Ketika Tommy Soeharto Diburu Tito Karnavian

Pada masa Tommy Soeharto buron di tahun 2000, Kapolri Tito Karnavian masih menjabat Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan pangkat Komisaris Polisi.
Kapolri Tito Karnavian. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 13/3/2018) - Pada 22 September 2000 Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita memvonis putra bungsu presiden kedua RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto bersalah atas kasus korupsi PT Goro Batara Sakti dan Bulog.

Dalam vonis tersebut Tommy wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara.

Baca juga: Jejak Rekam Pangeran Cendana

Tommy tidak menerima keputusan Hakim Syafiuddin, dan mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Abdurrahaman Wahid (Gus Dur) pada 31 Oktober 2000. Namun dua hari kemudian, 2 November 2000, Presiden Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000.

Sehari sesudah grasinya ditolak, 3 November 2000, Tommy kabur setelah memalsukan identitas. Ia resmi menjadi buron setelah Polri melayangkan surat ke Interpol pada 10 November 2000 berisi permintaan bantuan untuk mencari Tommy.

Pada masa itu Kapolri Tito Karnavian masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan pangkat Komisaris Polisi.

Tito memimpin Tim Kobra dengan mengandalkan sejumlah penyidik spesialis, terutama dari unit Harta Benda. Para penyidik yang menjadi anak buah Tito merupakan para profesional yang telah menempuh pendidikan kejuruan reserse. Mereka mendapat pendidikan bintara lanjutan hingga pendidikan perwira lanjutan yang mengarah pada spesialisasi khusus.

Meski memiliki penyidik spesialis, namun perburuan Tommy tidak berlangsung mudah. Apalagi obyek yang dikejar merupakan anak mantan orang nomor satu di tanah air.

Dengan menghilangkan rasa sungkan terhadap keluarga besar Soeharto, para penyidik menelusuri sejumlah lokasi yang diduga menjadi lokasi persembunyian Tommy. Fokus pencarian dilakukan di sekitar Jakarta.

Polisi mengirim 18 tim untuk melakukan penggerebekan di 18 lokasi pada 14 November 2000. Sebanyak 206 anggota polisi diturunkan untuk melakukan penggerebakan secara serentak, termasuk di kediaman keluarga besar Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta.

Salah satu target penggerebekan adalah menemukan bunker yang diduga menjadi tempat persembunyian Tommy. Awalnya pencarian tidak berlangsung dengan mudah.

"Kami sudah cari dengan berbagai cara, termasuk mengangkat karpet- karpet, mengetuk-ngetuk dinding, dan membuka semua lemari, tetapi kami tidak menemukan pintu masuk ke bunker atau ruang bawah tanah," kata Tito Karnavian.

Pencarian bunker itu membuahkan hasil setelah beberapa bulan pencarian. Pada 16 Januari 2001 polisi membongkar lantai rumah Tommy di Jalan Cendana Nomor 12, Jakarta.

Menurut Tito, pembongkaran lantai dilakukan bukan untuk mencari Tommy, namun untuk memastikan ada ruang persembunyian khusus.

Dengan demikian, kalau ada pemeriksaan lagi maka pencarian ruang bawah tanah yang diduga jadi tempat persembunyian terpidana tukar guling PT Goro-Bulog itu tidak akan luput dilakukan. Ruang itu diketahui berukuran 4x4 meter di kedalaman 3 meter.

Saat ditemukan polisi, ruangan tampak rapi dan tidak penuh debu. Ada lemari dan kitchen set dalam formasi U di dalamnya. Periksa pola komunikasi bunker ditemukan, namun Tommy belum juga ditemukan.

Tim Kobra terus melakukan pencarian dan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang diduga tahu keberadaan Tommy.

Titik terang baru didapat saat polisi menahan salah satu teman Tommy, Hetty Siti Hartika di Apartemen Cemara, Menteng, Jakarta Pusat pada 6 Agustus 2000.

Keterangan tambahan juga didapat saat polisi menangkap tersangka pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 7 Agustus 2000, yang ketika itu diketahui melibatkan Tommy. Penyidik berjumlah 25 orang yang dipimpin Tito itu kemudian menemukan jaringan komunikasi orang-orang dekat Tommy. Diketahui, pola komunikasi kerap dilakukan di empat tempat, yakni Menteng, Pondok Indah, Bintaro, dan Pejaten.

Tim Kobra kemudian memantau sinyal telepon dan merekam pembicaraan telepon untuk mencari Tommy. Hingga kemudian penelusuran itu membawa polisi ke rumah di Jalan Maleo II Nomor 9, Bintaro Jaya, Tangerang.

Kemudian pada Rabu 28 November 2001 penggerebekan dilakukan untuk menangkap Tommy.

Tommy sedang tidur saat ditangkap.

"Tampangnya sangat memelas," kata penyidik. (sa)

Berita terkait