Kesedihan Petani Kopi Bantaeng di Tengah Covid-19

Produksi kopi petani Bantaeng kini menumpuk di gudang. Virus Covid-19 melumpuhkan roda perekomian masyarakat.
Proses sortir biji kopi untuk menghasilkan kopi specialty khas Bantaeng. (Foto: Tagar/Dok. Adam Kurniawan)

Bantaeng - Wabah Covid-19 telah melumpuhkan nyaris semua pergerakan ekonomi masyarakat. Bahkan, jutaan pekerja di Indonesia kini mengganggur karena terdampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) virus corona.

Kepelikan juga tengah dirasakan petani kopi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Adam Kurniawan gelisah memikirkan nasib petani di tengah pandemi Covid-19.

Jika tidak ada solusi, kemungkinan kerugian petani kopi khususnya yang bergerak di koperasi Akar Tani ini mencapai Rp 680 juta.

Adam adalah pegiat advokasi lingkungan hidup dan juga Ketua Balang Institut, sebuah non governmnet organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di isu lingkungan hidup.

Senin, 4 Mei 2020, Adam mengatakan penjualan biji kopi specialty yang digarap bersama petani dan koperasi Akar Tani tersendat. Sekitar 8 ton biji kopi tersimpan di gudang. Jika tak laku juga, dipastikan petani dan pekerja tak lagi memproduksi dengan skala besar.

Padahal, masa bertahan biji kopi specialty itu terjaga hanya dalam waktu satu hingga dua bulan. Biji kopi specialty sendiri adalah biji kopi yang ditanam di iklim khusus dan melalui banyak proses pengolahan. Menyortir warna biji, besar dan keutuhan perbiji agar diperoleh hanya biji terbaiknya saja.

Adam 'Balang' mengisahkan perjuangan mereka memproduksi kopi berkualitas. Selaku fasilitator, Balang Institut menyadarkan petani tentang pentingnya menjaga kualitas dan koperasi Akar Tani pun berani memberi upah lebih kepada pekerja.

Awalnya, Adam bercerita tentang kopi Daulu. Ya, sebelum berganti nama, kopi Bantaeng specialty lebih dikenal dengan nama kopi Daulu. Alasan berganti nama cukup sederhana, Bupati Ilham Azikin ingin nama Bantaeng lebih dikenal lagi bersamaan dengan sederet prestasi lainnya.

Balang Institut dan Koperasi Akar Tani menyetujui hal itu hingga akhirnya brand Kopi Bantaeng mulai dilepas di pasaran sejak dua tahun belakangan. Dulunya bahkan Belanda kerap mengekspor biji specialty.

"Sebenarnya Bantaeng telah mengekspor kopi sejak zaman Belanda. Dalam catatan Alfred Russel Wallace, ada seorang pedagang dan pemilik perkebunan kopi di Bontyne (sekarang Bantaeng). Wallace menuliskan bahwa kopi yang diekspor itu adalah kopi dengan kualitas baik. Saya kemudian berasumsi bahwa kopi Bantaeng memang enak sejak masa pemerintahan Belanda," katanya.

Ekspor kopi itu juga, kata Adam, mempengaruhi kebiasaan mengopi warga pribumi. Kebanyakan penikmat kopi lebih senang dengan kopi hitam pekat dengan kadar kafein tinggi. Sebab, proses sangrai yang cukup lama hingga biji kopi menghitam.

"Lagi-lagi ini masih asumsi. Kemungkinan kebiasaan ngopi kita hari ini warisan pemerintahan Belanda. Karena biji kopi terbaik di ekspor, sementara biji kopi yang cacat disimpan di Bantaeng. Mau tidak mau kopi cacat ini harus disangrai sampai hangus agar rasanya bagus," katanya.

Berbeda dengan kopi yang proses pemetikan dipilah antara biji kopi yang berwarna merah, bentuk utuh dan tidak dimakan hama. Maka cita rasa terbaik akan didapatkan lebih nikmat.

"Petani zaman itu disuruh memilah kopi yang masih hijau agar dipisahkan dengan yang merah, begitupula dengan yang tidak utuh. Yang sempurna diekspor sementara yang cacat ini dikonsumsi orang-orang kita, nah itu mungkin menjadi kebiasaan petani kita sampai saat ini yang asal dalam memetik. Memang prosesnya panjang tapi demi kualitas terbaik dengan harga yang mahal, kenapa tidak," tuturnya.

Produksi Gagal

Persoalan terbesar saat ini adalah Covid-19. Semua produksi kali ini harus tersendat dengan keuntungan produksi yang bisa disebut belum ada. Padahal, Akar Tani telah menyerap tenaga kerja sampai 84 orang untuk melakukan sortiran buah, biji, hingga tahap green been.

"Ada sekitar 64 orang petani kopi terancam tak lagi memproduksi kopi specialty. Kalau mereka tidak memproduksi itu, maka pendapatan mereka akan berkurang. Tujuan kami sebenarnya selain mengangkat brand kopi Bantaeng, sekaligus meningkatkan taraf hidup petani kopi yang ada di Bantaeng," tuturnya.

Kopi BantaengKopi specialty dalam kemasan produksi petani di koperasi Akar Tani, Bantaeng. (Foto: Tagar/Dok. Adam Kurniawan)

Di Bantaeng sendiri ada ratusan petani dengan ratusan hektare lahan siap produksi. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Bantaeng sejauh ini telah memberi fasilitas yang baik untuk petani kopi. Hal itu dibuktikan dengan diresmikannya Sentra Pengolahan Kopi Banyorang oleh Bupati Bantaeng Ilham Azikin beberapa waktu lalu.

Namun, kecintaan Ilham Azikin terhadap kopi specialty sepertinya harus disimpan dulu jika ia tak segera memikirkan solusi bagi para petani yang tergabung dalam Koperasi Akar Tani tersebut.

"Jika tidak ada solusi, kemungkinan kerugian petani kopi khususnya yang bergerak di koperasi Akar Tani ini mencapai Rp 680 juta. Ini baru satu koperasi, belum yang lain," tutunya.

Angin Segar dari Menteri Pertanian

Beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) melakukan panen raya jagung dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Bantaeng. Dia juga menyempatkan diri menyeruput secangkir kopi khas Bantaeng. Katanya nikmat dan dia juga berjanji akan mengakali persoalan petani kopi di tengah pandemi ini.

"Ada secercah harapan. Itu datangnya dari Pak Menteri Pertanian. Beliau sempat menjajikan bahwa akan membeli dan membantu ekspor 8 ton kopi specialty Bantaeng," katanya.

Kendati begitu, Adam tak mampu berbuat lebih untuk menjemput harapan tersebut. Namun, dirinya bersama pengurus Balang Institut dan Akar Tani melaporkan hal ini kepada Bupati Bantaeng.

"Saat itu kami (Balang Institut), pihak Akar Tani, pak bupati dan pak kadis pertanian ada dalam pertemuan itu. Pak Bupati sebenarnya sudah perintahkan untuk menghubungi Kementerian Pertanian, tapi entah bagaimana kabarnya sekarang," katanya.

Ada secercah harapan. Itu datangnya dari Pak Menteri Pertanian. Beliau sempat menjajikan bahwa akan membeli dan membantu ekspor .

Menurut Adam, petani kopi butuh bantuan sentuhan tangan pemerintah guna mengangkat kopi specialty brand Kopi Bantaeng. "Di belahan dunia lain, misal Eropa juga mengonsumsi kopi padahal mereka tidak memproduksinya. Kita butuh jembatan untuk ke sana, kita butuh untuk membahas ini dengan orang-orang terkait agar petani kopi Bantaeng bisa maju dan kehidupan mereka terselamatkan," tuturnya. []

Berita terkait
Siasat Warga Bali Bertahan di Tengah Covid-19
Tak ada yang lebih parah dari dampak virus Covid-19 ini. Saya sudah merasakan semuanya saat bom Bali, musibah Gunung Agung, virus Sars, Flu Burung.
Puisi Cinta untuk Para Pejuang Covid-19
Sebuah musikalisasi puisi cinta berjudul Selain Cinta dipersembanhkan untuk para pejuang Covid-19 Tanah Air.
Saat Keraton Yogyakarta Menegur Masjid Pathok Negara
Keraton Yogyakarta selalu pemilik Masjid Pathok Negara Plosokuning sempat menegur takmir agar kegiatan Ramadan ditiadakan.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.