Kena Virus Aneh, Thailand Karantina Wanita China

Pemerintah Thailand mengkarantina seorang wanita berkebangsaan China yang terserang virus misterius bernama coronavirus.
Wisatawan mengantri untuk check in di Bandara Internasional Suvarnabhumi di Bangkok, Thailand, 16 Januari 2018. Thailand mengkarantika seorang wanita China yang terjangkit virus baru keluarga Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS). (Foto: Reuters|Athit Perawongmetha|Channel News Asia).

Bangkok - Pemerintah Thailand mengkarantina seorang wanita berkebangsaan China yang terserang virus misterius bernama coronavirus. Kementerian Thailand pada Senin, 13 Januari 2020 menyatakan bahwa virus coronavirus ini merupakan yang pertama kali terdeteksi di luar China.

Otoritas Thailand sejak 3 Januari lalu, mengkarantina 12 penumpang pesawat dari China. Namun berdasakan hasil laboratorium, hanya satu orang yang terdeteksi membawa virus coronavirus, kata Kementerian Kesehatan Thailand.

Seperti diberitakan dari Channel News Asia, seorang laki-laki berusia 61 tahun menajdi orang pertama yang meninggal di China pada pekan lalu. Ia dideksi terserang penyakit pernafasan yang diyakini disebabkan oleh virus baru yang masih masuk dalam keluarga Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS).

Tujuh orang yang terjangkit virus baru dengan gejala mirip pneumonia di China dalam kondisi kritis

Sebelumnya 40 satu orang dengan gejala seperti pneumonia yang didiagnosa merupakan virus baru ditemukan di Provinsi Wuhan, China. Otoritas Kesehatan Wuhan menyebutkan, dari 40 orang itu, tujuh diantaranya dalam kondisi kritis.

Pihak berwenang Thailand meningkatkan pengawasan di bandara menjelang liburan Tahun Baru Imlek China minggu depan. Diperkirakan ratusan ribu turis China akan berlibur ke Thailand untuk merayakan Imlek yang dimulai pada 25 Januari 2020. Setiap tahun, turis China yang berkunjung ke Thailand mencapai 10 juta orang.

Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul mengatakan wanita yang dikarantika sejak Rabu lalu telah mendapatkan perawatan dan cukup sehat untuk pulang. "Mampu mengidentifikasi pasien menunjukkan bahwa sistem pemantauan kami berjalan efisien. Kami yakin dapat mengatasi masalah ini," ucapnya. Namun ia tidak menjelaskan kapan wanita itu akan dideportasi ke negaranya di China.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengkonfirmasi bahwa kasus pertama yang terjadi di Thailand merupakan virus baru dari keluarga SARS yang belakangan ini merebak di China. "Pengujian laboratorium kemudian mengkonfirmasi bahwa coronavirus baru adalah penyebabnya," kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic kepada AFP melalui surat elektronik.

Bisa saja kasus serupa terjadi di negara lain

WHO menyatakan akan segera menjadi tuan rumah pertemuan darurat untuk membahas penyebaran virus baru. WHO menyebutkan bahwa tidak mengejutkan bila virus baru itu telah menyebar ke luar China. "Bisa saja kasus serupa terjadi di negara lain. Untuk itu, WHO menyerukan pemantauan aktif dan aksi siaga di negara-negara lain," kata pernyataan WHO.

WHO telah mengeluarkan panduan tentang cara mendeteksi dan mengobati yang terkena virus baru. Pemerintah China juga diminta cepat tanggap dalam melakukan diagnosa pasien yang diduga terjangkit virus baru. Namun WHO belum merekomendasikan langkah-langkah khusus untuk pembatasan turis dari China berkunjung ke negara untuk mencegah meluasnya penyebaran. Namun WHO menekankan bahwa lembaga ini serius dengan merebaknya wabah virus baru. []

Baca Juga:

Berita terkait
Tsunami Aceh 2004, Cerita Duka dari Thailand
Menjelang pukul 08.00 WIB, 15 tahun yang silam, Aceh diguncang gempa hebat berkekuatan 9,1 SR yang kemudian diikuti dengan tsunami.
Kapal China Tinggalkan ZEE, TNI Perketat Jaga Natuna
Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono memastikan kapal Coast Guard China sudah meninggalkan wilayah ZEE Indonesia di Kabupaten Natuna.
Jiangsu, Provinsi Terkaya di China
Berdasarkan data BPS China, dari 80 juta penduduk di Provinsi Jiangsu,tercatat hanya 17 orang yang hidup miskin.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi