Kemenangan Kotak Kosong Hingga Peretasan Situs KPU di Pilkada 2018

Arief memastikan, peretasan terhadap situs KPU pusat dan daerah tersebut tidak akan menganggu tahapan hasil suara di Pilkada 2018 ini.
Situs Rentan KPU Selain kemenangan kotak kosong, kabar lain yang ramai diperbincangkan usai dilangsungkannya Pilkada 2018 yakni peretasan server KPU Pusat dan KPU Jabar tempo hari. (ilustrasi/Gil)

Jakarta, (Tagar 2/7/2019) – Calon tunggal Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin kalah melawan kotak kosong dalam Pilkada 2018, hal ini berdasarkan hasil berbagai quick count (penghitungan cepat).

Menanggapi hal itu,  Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) ulang jika suara terbanyak diperoleh oleh kotak kosong.

“Iya akan digelar pilkada ulang,” ungkap Anggota KPU Hasyim Asy'ari saat dihubungi Tagar melalui pesan singkat, Senin (2/7).

Saat ditanya waktu penyelenggaraan Pilkada ulang tersebut, kata Hasyim, akan digelar pada Pilkada serentak tahun 2020 mendatang. “ ikut Pilkada serentak berikutnya tahun 2020,” ucapnya.

Kendati demikian, Hasyim meminta masyarakat untuk tetap menunggu hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU di provinsi setempat. “Tapi kita tunggu dulu sampai rekap tingkat KPU Kota Makassar selesai,” pungkasnya.

Jika kotak kosong yang menang, konsekuensi politisnya adalah, pemerintahan dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri, hingga Pemilihan Kepala Daerah berikutnya.

Situs Rentan KPU
Selain terkait kemenangan kotak kosong, kabar lain yang ramai diperbincangkan usai dilangsungkannya Pilkada 2018 yakni terkait peretasan server KPU Pusat dan KPU Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Merespons itu, Ketua KPU Arief Budiman nampaknya tak mau ambil pusing. Ia menilai bahwa semua situs termasuk yang dimiliki KPU punya kemungkinan untuk diretas.

“Sepanjang masa, jika punya sistem itu ya kemungkinan diretas selalu ada. Emang bisa kita ‘jangan meretas ya?’ enggak mungkin. Setiap orang punya pikiran, ide yang berbeda termasuk yang meretas itu,” papar Arief, Senin (2/7).

Arief memastikan, peretasan terhadap situs KPU pusat dan daerah tersebut tidak akan menganggu tahapan hasil suara di Pilkada 2018 ini. Pasalnya, rekapitulasi suara diambil berdasarkan rekap berjenjang secara manual dengan berita acara yang dibuat di tiap tingkatan.

“Tidak (mengganggu). Situs itu disediakan sebagai salah satu alat bantu untuk mempercepat informasi sampai kepada masyarakat. Bagian dari cara semua pihak ikut terlibat, ikut mengawasi jalannya proses perhitungan,” jelasnya.

“Sementara berdasarkan UU, proses penghitungan rekapitulasi sampai penetapan itu didasarkan pada rekap secara berjenjang. Secara manual dengan berita acara yg dibuat di tiap tingkatan,” sambung Arief.

Berkaca dari hal tersebut, Arief menyebut pihaknya akan melakukan evaluasi guna meningkatkan keamanan dalam situs yang dimiliki KPU, baik di pusat maupun di daerah.
“Ya tentu setiap ada kelemahan akan kita evaluasi kita akan tingkatkan kemampuan untuk pengamanan, kecepatan, kapasitas, dan kemampuan kita,” tegasnya.
 
Kredibilitas KPU
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), Firman Manan menilai peretasan situs KPU merupakan adanya ketidak inginan transparansi dan keterbukaan informasi publik terkait perhitungan suara.

Pelakunya, lanjut Firman, dinilai ingin merusak kredibilitas penyelenggara Pilkada tersebut.
“Kemungkinan dilakukan oleh pihak yang tidak ingin ada transparansi dan keterbukaan informasi publik terkait proses penghitungan suara, atau bermaksud untuk merusak kredibilitas penyelenggara Pilkada,” ujarnya kepada Tagar, Senin (2/7).

Tidak hanya itu, peretasan situs KPU yang dilakukan oleh pihak tertentu dinilai bukan ingin merubah hasil perolehan suara, melainkan untuk mengganggu proses perhitungan suara Pilkada 2018.

“Lebih kepada upaya untuk mengganggu proses saja, karena hasil suara yang menjadi patokan adalah melalui rekapitulasi berjenjang mulai di TPS, kecamatan, kabupaten atau kota dan provinsi, bukan yang ditampilkan secara online,” tutupnya. (sas)

Berita terkait