Kerugian Negara Kasus Korupsi Fee 30 Persen Tidak Jelas

Kasus korupsi fee 30 persen anggaran sosialisasi 14 kecamatan se-Kota Makassar, tidak jelas kerugian negarannya. Ini alasannya.
Penasehat hukum terdakwa Hamri Haiya, Ahmad Farid saat ditemui di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 27 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Ilham)

Makassar - Tim penasehat hukum terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran sosialisasi 14 kecamatan se-Kota Makassar menyebutkan kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 26,9 miliar tidak jelas.

Sidang kasus fee 30 persen jilid dua ini mendudukkan Camat Rappocini, Hamri Haiya sebagai terdakwa, dihadapan majelis hakim Tipikor Makassar dengan agenda sidang pembacaan pembelaan terdakwa, Kamis 27 Agustus 2020.

Hamri tidak memperkaya diri. Dia sendiri yang setor uang cash back 30 persen.

Menurut pengacara terdakwa Hamri Haiya, Ahmad Farid, ketidakjelasan kerugian negara dalam kasus fee 30 persen.

Dimana kata Ahmad Farid, terdapat empat kerugian negara yang keseluruhannya berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebesar Rp 26,9 miliar.

"Tidak jelas di situ, kerugian negara itu harus jelas dan pasti. Di sini menurut jaksa ada tiga Rp 26 miliar, Rp 2,3 miliar dan Rp 1,9 miliar, terus ada lagi Rp 448 juta. Ini tidak jelas," kata Ahmad Farid usai persidangan.

Kemudian kata Ahmad, jaksa penuntut umum mengurai kerugian negara sebesar Rp 448 juta yang mengganggap anggaran itu dipergunakan, tetapi penggunaan anggaran tersebut tidak jelas juga peruntukannya.

"Karena dalam BPK itu semua harus jelas, tidak bisa hanya mengatakan ada kerugian negara tetapi tidak bisa dibuktikan," ujarnya.

Selain itu, Ahmad menampik adanya unsur terdakwa, Hamri Haiya melakukan tindakan memperkaya diri dalam kasus fee 30 persen. Dalam pledoinya terdakwa hanya menyetorkan 30 persen anggaran ke Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Makassar yang saat itu dijabat oleh saudara terdakwa, Erwin Haiya yang kini telah menjalani masa hukuman dalam kasus yang sama.

"Hamri tidak memperkaya diri. Dia sendiri yang setor uang cash back 30 persen. Dan penyetoran 8 camat lainnya sudah disetorkan ke pak Erwin. Jadi dimana unsur memperkaya dirinya," ungkapnya.

Sementara, terdakwa juga tidak mempunyai kewenangan dalam menentukan anggaran sosialisasi saat itu. Karena kata Ahmad yang berhak menentukan hal itu adalah Kepala BPKAD Makassar yang dijabat Erwin Haiya.

"Yang menentukan semua itu adalah Erwin, atas dasar itu Hamri hanya melaksanakan perintah. Kalau di pasal 51 KHUP tidak boleh dipidana kalau melaksanakan perintah jabatan. Itu yang menjadi dasar kami," katanya.

Sidang kasus dugaan korupsi fee 30 persen jilid dua ini akan dilanjutkan pada pekan depan, 3 September dengan agenda mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas pledoi penasehat hukum terdakwa. []

Berita terkait
Saksi Kasus Fee 30 Persen, Walikota Makassar Diperiksa Ditreskrimsus Mapolda Sulsel
Pemeriksaan Danny yang berlangsung hampir lima jam, lebih banyak mengklarifikasi laporan masyarakat yang masuk terkait fee 30 persen camat.
Rp 90 Miliar untuk Influencer, Apa Itu Korupsi?
Indonesia Corruption Watch pemantau korupsi, apa yang salah dengan mengeluarkan dana Rp 90 miliar buat bayar influencer? Di mana letak korupsinya?
Korupsi di KPU Sulawesi Barat Naik ke Tahap Sidik
Kasus korupsi kegiatan fasilitas kampanye calon DPD di KPU Sulbar naik ke tahap sidik.
0
Mendagri Lantik Tomsi Tohir sebagai Irjen Kemendagri
Mendagri mengucapkan selamat datang, atas bergabungnya Tomsi Tohir menjadi bagian keluarga besar Kemendagri.