Kemenangan Uji Coba Timnas U-19 Bak Pelipur Lara

Laga antara Timnas U-19 Indonesia lawan China dengan skor 3-1 untuk PSSI yang berlangsung di Surabaya merupakan laga persahabatan atau uji coba
Pesepak bola Indonesia U-19 Muhammad Fajar Fathur Rachman (kanan) berebut bola dengan pesepak bola China U-19 Yue Zhu (kiri) saat laga uji coba di Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 17 Oktober 2019. (Foto: Antara/Zabur Karuru)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Timnas Indonesia U-19 Tekuk China 3-1 di Surabaya. Hasil Timnas Indonesia U19 vs China Skor Akhir 3-1, Garuda Impresif. Itulah sebagian judul berita di media online tentang laga sepak bola antara Timnas U-19 Indonesia dan Cina. Hasil laga di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, iu jadi semacam pelipur lara bagi penggema sepak bola nasional yang dirundung malang karena tim senior PSSI kalah terus pada laga babak Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Bagi penggemar bola nasional berita kemenangan itu bagaikan setitik air di guruh. Harap maklum sudah beberapa dekade belakangan ini tim atau kesebelasan sepak bola nasional tidak pernah menang di kancah internasional, bahkan di kawasan Asean.

Media Massa

Pada laga final Piala AFF 2010 di Stadion GBK, misalnya, pujian dan sanjungan kepada Timnas PSSI luar biasa karena lawan di final sudah dikalahkan di babak penyisihan grup. Bahkan, aroma politik dan agama jadi bagian dari sanjungan kepada tim sepakbola yang ketika itu ditaburi 'bintang' naturalisasi.

Tapi, apa yang terjadi di final? Mimpi buruk benar-benar terjadi. Hari Minggu, 26 Desember 2010 Timnas PSSI melangkah ke lapangan rumput dengan kepala tegak dan percaya diri dengan dukungan puluhan ribu penggemar dengan teriakan-teriakan yang membahana. PSSI kalah telak dibantai Malaysia dengan skor 3-0.

Apa sebenarnya yang terjadi?

Kemenangan PSSI di babak penyisihan dibesar-besarkan media massa, terutama televisi, tanpa memberikan gambaran riil tentang kekuatan kesebalasan Malaysia yang dimainkan. Ternyata banyak pemain cadangan yang diturunkan Malaysia karena mereka sudah memastikan diri lolos ke semifinal.

Itu artinya kehebatan Timnas PSSI yang diberitakan media massa pada laga babak penyisihan merupakan bentuk hiperrealitas (hyperreality) yaitu tidak menunjukkan fakta tentang peta kekuatan Malaysia. Sedangkan lawan Filipian di grup yang sama saja Indonesia hanya bisa menang 1-0 pada laga home dan away di Stadion GBK, Senayan, Jakarta.

Media mengukur kekuatan PSSI ketika mengalahkan Malaysia di babak penyisihan dengan skor 5-1. Ukuran kekuatan itu tidak realistis karena kekuatan kesebelasan Malaysia yang berlaga di babak penyisihan itu bukan kekuatan penuh. Kemenangan telak itu dianggap sebagai 'keperkasaan' Timnas PSSI. Inilah yang merupakan hyperreality karena tidak menggambarkan kekuatan kesebelasan Malaysia yang sebenarnya.

Kekuatan Timnas PSSI dan kelemahan kesebelasan Malaysia diumbar oleh media massa, terutama televisi. Hampir sepanjang hari ada berita tentang keperkasaan Timnas PSSI yang mengalahkan Malaysia itu.

Tidak hanya sebatas media massa, tapi beberapa acara infotainment pun tidak mau ketinggalan. Ketika mereka mewawancarai aktor dan artis celotehan dibumbui dengan tentang Timnas PSSI. Para artis pun menabur pujian dan 'analisis'.

Pujian dan sanjungan terhadap Timnas PSSI ketika kian tidak realistis sebagai olahraga karena dibumbui pula dengan politik dan agama. Dikabarkan, Timnas PSSI dibawa sowan ke ulama. Ada pula pondok pesantren dan kelompok pengajian yang berdoa untuk kemenangan Timnas PSSI.

Terkait dengan doa saya teringat pada 'tragedi' kekalahan PSSI di babak penyisihan Piala Dunia di Bangkok di tahun 1980-an.

Hiperbol

Pertandingan itu disiarkan “TVRI”secara langsung dengan komentator penyiar TVRI, Sambas. Waktu tinggal 10 menit. Sambas berkomentar (kira-kira begini): Suadara-saudara, mari kita berdoa agar PSSI menang. PSSI kalah. Gagal ke babak berikutnya.

Waktu itu Prof Dr Anton M. Meoliono, pakar bahasa di Pusat Bahasa Depdikbud, berkomentar: Kalau hanya mengandalkan doa tentulah Cina yang selalu menjadi juara.

Mengapa? Karena yang berdoa di Cina lebih dari satu miliar. Angka ini belum termasuk Cina di perantauan.

Paradigma hiperrealitas terhadap Timnas PSSI yang disuburkan oleh stasiun TV nasional ternyata membawa petaka.

Timnas PSSI seakan-akan luar biasa, istimewa, melebihi (kekuatan) kesebelasan lain, dalam hal ini dengan kesebelasan Malaysia bertolak dari hasil di babak penyisihan.

Padahal, ketika melawan kesebelasan Filipina pada dua pertandingan di semi final yaitu home (laga kandang) dan away (laga tandang) Timnas PSSI hanya bisa mengalahkan Filipina 1-0 di dua pertandingan itu. Dua pertandingan itu dilangsungkan di GBK, Jakarta.

Kalau saja pengamat, masyarakat dan pengelola stasiun televisi nasional melihat kenyataan itu tentulah Timnas PSSI tidak ditempatkan pada posisi hyperreality.

Tapi, karena sudah beberapa dekade PSSI tidak pernah memenangkan pertandingan tingkat internasional maka hyperrality Timnas PSSI menjadi pemicu euphoria rakyat yang sudah terlena dengan 'kekuatan semu' PSSI. Sanjungan terhadap Timnas PSSI sudah melampaui batas.

Pujian dan sanjungan merupakan bentuk hiperbol yaitu pernyataan yang dibesar-besakan, dilebih-lebihkan dengan maksud menyanjung Timnas PSSI.

Siaran-siaran yang menyanjung Timnas PSSI mengaburkan fakta dengan memberikan 'kejajayan' dan 'keperkasaan' sebagai citra (kesan psikologis dalam bayangan visual yang ditimbulkan oleh berita di media massa, khususnya televisi).

Akibatnya, masyarakat hanya menangkap citra dari kejayaan dan keperkasaan Timnas PSSI yang palsu bukan fakta. Kekalahan Timnas PSSI dari Malaysia merupakan salah satu cermin buruk media massa.

Begitu juga dengan kemanangan Timnas Indonesia U-19 yang mengalahan Cina 3-1 ternyata hanya pertandingan persahabatan atau uji coba. Kemenganan ini seperti pelipur lara ketika Timnas PSSI senior untuk Piala Dunia 2020 kalah terus di laga-laga kualifikasi.

Tapi, akankah kita terus terlena dengan situasi-situasi hiperrealitas dalam dunia olahraga yang kasat mata? Sudah saatnya masyarakat meningkatkan apresiasi terhadap media massa agar tidak mudah terhanyut pada situasi yang tidak realistis. []

Berita terkait
Suporter Rusuh PSSI Didenda FIFA Rp 641 Juta
Akibat ulah suporter Timnas Indonesia yang menyerang superter Malaysia pada laga kandang Kualifikasi Piala Dunia 2022 FIFA mendenda PSSI
Pelatih Fakhri Husaini Puas dengan Tiga Gol Timnas U-19
Pelatih tim nasional U-19 Fakhri Husaini memuji tiga gol yang tercipta di laga uji coba melawan China U-19. Di laga itu, timnas U-19 menang 3-1.
Timnas U-19 Siap Jalani Kualifikasi Piala Asia U-19
Tim nasional U-19 sudah siap menghadapi kualifikasi Piala Asia U-19. Pada uji coba di Yogyakarta, timnas U-19 menang 1-0 atas Iran U-19.
0
Kesengsaraan dalam Kehidupan Pekerja Migran di Arab Saudi
Puluhan ribu migran Ethiopia proses dideportasi dari Arab Saudi, mereka cerita tentang penahanan berbulan-bulan dalam kondisi menyedihkan