Jakarta – Perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia PT Adaro Energy Tbk. mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 47,7 persen (year-on-year) pada sepanjang semester I/2020 menjadi US$ 155,09 juta. Padahal di periode yang sama 2019, korporasi sektor pertambangan tersebut mampu meraup US$ 296,85 juta.
Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir menyebut dampak pandemi turut memukul usaha perseroan pada sepanjang tahun ini.
“Kami tidak dapat memungkiri bahwa kinerja Adaro pada semester I/2020 tidak kebal dari dampak penurunan permintaan batu bara yang terjadi karena wabah Covid-19,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 28 Agustus 2020.
Meski demikian, bos Adaro tersebut tetap optimistis jika bisnis perusahaan akan kembali bangkit seiring dengan perbaikan ekonomi di masa normal baru (new normal).
“Walaupun masih harus menghadapi tantangan ini untuk beberapa saat ke depan, kami tetap yakin bahwa fundamental sektor batu bara dan energi di jangka panjang tetap kokoh, terutama karena dukungan aktivitas pembangunan di negara-negara Asia,” tuturnya.
Untuk itu mewujudkan hal tersebut, Garibaldi dan jajarannya bakal menjalankan sejumlah siasat penyehatan perusahaan.
“Kami tetap memaksimalkan upaya untuk terus berfokus pada keunggulan operasional bisnis inti perusahaan, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas, dan mempertahankan posisi keuangan yang solid di tengah situasi sulit yang berdampak terhadap sebagian besar dunia usaha,” tuturnya.
Sebagai informasi, penurunan laba bersih Adaro Energy tidak lepas dari anjloknya pendapatan usaha sebesar 23 persen menjadi US$ 1,36 miliar. Situasi tersebut turut pula dipengaruhi oleh berkurangnya rata-rata harga jual batu bara sebesar 18 persen.
Dalam risalah tersebut juga diungkapkan bahwa produksi emiten usaha berkode saham ADRO turun 4 persen menjadi 27,29 juta ton. Atas dasar tersebut, perseroan kemudian melakukan revisi rencana bisnis dengan proyeksi produksi maksimal 54 juta ton pada sepanjang 2020.