Kesaksian Mantan Pecandu tentang Rebusan Pembalut

Perilaku nyeleneh pecandu bukan hanya rebusan pembalut, tapi juga mengoplos minuman keras dengan obat nyamuk.
Mantan pengguna narkoba, Toni Endrianto berbagi cerita dalam upaya mendapat solusi atas persoalan anak jalanan mabuk pembalut. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 13/11/2018) - Motif ekonomi diyakini bukan menjadi satu-satunya faktor munculnya fenomena minum air rebusan pembalut di kalangan anak jalanan (anjal) di Jawa Tengah. Ada faktor lain yang berkorelasi positif dengan perilaku nyeleneh tersebut, khususnya bagi mereka yang sudah masuk kategori pecandu narkoba atau zat psikoaktif lainnya.

"Memang masalah ekonomi bisa mempengaruhi, tapi karakter pecandu itu ingin sesuatu yang lebih dari yang pernah ia rasakan," ungkap mantan pengguna Napza, Toni Endrianto, Senin (12/11).

Pengakuan Toni disampaikan dalam diskusi Hot News on Room digelar Forum Wartawan Provinsi dan DPRD Jateng (FWPJT) di ruang pers kompleks Kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan Semarang.

Baca juga: Remaja Mabuk Rebusan Pembalut, Perlu Diperiksa Tertular HIV/AIDS?

Sebagai mantan pengguna napza, Toni paham betul perilaku anjal yang identik dengan pergaulan bebas, termasuk penyalahgunaan obat-obatan, mengoplos minuman keras dengan obat atau produk obat nyamuk hingga narkotika. Ia juga pernah melakukan beragam eksperimen penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan dalam rangka mendapat sensasi lebih dari yang pernah didapat sebelumnya.

"Saya dulu pengguna narkoba suntik. Heroin, putaw, matadon, obat depresan saya suntikkan. Bahkan sabu juga pernah saya suntikkan. Panadol juga pernah saya suntikkan. Putaw di-miks (dioplos) ganja atau panadol juga pernah saya suntikkan," beber dia.

Berbekal pengalaman dan berkawan dengan anjal, Toni lebih yakin faktor coba-coba untuk lebih mendapat rasa fly yang diinginkan menjadi dominan munculnya fenomena mabuk pembalut.

"Kalau faktor ekonomi, mereka beli tuak, Rp 10.000 dapat 1 liter tuak dan itu cukup bikin mabuk. Ini pembalut, harganya lebih mahal. Dan tidak mungkin hanya merebus 1 pembalut bisa langsung mabuk," kata Toni.

Toni menambahkan selama menjadi pecandu, dirinya belum pernah menggunakan pembalut untuk mendapat sensasi fly yang lebih.

"Saya geli mendengarnya. Sebelum diberitakan, dulu pernah dengar cerita dari teman-teman anak jalanan mabuk pakai pembalut," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelopor Perubahan Institute Yvon Sibuea menambahkan fenomena mabuk pembalut sudah menjadi pembicaraan internasional, tidak hanya di dalam negeri.  

"Setidaknya sudah ada enam sampai tujuh media luar negeri yang memberitakan itu," ujarnya.

Dari pengamatannya, ada reaksi berlebih dari masyarakat menyikapi pemberitaan tersebut. 

"Reaksi masyarakat ketakutan, panik, ada yang geli dan jijik," kata dia. 

Bagi Yvone semestinya reaksi berlebih masyarakat dengan meminta ada tindakan hukum terhadap pelaku mabuk pembalut tidak perlu terjadi jika paham masalah.

"Penyelesaian dengan kepanikan tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu diketahui bahwa kita tidak bisa lepas dari zat-zat psikoaktif. Apakah nanti tidak bikin repot kepolisian dan BNN yang tiap hari akan meneliti zat psikoaktif untuk bisa dimasukkan dalam aturan baru narkotika?" tuturnya.

Yvone lebih sepakat jika penanganan masalah anjal mabuk pembalut dilakukan dengan sinergi lintas sektoral. Melakukan pendekatan ke anjal, pendampingan psikologis, termasuk sosialisasi zat-zat adiktif yang membahayakan kesehatan harus intens. Juga masuk ruang lingkup keluarga agar anak dan remaja tidak lari ke pergaulan bebas dalam rangka mengubah mood atau suasana hatinya. []

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.