Ketua KPK Sebut Akan Ada Tersangka Baru Kasus E-KTP

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan akan ada tersangka baru kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik (E-KTP) setelah dilakukannya gelar perkara.
Ketua KPK Agus Rahardjo (foto: Ant)

Jakarta, (Tagar/13/3) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan akan ada tersangka baru terkait kasus tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (E-KTP) setelah dilakukannya gelar perkara.

"Kerugian negara akibat perbuatan ini Rp 2,3 triliun bukan hanya dua orang yang bertanggung jawab, sebentar lagi mungkin ada gelar, ada nambah orang," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3).

Namun, Agus belum bisa memastikan kapan pengumuman tersangka baru tersebut. "Belum tahu, gelarnya belum ada," ucap Agus.

Sementara soal KPK untuk membuktikan dakwaan dalam kasus KTP-E itu, Agus menyatakan bahwa ikuti saja proses di pengadilan.

"Ya nanti ikuti saja proses pengadilan. KPK kan informasinya banyak sekali, kami periksa 274 saksi dan kami bekerja sama dengan banyak lembaga seperti PPATK, termasuk beberapa instansi penegak hukum di luar negeri," ucap Agus.

Sebelumnya, KPK dijadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang kedua terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP-E tahun anggaran 2011-2012.

"Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum kami bisa sebutkan namanya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3).

Febri mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan.

"Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan," tuturnya.

Menurut Febri, KPK akan mendalami beberapa fakta-fakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi-informasi lain yang kami harap bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.

Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek E-KTP tersebut.

Pemeriksaan saksi nantinya juga untuk membuktikan imbalan yang diperoleh oleh anggota DPR dan pihak lain karena menyetujui anggaran E-KTP pada 2010 dengan anggaran Rp 5,9 triliun yang proses pembahasannya. Adapun kesepakatan pembagian anggarannya adalah:  1. 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek  2. Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada: a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp 365,4 miliar b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261 miliar c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574,2 miliar.

Semendata d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp 574,2 miliar, e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp 783 miliar.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar. (fet/ant)

Berita terkait