Jakarta, (Tagar 4/7/2018) - Limbah elektronik merupakan barang rongsokan elektronik bekas yang biasa dijumpai di rumah, perkantoran atau paling tidak di tempat servis elektronik.
Ironisnya, jenis limbah ini mengalami pertumbuhan sangat cepat. Dalam penelitian yang dilakukan United Nations Environment Programme (UNEP) PBB, lembaga ini menemukan bahwa sampah elektronik bertambah 40 juta ton per tahun.
Namun dari limbah yang berbahaya bagi lingkungan itu, ternyata ada material berharga di samping metal dan plastik, antara lain perak, palladium, platina, rutenium, bahkan emas. Material berharga inilah yang mendorong munculnya "penambang kota", alias pencari sampah elektronik (e-waste) yang mencari emas dan material berharga lainnya dengan mengolah limbah itu.
Bagian komponen yang dicari para penambang adalah bagian konektor dan kontak pada papan sirkuit karena mengandung emas yang berfungsi sebagai komponen penghantar listrik.
Data dari majalah Wired menunjukkan bahwa satu unit telepon selular rata-rata diperkirakan mengandung 0,2 gram emas.
Seorang penambang kota di Jakarta seperti dirilis Antara menceritakan, mereka mencari limbah di pembuangan sampah, datang ke pengepul barang rongsok atau ikut dalam lelang barang-barang elektronik yang dijual sebuah perusahaan. Setelah itu mereka memisahkan komponen yang ada kandungan emasnya.
Emas diambil dengan cara membakar komponen yang mengandung emas, dibakar untuk memisahkan dari komponen plastik. Setelah itu diproses dengan menggunakan bahan kimia yaitu asam klorida, hidrogen peroksida, dan merkuri.
Setelah melalui proses kurang lebih 2-3 hari, maka bisa didapat 99,9 persen emas murni dan dapat diolah kembali menjadi perhiasan dengan nilai jual yang tinggi. (Foto dan Teks: Ant/Muhammad Adimaja/gil)