Kelompok Cipayung: Quo Vadis Pemberantasan Terorisme?

Diskusi ini menyusul soal pengesahan Revisi UU Anti Terorisme pada 25 Mei lalu yang memberi titik cerah dalam pemberantasan sel-sel terorisme di Indonesia.
Dalam Diskusi Forum Sekjen Nasional Cipayung ini juga dibarengi dengan buka puasa bersama dengan organisasi mahasiswa lainnya seperti HIKMAHDUDHI, HMI, IMM, KAMMI, KMHDI, PMII, dan PMKRI. (Ard)

Jakarta, (Tagar 31/5/2018) - Organisasi kemahasiswaan kembali mengadakan diskusi di Sekretariat Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dengan mengangkat topik '20 Tahun Reformasi: Quo Vadis Pemberantasan Terorisme?'.

Diskusi ini menyusul soal pengesahan Revisi UU Anti Terorisme pada 25 Mei lalu yang memberi titik cerah dalam pemberantasan sel-sel terorisme di Indonesia.

Bukan Bungkam Demokrasi
Sekretaris Umum PP GMKI, Alan Christian Singkali menyampaikan, perlu untuk mendukung segala upaya pemerintah untuk memerangi terorisme. Hal ini harus dibarengi dengan pemantauan yang ketat terhadap implementasi revisi UU agar tidak disalahgunakan dengan pelibatan TNI didalamnya.

"Motif gangguan keamanan dan motif politik perlu dijabarkan lebih komprehensif agar dapat dipahami oleh masyarakat. Implementasinya tidak boleh membungkam demokrasi (gerakan mahasiswa dan rakyat), ataupun dan melanggar HAM," jelas Alan, Rabu (30/5).

Sementara Sekjen Eksekutif Nasional LMND, Muhammad Asrul menjelaskan bahwa terorisme dilahirkan dan diciptakan oleh negara-negara imperialisme.

"Terorisme dijadikan sebagai alat masuk kepentingan imperialisme untuk ekspansi kapital. Isu terorisme menguat tidak lepas dari peran Amerika lewat presiden George Bush dengan kampanye War On Terorism," ujar Asrul.

"Terbukanya kran demokrasi di akhir 90an mengakibatkan tumbuh suburnya berbagai ideologi, termasuk liberalisme yang mengundang imperialisme," sambungnya.

Sedangkan Sekjen DPP GMNI Clance Teddy menyebut evaluasi 20 tahun reformasi perlu dilakukan semua anak bangsa.

Menurutnya ada beberapa faktor penyebab yang bisa mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan aksi terorisme, antara lain, Ideologi/Pendidikan, serta Ekonomi/Ketimpangan Sosial (rasa ketidakadilan).

"Negara dalam menanggulangi aksi terorisme harus melihat ketiga faktor ini, sehingga dalam penanggulangan aksi teror negara dapat menggunakan metode atau pendekatan yang tepat," ucap Teddy.

Sehingga dari situasi yang dijelaskan di atas ada beberapa upaya yang perlu dilakukan negara agar tidak kalah terhadap terorisme, antara lain:

1. Memperkuat konsolidasi penegak hukum dalam proses penanggulangan terorisme (BIN, BNPT, Kepolisian, Densus 88).

2. Menguatkan semangat persatuan nasional seluruh rakyat Indonesia dengan mengedepankan pentingnya berbangsa dan bernegara berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

3. Meningkatkan peran dunia pendidikan dan merevisi kurikulum pendidikan agar tetap berlandaskan pada budaya gotong royong.

4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi ketimpangan ekonomi.

5. Melawan terorisme dengan menguatkan sentimen anti-imperialisme. (ard)


Berita terkait