Kinerja Presiden Dipuji Tapi PR Juga Menumpuk

Survei menunjukkan sebagian besar responden yang mewakili masyarakat di Tanah Air merasa puas terhadap kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Perwakilan Petani Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati Gunarti (kedua kanan) dan anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/3) lalu. Perwakilan AMAN menyampaikan hasil kongres yang Masyarakat Adat Nusantara ke-V serta berharap pemerintah mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum terkait sejumlah konflik lahan adat dengan perusahaan. (Foto: Ant/Rosa Panggabean)

Jakarta, (Tagar 28/3/2017 - Hasil sebuah survei menunjukkan sebagian besar responden yang mewakili masyarakat di Tanah Air merasa puas terhadap kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo, tapi mereka juga menuntut agar pemerintahan Kabinet Kerja ini memberi prioritas tinggi terhadap perbaikan sektor ekonomi.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari ketika menjelaskan hasil penelitian lembaga survei yang dipimpinnya itu di Jakarta baru-baru ini menyebutkan elektabilitas Presiden yang dahulunya menggeluti bisnis furnitur ini mencapai 66,4 persen. Sementara salah satu pesaing Jokowi yaitu Prabowo Subianto meraih elektabilitas 13,9 persen.

Bahkan 57,8 persen responden menghendaki agar kepemimpinan Jokowi dilanjutkan untuk periode 2019-2024, dan 26,7 persen responden menolak dilanjutkannya kepemimpinan mantan Wali Kota Solo dan juga mantan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Sisanya sekitar 15,5 persen belum menentukan pilihan.

Survei dilakukan pada 4-14 Maret 2017 terhadap 1.200 responden di seluruh Indonesia, dengan margin of error (tingkat kesalahan) kurang lebih tiga persen.

Apa saja kunci keberhasilan Jokowi yang ditemukan dalam survei teranyar ini? Qodari mengungkapkan mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat keberhasilan sang Presiden ini terutama dalam bidang pemberantasan korupsi, pelaksanaan eksekusi mati sejumlah penjahat di bidang penyalahgunaan narkotika, lancarnya angkutan laut yang sering dinamai "tol laut", serta sangat suksesnya kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi yang dicerminkan dengan ditandatanganinya 11 nota kesepahaman (MoU) walaupun masih harus ditunggu realisasinya.

Akan tetapi, sebaliknya ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian pemerintahan Jokowi yang dianggap sebagai "kegagalan atau ketidakberhasilannya", di antaranya harga berbagai kebutuhan pokok yang melonjak, tingginya angka pengangguran, serta munculnya kesan bahwa Kabinet Kerja ini "terlalu pro" terhadap pemerintahan Beijing, China karena begitu intensifnya pengusaha-pengusaha Tiongkok untuk menggarap pasaran domestik Indonesia dengan penduduknya sekitar 252 juta jiwa itu.

Jika melihat atau merenungkan hasil survei ini, maka bagaimana masyarakat harus menafsirkannya? Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dilantik pada Oktober tahun 2014 menggantikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Profesor Boediono. Jadi hingga Maret 2017 kepemimpinan duet Jokowi dan Jusuf Kalla ini baru berlangsung sekitar 2,5 tahun, atau separuh dari waktu masa kerjanya selama lima tahun, sehingga masih ada waktu kurang lebih 2,5 tahun lagi untuk merealisasikan janji-janjinya yang terucap selama kampanye.

Dengan demikian masih ada waktu yang cukup bagi para pemilih untuk menentukan pilihannya yakni tetap memilih Joko Widodo atau memilih calon lain.

Harga bahan pokok dan korupsi Soal gejolak harga kebutuhan pokok, hingga saat ini masih bisa dirasakan masyarakat, seperti harga cabai yang belakangan ini meroket hingga di atas Rp 100.000 per kilogram, dari harga rata-rata berkisar Rp 20.000 hingga Rp 40.000.

Harga cabai ini menjadi strategis karena mayoritas warga Indonesia merupakan penikmat dari produk pertanian yang pedas ini. Bahkan bulan puasa pada Mei 2017 tinggal dua bulan lagi, sehingga diperkirakan harga cabai ini juga semakin "pedas" alias kemungkinan lebih melonjak lagi.

Untuk mengatasi lonjakan harga cabai ini maka kemudian ada wacana untuk mendatangkan cabai dari luar negeri (impor) namun kemudian dibantah oleh pemerintah.

Sementara itu pada bulan puasa tahun 2016 lalu, tidak hanya konsumen tapi juga pemerintah dipusingkan dengan naiknya harga daging sapi hingga menjadi sekitar Rp 120.000/kg padahal harga di pasaran seharusnya sekitar Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram.

Presiden Jokowi kemudian menetapkan bahwa harga daging sapi menjelang Lebaran 2016 sudah harus turun menjadi sekitar Rp 90.000 hingga Rp100.000.

Harus diakui bahwa target yang ditetapkan Kepala Negara itu baru tercapai hanya beberap hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 2016.

Yang patut dipertanyakan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang menjadi penanggung jawab penyediaan berbagai jenis produk pertanian, sudahkan Kementerian Pertanian mengambil langkah-langkah konkret agar harga daging sapi ini tidak lagi melonjak-lonjak, terutama mejelang bulan puasa dan lebaran 2017.

Sementara itu, pemberantasan korupsi kini menjadi sorotan mata masyarakat Indonesia karena proyek pembuatan KTP elektronik yang nilai totalnya tidak kurang dari Rp 5,9 triliun, ternyata kurang lebih Rp 2,3 triliun di antaranya diduga keras telah "ditelan" atau dikorupsi oleh segelintir oknum pejabat di kementerian, wakil rakyat dan pengusaha yang terliobat dalam proyek tersebut.

Masalah lain yang juga menonjol dan menguras energi dari berbagai pihak, yakni ucapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berpidato selaku Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu yang menyinggung Surat Al Maidah, telah menimbulkan keributan antara ummat Islam dengan warga non-Muslim bahkan di antara sesama ummat Islam tentang pengucapan isi kitab suci Al Qur'an itu.

Bisa dibayangkan ada banyak persoalan pelik yang harus dipecahkan oleh Jokowi mulai dari hal-hal yang "remeh" hingga masalah-masalah yang sensitif ataupun peka.

Selain memecahkan persoalan-persoalan kenegaraan, maka sang Kepala Negara juga tentu memikirkan bagaimana memasuki Pilpres 2019, misalnya apakah akan tetap maju, siapa calon pasangannya, harus mencari dukungan dari partai-partai politik yang mana saja serta bagaimana menyelesaikan menyelesaikan program-program kerja yang sudah dijanjikannya pada masa kampanye yang lalu dan sejibun masalah lainnya.

Walaupun Pilpres masih cukup lama, masyarakat tetap berhak memberi kesempatan kepada Jokowi untuk melaksanakan janji-janjiya sambil rakyat mengawasi atau memantau pelaksanaan janji-janji itu. (fet/ant/Arnaz  Firman)

Berita terkait