Kejar Tersangka Baru Kasus KPU Makassar, Bos Hotel Claro?

Polisi kejar tersangka baru dalam kasus dana hibah KPU Makassar. Apakah bos hotel Claro?
Kasubdit III Unit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Yudha Wiradjati saat ditemui di Lapangan Karebosi, Kota Makassar, Rabu 10 Juli 2019. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

Makassar - Penyidikan kasus tindak pidana korupsi penyelewengan dana hibah dari Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kepada KPU Kota Makassar, masih terus bergulir di Direktorat Reserse Kriminal khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel.

Setelah menetapkan eks Sekretaris KPUMakassar, Muhammad Sabri dan Bendahara Pengeluaran Pembantu KPU Makassar, Habibi sebagai tersangka, kini penyidik unit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel dikabarkan tengah membidik tersangka baru.

"Lagi proses tahap satu untuk kasus dugaan korupsi dana hibah KPU Makassar. Dan juga untuk mencari tersangka baru," ucap Kasubdit III Ditkrimsus Polda Sulsel, Kompol Yudha Wirajati saat ditemui usai acara peringatan HUT Bhayangkara ke-73 di Lapangan Karebosi, Jalan Ahmad Yani, Kota Makassar, Rabu 10 Juli 2019.

Selain menggenjot untuk mencari tersangka baru, penyidik juga tengah mengusut sejumlah aset milik tersangka Muhammad Sabri yang disinyalir terjadi kejahatan praktek Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sejumlah aset bergerak maupun tidak bergerak inipun, dalam waktu dekat akan dilakukan penyitaan oleh penyidik.

Artikel terkait: Bos Hotel Claro Makassar Diperiksa Polisi

"Kalau aset sudah pasti, aliran dananya sudah terbukti, yang di invantirisir kendaraan ada yang pasti aset bergerak sudah didapat dan diketahui keberadaannya. Cuman aset tidak bergerak kita masih kesulitan. Mobil ada tiga unit semuanya atas nama Sabri," terangnya.

Meski berkas sudah disiapkan untuk dilakukan tahap satu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, penyidik terus melakukan pendalaman kasus yang telah menimbulkan kerugian negara lebih Rp 5 miliar itu,  Yudha sapaan akrabnya mengaku, pihaknya masih terus melakukan penelusuran soal aset yang sebelumnya disebut-sebut ada keterlibatan dari keluarga mantan Sekretaris KPU Makassar itu.

Ada kemungkinan tersangka baru nanti. Tapi, tidak buru-buru. Ini sekaitan dengan yang menerima dan menikmati aliran dana itu

Masih dalam kasus penyalahgunaan dana hibah Pilwalkot Makassar periode 2017-2018 senilai Rp 60 miliar ini, publik khususnya di Kota Makassar tengah bertanya-tanya.

Pasalnya dalam kasus korupsi ini juga menyeret nama pengusaha hotel terbesar di Indonesia Timur, Founder Phinisi Hospitality, sekaligus pemilik Hotel Claro Makassar, Willianto Tanta dan putranya, Andre Prasetyo Tanta.

Kedua pengusaha Kota Makassar ini, diperiksa unit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel baru-baru ini sebagai saksi. Mereka dimintai keterangannya, karena namanya sempat disebut-sebut oleh tersangka Muh Sabri.

"Para tersangka menyebut namanya, makanya diperiksa. Pemeriksaannya hanya melengkapi saja penyidik. Cuma sebatas komunikasi saja antara Willi dan Sabri. Komunikasi mengenai kegiatan yang dilakukan KPU di Hotel Claro," tambahnya.

Artikel lainnya: Anak Bos Hotel Claro Makassar Diperiksa Polisi

Diketahui Penetapan dua tersangka sebelumnya  berdasarkan hasil pemeriksaan inspektorat Sekretariat Jenderal KPU No. LAP 60/K.08/XI/2018 Tanggal 14 November 2018, dan pemeriksaan Inspetorat Kota Makassar No. 0002/Insp/780.04/I/2019 Tanggal 08 Januari 2019 ditemukan kekurangan Kas Tunai sebesar Rp. 5.891.456.726.

Kedua tesangka terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Sub Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke 1.

Dana hibah Pemkot Makassar untuk KPU Makassar pada Pilwalkot lalu cukup bombastis yakni mencapai Rp 60 miliar. Jika diteliti pada Pilwalkot 2014 lalu anggarannya hanya Rp 42 miliar untuk 10 kandidat, sedang Pilwalkot 2018 anggarannya Rp 60 miliar untuk satu pasangan calon (paslon) saja.

Usulan Rp 60 miliar itu memang usulan dari KPU Kota Makassar. Padahal Pemkot hanya ingin menekan dengan biaya Rp 40 miliar.

Perjanjian dana hibah ini, dalam pelaksanaannya ditemukan rencana anggaran biaya Pilwalkot 2018 tidak direalisasikan dan pungutan pajak yang tidak disetorkan ke kas negara atau daerah.

Mulai dari pengadaan barang jasa yang belum dibayarkan kepada penyedia jasa, pembayaran honor PPK dan PPS yang belum terbayarkan, dan pajak yang telah dipungut mulai bulan November sampai bulan Oktober 2018 yang belum disetorkan ke kas daerah. []

Berita terkait