Kemenangan Joe Biden Bagi Dunia dari Beijing Sampai Kuba

Selama empat tahun kepemimpinan Presiden Donald Trump ada angina segar terkait hubungan AS dengan dunia di tangan Joe Biden
Joe Biden mengatakan \'pemilihan sudah berakhir\' dan dia telah mulai jadi presiden terpilih (Foto: aljazeera.com - Jonathan Ernst/Reuters)

Jakarta - Setelah tidak ada ketidakpastian selama berhari-hari, berdasarkan proyeksi BBC, calon Partai Demokrat, Joe Biden, memenangi pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) tanggal 3 November 2020 berdasarkan peroleh suara electoral.

Selama empat tahun pemerintahan Presiden Donald Trump, hubungan AS dengan dunia berubah drastis. BBC melaporkan dari segala penjuru dunia, dari Beijing ke Berlin, menjabarkan bagaimana berita tentang kemenangan Joe Biden ini dicerna dan apa maknanya bagi hubungan AS dengan sejumlah negara penting.

China

Kemenangan Joe Biden menjadi tantangan lain bagi sistem China, lapor wartawan BBC di Beijing, John Sudworth.

Kita mungkin beranggapan Beijing akan senang karena Donald Trump tak akan berkuasa lagi. Sebagai pengkritik keras China, Trump melancarkan perang dagang dengan China, memberlakukan banyak sanksi sebagai bentuk hukuman dan menyalahkan China atas pandemi virus corona.

Namun beberapa analis mengatakan kepemimpinan China sekarang mungkin diam-diam merasa kecewa. Bukan karena mereka menyukai Trump, tetapi karena jika Trump berkuasa lagi selama empat tahun maka ada kemungkinan itu akan lebih menguntungkan bagi China.

Memecah belah di dalam negeri, cenderung mengucilkan diri dalam urusan luar negeri- bagi Beijing, Trump tampak sebagai perwujudan dari penurunan kekuatan AS yang telah lama ditunggu-tunggu dan diharapkan.

Pesan itulah yang digembar-gemborkan di dalam negeri oleh televisi, berita yang dikendalikan Partai Komunis. Fokus berita tidak pada pemilu itu sendiri, tetapi pada aksi protes, perasaan benci, dan juga peningkatan kasus virus corona.

ilus chinaIlustrasi: China (Foto: sundayguardianlive.com)

Tentu China mungkin berusaha memetik keuntungan dari keinginan Joe Bidden yang hendak bekerja sama dalam masalah-masalah besar seperti perubahan iklim. Namun Biden juga telah berjanji untuk memperbaiki aliansi Amerika. Ini mungkin lebih efektif mengekang ambisi super power China dibandingkan pendekatan mandiri Trump.

Dan kemenangan Biden ini menghadirkan tantangan lain terhadap sistem China yang tanpa kontrol demokrasi. Jauh dari penurunan nilai-nilai Amerika, transisi kekuasaan itu sendiri adalah bukti bahwa nilai-nilai tersebut bertahan.

India

Asal muasal Kamala Harris menjadi sumber kebanggaan di India, tetapi Narendra Modi mungkin mendapat sambutan dingin dari Biden dibanding pendahulunya, lapor wartawan BBC di Delhi, Rajini Vaidyanathan.

India telah lama menjadi mitra penting bagi Amerika Serikat sehingga arah kebijakan itu kecil kemungkinan akan berubah di bawah kepemimpinan Biden.

Negara berpenduduk paling padat di Asia Selatan tersebut akan tetap menjadi mitra penting bagi strategi Indo-Pasifik AS untuk meredam pengaruh China, dan mitra penting dalam memerangi terorisme global.

Kendati demikian, hubungan antara Biden dan Perdana Menteri India Narendra Modi bisa jadi lebih rumit. Trump telah menahan diri untuk tidak mengecam kebijakan dalam negeri kontroversial yang ditempuh PM Modi - yang oleh banyak pihak dikatakan mendiskriminasikan masyarakat Muslim India.

warga desaWarga di desa asal Kamala Harris merayakan terpilihnya perempuan berdarah India itu sebagai wapres AS (Foto: bbc.com/Indonesia)

Biden jauh lebih terus terang. Di situs kampanye pemilihan presiden, diserukan perlunya pemulihan hak-hak setiap warga di Kashmir dan mengritik Daftar Warga Negara Nasional (NRC) dan Akta Amandemen Warga Negara (CAA) - dua produk hukum yang memicu protes massal.

Wakil presiden baru Kamala Harris - berdarah separuh India - juga telah menyuarakan penentangan terhadap sebagian kebijakan pemerintahan nasionalis Hindu. Tetapi akar keluarganya dari India juga akan mendorong perayaan besar-besaran di sebagian besar wilayah negara itu.

Fakta bahwa putri dari seorang perempuan India yang lahir dan dibesarkan di Kota Chennai akan segera menjadi orang berkuasa nomor dua di Gedung Putih merupakan momen kebanggaan nasional yang sangat besar.

Korea

Korea Utara pernah menjuluki Biden sebagai "anjing rabies" -tetapi sekarang Kim Jong-un akan membuat perhitungan hati-hati sebelum berusaha memprovokasi presiden baru AS, tulis Laura Bickerdi Seoul.

Mungkin saja pemimpin Korea Utara lebih senang jika Donald Trump berkuasa selama empat tahun lagi. Perundingan kedua pemimpin yang tak pernah terjadi sebelumnya dan pertemuan lanjutan demi kesempatan berfoto yang luar biasa untuk buku-buku sejarah tetapi miskin substansi, ditandatangani.

Tak satupun dari kedua negara itu mendapatkan apa yang mereka inginkan dari perundingan-perundingan itu: Korea Utara terus mengembangkan senjata nuklir dan AS tetap menerapkan sanksi-sanksi yang ketat.

Sebaliknya, Joe Biden telah meminta Korea Utara menunjukkan bahwa negara itu bersedia meninggalkan program senjata nuklir sebelum mengadakan pertemuan apa pun dengan Kim Jong-un. Banyak analis yakin bahwa kecuali tim Joe Biden memprakarsai perundingan dengan Pyongyang sejak awal, maka hari-hari "fire and fury" (istilah yang dilaporkan digunakan oleh Donald Trump terkait konflik Korea Utara) mungkin akan terulang.

Kim mungkin ingin menarik perhatian Washington dengan kembali melakukan uji coba rudal jarak jauh, tetapi ia ingin meningkatkan ketegangan sampai pada titik di mana negara yang sudah miskin itu akan dikenai sanksi lebih lanjut.

Korea Selatan sudah memperingatkan Korea Utara untuk tidak mengambil jalan yang provokasi. Seoul terkadang kesulitan saat berurusan dengan Donald Trump - tetapi Presiden Moon ingin mengakhiri perang 70 tahun di semenanjung Korea dan dia memuji apa yang dilakukan Trump karena memiliki "keberanian" untuk bertemu dengan Kim. Korea Selatan akan mengawasi dengan cermat setiap tanda bahwa Biden bersedia melakukan hal yang sama.

Inggris

"Hubungan khusus" AS dan Inggris mungkin menghadapi penurunan saat Joe Biden di pucuk pimpinan, tulis koresponden politik Jessica Parker di London.

Mereka tidak terlihat sebagai sekutu alami: Joe Biden, Demokrat berpengalaman, dan Boris Johnson, Brexiteer yang bombastis.

Untuk melihat bagaimana hubungan masa depan mereka bisa berjalan, ada baiknya mempertimbangkan masa lalu. Khususnya pada tahun yang penting, 2016, ketika Donald Trump memenangkan Gedung Putih dan Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa. Baik Joe Biden dan atasannya saat itu, Barack Obama, tidak merahasiakan bahwa mereka lebih suka hasil lain di Brexit.

Manuver pemerintah Inggris baru-baru ini sehubungan dengan Brexit tidak berjalan baik dengan para pendukung utama Demokrat dan lobi Irlandia, termasuk presiden terpilih AS. Biden yang mengatakan dia tidak akan membiarkan perdamaian di Irlandia Utara menjadi "korban Brexit" jika terpilih - menyatakan bahwa setiap kesepakatan perdagangan AS-Inggris di masa depan akan bergantung pada penghormatan terhadap Perjanjian Jumat Agung.

Ingat bagaimana Donald Trump pernah menyebut Boris Johnson "Britain Trump"? Nah, Biden tampaknya setuju, pernah ada laporan yang menggambarkan perdana menteri Inggris sebagai "tiruan fisik dan emosional" Trump. Jadi mungkin saja Joe Biden awalnya lebih bersemangat untuk berbicara dengan Brussel, Berlin atau Paris daripada bom cinta di London. "Hubungan khusus" ini kemungkinan besar akan mengalami penurunan peringkat.

Namun, kedua pria itu mungkin belum menemukan kesamaan. Kedua negara yang mereka pimpin, bagaimanapun juga, memiliki hubungan diplomatik yang telah berlangsung lama dan terjalin dalam - tidak terkecuali di bidang keamanan dan intelijen.

Rusia

Pemerintahan yang lebih dapat diprediksi mungkin menjadi "lapisan perak" bagi Rusia untuk kemenangan Biden, tulis Steven Rosenberg di Moskow.

Kremlin memiliki indera pendengaran yang tajam. Jadi ketika Joe Biden baru-baru ini menyebut Rusia sebagai "ancaman terbesar" bagi Amerika, mereka mendengarnya dengan keras dan jelas di Moskow.

Kremlin juga memiliki ingatan yang panjang. Pada tahun 2011, Wakil Presiden Biden dilaporkan mengatakan bahwa jika dia adalah Putin, dia tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden: itu akan berdampak buruk bagi negara dan dirinya sendiri. Presiden Putin tidak akan melupakan itu.

Biden dan Putin bukanlah pasangan yang cocok di surga geo-politik. Moskow khawatir di bawah Biden akan memunculkan lebih banyak tekanan dan sanksi-sanksi dari Washington. Dengan seorang Demokrat di Gedung Putih, mungkinkah ini menjadi waktu pengembalian atas dugaan intervensi Rusia dalam pemilihan AS 2016?

ius rusiaIlustrasi: Rusia (Foto: bbc.com/Indonesia - AFP)

Satu surat kabar Rusia baru-baru ini mengklaim bahwa di bawah Trump, hubungan AS-Rusia telah jatuh "ke dasar laut". Tapi itu menyamakan Biden dengan "kapal keruk" yang akan "menggali lebih dalam". Tidak heran Moskow memiliki perasaan tenggelam itu.

Tetapi bagi Kremlin mungkin ada lapisan perak -metafora bahwa di situasi yang sulit ada keuntungan. Para komentator Rusia memperkirakan pemerintahan Biden, setidaknya, akan lebih dapat diprediksi daripada tim Trump. Itu mungkin membuatnya lebih mudah untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah mendesak, seperti New Start - perjanjian penting pengurangan senjata nuklir AS-Rusia yang akan berakhir Februari mendatang.

Moskow ingin keluar dari era Trump dan mencoba membangun hubungan kerja dengan Gedung Putih yang baru. Tidak ada jaminan sukses.

Jerman

Orang Jerman berharap untuk kembali lancar dengan sekutu kunci mereka begitu Donald Trump pergi, tulis Damien McGuinness di Berlin.

Orang Jerman berharap AS dapat kembali bergabung dengan sekutu kunci begitu Donald Trump pergi, tulis Damien McGuinness di Berlin. Jerman akan menghela nafas lega atas hasil ini.

Hanya 10% orang Jerman yang mempercayai Presiden Trump tentang kebijakan luar negeri, menurut Pew Research Center. Dia lebih tidak populer di Jerman daripada di negara lain yang disurvei. Bahkan suara Putin Rusia dan Xi Jinping dari China lebih baik di Jerman.

Presiden Trump dituding merongrong perdagangan bebas dan membongkar institusi multinasional yang diandalkan Jerman secara ekonomi. Pertengkarannya dengan China telah mengguncang eksportir Jerman dan dia memiliki hubungan yang sangat buruk dengan Kanselir Angela Merkel - sulit membayangkan dua pemimpin yang lebih berbeda dalam etos dan kepribadian. Politisi dan pemilih Jerman dikejutkan oleh gaya Trump yang kasar, pendekatannya yang tidak konvensional terhadap fakta, dan seringnya menyerang industri mobil Jerman.

para pemimpinPara pemimpin negara Eropa berbicara dengan Presiden Trump dalam pertemuan G-7 2018 di Kanada (Foto: dw.com/id)

Meskipun demikian, AS adalah mitra dagang terbesar Jerman dan hubungan transatlantik sangat penting untuk keamanan Eropa. Jadi, era kepresidenan Trump telah menjadi perjalanan yang sulit bagi Jerman. Para menteri Jerman mengkritik seruan Presiden Trump agar penghitungan suara dihentikan dan klaimnya yang tidak berdasar tentang kecurangan pemilu. Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer menyebut situasi itu "eksplosif".

Ada kesadaran di sini bahwa perbedaan kebijakan utama antara Washington dan Berlin tidak akan hilang di bawah kepresidenan Biden. Tetapi Berlin berharap dapat bekerja dengan presiden yang menghargai kerja sama multilateral.

Iran

Kemenangan Biden bisa membawa Teheran kembali ke meja perundingan, tulis koresponden BBC Persian Service Kasra Naji.

Dalam minggu-minggu sebelum pemilihan AS, Presiden Trump mengatakan dengan agak optimis bahwa begitu terpilih kembali, panggilan telepon pertama yang dia terima akan berasal dari para pemimpin Iran yang meminta untuk bernegosiasi.

Panggilan telepon ke Trump - jika dia menang - tidak akan pernah terjadi. Negosiasi dengan pemerintahan Trump tidak mungkin dilakukan bagi Iran; itu akan sangat memalukan.

Di bawah Presiden Trump, sanksi AS dan kebijakan tekanan maksimum telah membuat Iran terguncang di tepi keruntuhan ekonomi.

Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir. Lebih buruk lagi, dia memerintahkan pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani, teman dekat Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Membalas dendam atas pembunuhannya tetap menjadi agenda utama kelompok garis keras Iran.

ilustrasi iranIlustrasi: Iran (Foto: bbc.com/Indonesia - EPA)

Terpilihnya Joe Biden membuat negosiasi dengan pemerintah AS jauh lebih mudah bagi Iran. Presiden terpilih Biden tidak memiliki "bagasi" yang sama. Dia mengatakan dia ingin menggunakan diplomasi dan kembali ke kesepakatan nuklir dengan Iran.

Tetapi kelompok garis keras Iran tidak akan datang ke meja dengan mudah. Saat orang Amerika pergi ke tempat pemungutan suara pada 3 November, Pemimpin Tertinggi mengklaim pemilihan itu "tidak akan berpengaruh" pada kebijakan Teheran. "Iran mengikuti kebijakan yang masuk akal dan diperhitungkan yang tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan kepribadian di Washington," katanya.

Jutaan orang Iran berpikir berbeda ketika mereka diam-diam menyaksikan pemilihan AS terungkap di layar TV satelit ilegal mereka, yakin masa depan mereka bergantung pada hasil dan berharap kemenangan Biden akan membuat sanksi mereda.

Israel

Ada ekspektasi akan pengaturan ulang sebagian besar kebijakan Timur Tengah Donald Trump, tulis Tom Bateman di Yerusalem.

Presiden Trump menguasai dua kutub Timur Tengah. Dia berusaha memberi penghargaan dan mengkonsolidasikan sekutu regional tradisional Amerika, sambil mengisolasi musuh-musuhnya di Teheran.

Presiden terpilih Biden akan mencoba untuk mengubah kebijakan AS di Timur Tengah kembali ke cara dia saat menjadi wakil presiden di bawah Barack Obama: Mengurangi kampanye "tekanan maksimum" Trump terhadap Iran dan bertujuan untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir 2015 yang ditinggalkan oleh Gedung Putih dua tahun lalu.

Cara itu akan membuat gentar Israel dan negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan UEA. Seorang menteri Israel mengatakan, kebijakan Biden itu akan berakhir dengan "konfrontasi Israel-Iran yang kejam, karena kami akan dipaksa untuk bertindak".

Hasilnya juga secara dramatis menggeser pendekatan AS terhadap konflik Israel-Palestina. Rencana Trump dipandang sangat menguntungkan Israel dan memberinya kesempatan untuk mencaplok sebagian Tepi Barat yang diduduki. Itu ditangguhkan demi kesepakatan bersejarah untuk membangun hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab.

Dorongan untuk "normalisasi" regional kemungkinan akan berlanjut di bawah Biden, tetapi dia mungkin mencoba memperlambat penjualan senjata AS yang kontroversial ke Teluk dan kemungkinan akan mencari lebih banyak konsesi Israel. Aneksasi sekarang tampaknya jelas tidak akan dibahas dan Biden juga akan keberatan dengan pembangunan permukiman Israel lebih lanjut.

Tapi tidak akan ada "putaran balik 100%" yang diminta seorang pejabat Palestina minggu ini. Retorika akan kembali ke pemahaman tradisional tentang "solusi dua negara", tetapi kemungkinan untuk membuat banyak kemajuan dalam proses perdamaian Israel-Palestina yang hampir mati terlihat tipis.

Mesir

Harapan melambung tinggi di antara para aktivis bahwa pemerintahan Biden akan meningkatkan tekanan pada Mesir atas perjuangan hak asasi manusia, tulis Sally Nabil di Kairo.

Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi yang didukung militer menikmati hubungan yang sangat baik dengan Donald Trump. Akan lebih baik baginya untuk memiliki teman di Gedung Putih, tetapi sekarang dia harus memulai babak baru dengan Joe Biden.

Kritikus Presiden Sisi menuduh pemerintahan Trump menutup mata atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Mesir menerima 1,3 miliar dolar bantuan militer AS per tahun. Pada 2017, sebagian kecil dari bantuan ini ditangguhkan karena masalah hak asasi manusia tetapi dibebaskan pada tahun berikutnya.

Joe Biden memenangkan Gedung Putih dipandang sebagai kabar baik oleh banyak kelompok hak asasi manusia di sini. Aktivis berharap pemerintahan baru AS akan menekan pemerintah Mesir untuk mengubah kebijakan kerasnya terhadap oposisi - dengan puluhan ribu tahanan politik dilaporkan di penjara. Pihak berwenang Mesir selalu membantah memenjarakan setiap tahanan yang tidak bersalah, menantang kredibilitas laporan hak asasi manusia yang kritis.

"Hubungan AS-Mesir selalu strategis, terlepas dari siapa yang duduk di Gedung Putih," kata Ahmed Sayyed Ahmed, seorang analis politik. "Kemitraan akan terus berlanjut, tetapi retorika Demokrat tentang hak asasi manusia mungkin tidak diterima dengan baik oleh beberapa orang Mesir, yang melihat ini sebagai campur tangan dalam urusan negara mereka."

Kuba

Setelah sanksi yang keras, kemenangan Joe Biden membawa kelegaan, tulis wartawan BBC di Kuba Will Grant.

Kepresidenan Biden adalah harapan sebagian besar rakyat Kuba. Mayoritas orang di pulau itu akan dengan senang hati melihat hampir semua orang di Gedung Putih selain Donald Trump. Sanksi yang diterima Kuba benar-benar sangat sulit dan rakyat kelelahan setelah empat tahun bermusuhan tanpa henti.

Joe Biden, di sisi lain, menghidupkan kembali kenangan puncak baru-baru ini dalam hubungan Kuba-AS di bawah Presiden Obama. Bahkan, mantan wakil presiden tersebut dikatakan telah berjasa dalam memungkinkan dua tahun relaksasi tersebut.

ilustrasi cubaIlustrasi: Kuba (Foto: bbc.com/Indonesia - AFP)

Pemerintah yang dikelola komunis di Havana tidak ragu untuk terus mengatakan bahwa semua presiden AS pada dasarnya sama. Tetapi di antara orang-orang yang mengantri untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemenangan Biden menjadi salah satu kelegaan yang besar.

Satu-satunya kelemahan dari sudut pandang orang Kuba adalah Biden sekarang menyadari perlakuan keras Presiden Trump ke Kuba berdampak positif pada para pemilih di medan pertempuran pemilihan utama Florida. Mereka khawatir Biden mungkin cenderung tidak akan meringankan beberapa tindakan Trump daripada yang mungkin dia lakukan.

Kanada

Justin Trudeau akan melihat tetangga barunya sebagia sekutu, tulis Jessica Murphy di Toronto.

Perdana menteri Kanada berjanji untuk memperdalam hubungan dengan AS tidak peduli siapa yang memenangkan pemilihan presiden - tetapi kelegaan mungkin dirasakan di Ottawa ketika Joe Biden dari Demokrat diproyeksi memperoleh kemenangan.

Hubungan Kanada dengan AS telah "membatu" di bawah Presiden Trump, meskipun bukan tanpa pencapaian. Mereka telah berhasil negosiasi ulang Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, bersama dengan Meksiko.

Tapi Justin Trudeau telah menjelaskan bahwa dia merasakan hubungan kekeluargaan dengan mantan Presiden Barack Obama - yang mendukungnya selama pemilihan federal Kanada baru-baru ini. Perasaan hangat itu meluas ke pria yang menjabat sebagai wakil presiden Obama - Joe Biden.

Di bawah Biden, Partai Liberal Trudeau akan menemukan sekutu dalam isu-isu seperti perubahan iklim dan multilateralisme. Tetapi itu tidak menutup peluang terjadinya gesekan dengan pemerintahannya. Presiden Trump mengizinkan pembangunan pipa minyak Alberta-to-Texas Keystone XL, sebuah proyek yang dipandang sebagai kunci bagi sektor energi Kanada yang sedang berjuang - tetapi Presiden terpilih Biden menentang proyek tersebut.

Dan rencana ekonomi "Beli Amerika" Joe Biden untuk menghidupkan kembali industri AS setelah pandemi virus korona akan menjadi perhatian mengingat ketergantungan mendalam Kanada pada perdagangan dengan AS (bbc.com/Indonesia). []

Berita terkait
Akankah Joe Biden Mengubah Dinamika Hubungan AS-Korea Utara
Kemenangan Joe Biden sebagai Presiden AS diperkirakan para analis akan mengubah dinamika hubungan antara AS dan Korea Utara
Joe Biden Siapkan Transisi, Donald Trump Lanjutkan Gugatan
Presiden AS terpilih, Joe Biden, menyiapkan pemerintahan transisi untuk menghadapai pelantikan tanggal 20 Januari 2020, Trump lanjutkan gugatan
Menunggu Janji Joe Biden Pulihkan Kerja Sama Dunia
Joe Biden, berjanji memperbaiki kerja sama multilateralisme dan fokus menjalin hubungan dengan aliansi internasional
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.