Kenapa Pilpres Membuat Rakyat Amerika Serikat Terpecah

Pilpres AS tahun 2020 menunjukkan bahwa rakyat tampaknya hidup dalam dua realitas berbeda, tergantung pada preferensi politik mereka
Pendukung Capres Joe Biden berhadap-hadapan dengan pendukung Presiden Donald Trump pada hari pemilu 3 November 2020 di Houston, Texas, AS (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Jakarta – Amerika Serikat (AS) mungkin merupakan satu negara, tetapi pemilu presiden (Pilpres) tahun 2020 menunjukkan bahwa rakyat AS tampaknya hidup dalam dua realitas berbeda, tergantung pada preferensi politik mereka.

Dua warga AS yang ditemui “VOA”, Jeff dan Beth, mungkin dapat menggambarkan mengapa rakyat AS terpecah karena Pilpres.

“Saya sangat muak. Saya tidak lagi mengenali negeri ini. Saya benar-benar tidak mengenalinya. Saya kira Donald Trump telah merusak negeri ini,” kata Jeff.

“Dalam pandangan saya Trump justru telah memulihkan perekonomian. Dana pensiun saya meningkat. Saya menghasilkan lebih banyak uang dan nilai saham saya melesat. Saya kini memiliki lebih banyak uang,” ujar Beth.

Jeff dan Beth menggambarkan perpecahan tajam di negara ini. Pakar politik di California Institute of Technology, Michael Alvarez mengatakan, “Kita terpecah secara partisan dan ideologi. Kita terpecah dalam banyak masalah, sosial dan ekonomi. Pandangan dan reaksi kita terhadap pandemi virus corona juga terpecah.”

Di malam penghitungan suara, tidak terjadi “gelombang dukungan pada Partai Demokrat” sebagaimana yang diharapkan partai itu. Beberapa jajak pendapat menunjukkan Biden memimpin di Florida, salah satu negara bagian utama, yang ternyata justru dimenangkan oleh Trump.

Mengapa jajak-jajak pendapat ini kembali salah membuat perkiraan?

“Bisa jadi dalam masa pandemi ini ada begitu banyak asumsi yang dibuat tentang bagaimana menarget subyek yang disurvei, dan kemudian bagaimana mengkaji ulang data itu secara statistik, yang mungkin secara sistemtis salah,” lanjut Michael.

Ketika tim kampanye Biden memusatkan perhatian pada cara Trump mengatasi pandemi virus corona, persaingan ketat menunjukkan bahwa Demokrat muungkin telah salah menilai urgensi isu-isu lain bagi para pemilih yang mendukung Trump.

pendukung presidenPendukung Presiden AS Donald Trump dan pendukung mantan Wapres Joe Biden sama-sama mengibarkan bendera di Miami, Florida (foto: dok/voaindonesia.com/AFP).

“Para pendukung Trump merasa tersisih. Mereka merasa seolah-olah telah kehilangan kesempatan. Saya kira ini adalah jenis ketidakpuasan yang benar-benar berhasil dimanfaatkan oleh Trump; dan menurut saya ini tidak berubah sejak tahun 2016, bahkan mungkin lebih buruk lagi.”

Pertarungan Pilpres yang sengit juga menunjukkan perubahan demografi dan geografi politik di Amerika.

“Saya kira dukungan dari beragam segmen – yang sudah diperkirakan sebelumnya – seperti kelompok warga kulit hitam, bagi Partai Demokrat... bukan sesuatu yang dapat diharapkan Partai Demokrat. Saya kira mereka perlu bekerjasama untuk meraih suara warga Amerika keturunan Afika, Amerika-Latin dan Hispanik,” tambah Michael.

Tracy Hinson, yang berasal dari Delaware, mengatakan memilih Trump dalam pemilu presiden 3 November. “Saya tidak melihat antusiasme yang sangat besar bagi Biden. Maksudnya, saya tidak melihat hal itu,” ujar Tracy.

Pendukung Biden, Beth Jobs mengatakan ia menginginkan perubahan, tidak lagi terjebak pada perpecahan yang terjadi empat tahun belakang ini. “Saya berdoa demi pemulihan negara ini, bahwa kita dapat bekerjasama, duduk dan membahas hal ini, di mana semua pihak didengar suaranya.”

Presiden berikutnya harus menghadapi pandemi virus corona dan memburuknya kondisi perkomian; sambil tentunya memimpin negara yang terpecah ini. (em/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Menunggu Hasil Perhitungan Suara Pilpres Amerika Serikat
Proses Pilpres AS telah lama usai, tetapi persaingan Donald Trump dan Joe Biden menuju Gedung Putih belum juga menunjukkan hasil yang final
Donald Trump Picu Skenario Kiamat di Pilpres Amerika Serikat
Skrenario kiamat yang ditakutkan di Pilpres Amerika Serikat mulai terwujud ketika Trump tertinggal dari Biden dengan memperkeruh penghitungan suara
Pilpres Amerika Serikat Demokrasi Tak Langsung dan Misoginis
Hari ini, 3 November 2020, rakyat Amerika Serikat akan memilih kandidat presiden antara Trump atau Biden yang sebenarnya bukan pemilihan langsung