubernur," tandasnya.
Kadisbudpar menciptakan konflik, yang seharusnya tidak boleh ada sesuai persyaratan Unesco
Terkait surat pernyataan Hidayati yang menyatakan tidak bersedia menjadi pengurus badan pengelola, Ria menyebut itu hak setiap orang.
"Ya itu hak setiap orang dan seyogianya menyampaikan ke Bapak Gubernur yang mengeluarkan SK. Bukan kepada Kadis Budpar," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Robert Simanjuntak dari Jendela Toba mengatakan, Kadisbudpar sebagai pemrakarsa pergub yang baru tidak melibatkan badan pengelola sebelumnya sebagai institusi yang memahami geopark, yang sudah berhasil mewujudkan Toba Caldera Unesco Global Geopark.
Dia menilai, pengusulan pergub tidak melalui forum group discussion atau FGD, tidak melibatkan badan pengelola, naskah akademik,sosialisasi tidak ada, regulasi untuk pergub tidak memadai, dan terkesan diusulkan tergesa-gesa.
Munculnya pergub pengganti dan SK BP Toba Caldera Unesco Global Geopark yang mendadak, sehari menjelang rapat KNGI di Parapat, kemudian memicu konflik.
Baca juga: Gubsu Bentuk Personel Geopark Kaldera Toba, Hidayati Tolak Ikut
Sebagian yang ada di dalam struktur tidak mengetahui dimasukkan di dalam SK. Sekitar 70 persen diisi birokrat. Padahal, ujar Robert, Toba Caldera Unesco Global Geopark berbasis masyarakat.
"Kadisbudpar menciptakan konflik, yang seharusnya tidak boleh ada sesuai persyaratan Unesco. Konflik bisa membuat TCUGGp dicabut Unesco saat revalidasi," ungkapnya.
Robert menyebut, Jendela Toba sebagai salah satu inisiator Toba Caldera Unesco Global Geopark sangat menginginkan badan pengelola diisi oleh personel yang memiliki kompetensi.
"Konflik yang terjadi membuat misi TCUGGp untuk mewujudkan Kaldera Toba harmoni dan masyarakat sejahtera terhambat," katanya.
Kesempatan sebelumnya, Hidayati yang merupakan mantan Manager Badan Pengelola Kaldera Toba, melalui sebuah surat menyatakan tidak bersedia menjadi salah seorang koordinator di badan pengelola yang baru dibentuk Gubernur Sumut.[]