Kisah Soniman, Meraup Rezeki di Reuni 212

Pria berjanggut tipis itu diboyong pamannya dari Garut yang tak tega melihat kondisinya.
Soniman yang mencoba peruntungan di Reuni 212. (Foto: Tagar/Morteza)

Jakarta, (Tagar 2/12/2018) - Soniman, 32 tahun, datang dari timur Jakarta sejak Sabtu malam (1/12) kemarin. Mendapat tumpangan "bos" pedagang, ia menjajakan "ampar" atau dalam bahasa Indonesia disebut tikar, seharga Rp 5.000. Ia tahu aksi 212 akan berlangsung di Ibu Kota Jakarta dari internet dan temannya.

"Saya sudah jadi pedangan asongan dari tahun 2015 yang biasanya datang pas acara seperti tabligh, lalu acara musik dan acara wisuda," ucap pria asal Garut itu.

Tikar yang ia bawa untuk berdagang sebanyak 180 unit, ludes dibeli massa reuni aksi 212. 

"Saya jual Rp 5.000, nanti saya setor ke bos Rp 3.000. Kan modal dia beli Rp 1.500," tukasnya.

Kilas balik Soniman datang ke Jakarta ia lah pada tahun 2004. Pria berjanggut tipis itu diboyong pamannya dari Garut yang tak tega melihat kondisinya, pasca ayah satu anak ini mengalami putus sekolah di bangku SD.

Setelah itu ia diberikan tempat tinggal di Pondok Gede. Sehari-hari Soniman menjajakan pop corn, permen dan makanan ringan di depan SPBU dalam kurun waktu 4 tahun. 

"Lalu ada peraturan baru, saat di depan Pertamina dilarang berdagang saya jadi pengangguran lagi," jelasnya.

Setelah itu, ia harus pulang kampung lagi karena kehabisan modal dan mencoba peruntungan baru, sebagai buruh tani dan penanam holtikultura. Namun, belum terjun lama, ia mengaku tak kerasan di sana. Sebab, dana yang ia hasilkan tidak setara dengan penghasilan saat ia masih merantau di Ibu Kota, saat itu.

Tahun 2015, Soniman memutuskan untuk kembali ke pinggiran Kota Jakarta, hanya berbekal tekad untuk hidup, serta keberanian untuk kolektivitas bersama pedagang asongan lainnya menanggung sewa kontrakan sepetak di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Profesi sebagai pedagang asongan awet ia tekuni hingga pagi tadi (2/12) saat ditemui Tagar News di kawasan Monas, Jakarta. Selain berjualan tikar, hari itu ia terlihat sangat sibuk melayani pembeli pop mie, kopi dan minuman segar diwadah plastik besar.

"Suatu saat saya ingin pulang ke Garut lagi, kalau punya modal mau beli tanah saja di sana, biar dekat dengan anak dan istri," harapnya.

Untuk event besar seperti ini, Soniman bisa meraup untung sebesar Rp 600.000 dalam 1 hari kerja. 

"Itu kalau ramai, tapi kalau lagi musim hujan dagangan saya kurang laku, mendapat Rp 500.000 dalam 2 hari saja saya sudah bersyukur," ujarnya.

Dia berharap suatu hari nanti dapat menyekolahkan anaknya hingga ke bangku pendidikan tertinggi. 

"Jangan sampai ia merasakan susah seperti saya," tutupnya. []

Berita terkait