Ketersediaan Air di Pulau Jawa Hanya Cukup 2 Bulan

Jika hujan selama dua bulan tak turun, diperkirakan seluruh Pulau Jawa kekeringan dan krisis air.
BPBD Kabupaten Pacitan bekerja sama dengan PDAM telah menyalurkan 51 mobil tangki air di 14 desa yang mengalami kekeringan. (Foto: BNPB)

Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) mengingatkan ketersediaan air di Pulau Jawa hanya cukup untuk dua bulan. Jika hujan selama dua bulan tak turun, diperkirakan seluruh Pulau Jawa kekeringan dan krisis air.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Rere Christanto. Dia mengungkapkan, berdasarkan penelitian pemerintah, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah air di Jawa tidak terlalu tinggi.

"Situasi seperti ini tentunya yang dibutuhkan banyak kawasan lindung menjadi kawasan resapan air," ujar Rere, dikonfirmasi, Senin 29 Juli 2019.

Dia menyebut, sesuai data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, ada 822 desa yang potensi kekeringan. Jumlah itu terbilang meningkat jika dibandingkan 2018 yakni 725 desa.

Desa tersebut bersifat dinamis karena bisa berkurang, atau bertambah. Mengingat puncak musim kemarau diprediksi Agustus 2019.

Memang separuh kawasan sumber mata air di Kota Batu hilang

Sementara itu, selama ini kebijakan pemerintah bertolak belakang dengan fakta ancaman kekeringan. Mengingat jumlah kawasan tambang di Jatim meningkat drastis dari 2012 ke 2016. Dimana tahun 2012 luasan tambang hanya sekitar 80 ribu hektare. Sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi 551 ribu hektare.

Luasan tambang yang semakin bertambah ini berdampak bertambahnya kerusakan kawasan hutan dan alam. Akibatnya luas wilayah resapan air berkurang.

Rere mengaku daerah yang cukup mengkhawatirkan adalah pegunungan kars, seperti di Tuban, Lamongan hingga ke Barat Pulau Jawa. Pertambangan di daerah ini dapat merusak kawasan dan mempengaruhi resapan air.

"Permukaannya memang gersang. Kawasan kars itu bisa menyerap air dalam jumlah besar terutama di sungai bawah tanah. Masalahnya dibongkar untuk kawasan pertambangan," tuturnya.

Kondisi ini diperparah dengan rusaknya ekologis pada wilayah resapan di hulu Sungai Brantas. Data dari Walhi menyebutkan tahun 2010 masih ada sekitar 111 sumber mata air di wilayah Batu dan sekitarnya. Kemudian tahun 2016 hanya menyisakan 51 titik saja.

"Memang separuh kawasan sumber mata air di Kota Batu hilang," tukasnya.[]

Baca juga:

Berita terkait