Pematangsiantar - DPRD Pematangsiantar membentuk Pansus Angket, guna menyelidiki delapan poin terkait dugaan kesalahan yang dilakukan Wali Kota Hefriansyah.
Banyaknya poin yang akan diangketkan itu, mendapat kritikan tajam dari akademisi Universitas Simalungun (USI) Pematangsiantar, Riduan Manik.
Dekan Fakultas Hukum USI itu mengingatkan, sebagai representasi masyarakat, DPRD harus menggunakan haknya secara sungguh-sungguh berlandaskan kepentingan masyarakat luas dan bukan kepentingan golongan.
Dia menyebut, dari delapan poin materi pengajuan hak angket, tak semua dapat diteruskan menjadi landasan angket DPRD.
Seperti kasus OTT di BPKD, pencopotan mantan Sekretaris Daerah Budi Utari Siregar dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Tenaga Kesehatan, yang masuk dalam materi angket DPRD.
"Untuk kasus OTT dan Budi Utari, proses hukumnya kan sedang berjalan. DPRD harus menghormati proses hukum atau dapat mendorong agar prosesnya dipercepat. Kemudian soal TPP itu sudah ada peraturannya, salah satu penyesuaian keuangan daerah," terang Riduan, Rabu 29 Januari 2020.
Jangan nantinya seperti yang lalu, itu pekerjaan DPRD merubah mindset masyarakat
Riduan mengingatkan tentang aturan pengajuan hak angket DPRD dan singkatnya waktu pansus untuk melengkapi data dan menelusuri beberapa persoalan.
"Jadi tidak perlu terlalu banyak poin. Cukup satu poin saja yang dapat dibuktikan secara hukum dan berdampak luas bagi kepentingan masyarakat. Maka gunakanlah hak DPRD," terangnya.
Riduan menyarankan DPRD fokus melihat persoalan yang menyentuh langsung dengan kehidupan masyarakat. Seperti pemindahan Tugu Sang Naualuh yang mangkrak hingga saat ini.
"Misal masalah patung yang sudah menjadi hutan kota, atau adanya pengeseran anggaran uang rakyat sebesar Rp 46 miliar. Ini yang mesti dikuatkan dengan data, kronologis dan pertanggungjawabanya. Jadi jangan hanya melihat kerugian materil, namun juga manfaat dari kebijakan itu. Jangan nantinya seperti yang lalu, itu pekerjaan DPRD merubah mindset masyarakat kepada perwakilannya," tutur eks Ketua KPU Simalungun itu.
Sebelumnya, DPRD Pematangsiantar periode 2014-2019 pernah membentuk Pansus Angket terkait penistaan suku yang disebut dilakukan Wali Kota Hefriansyah.
Pansus itu merekomendasi wali kota melanggar sejumlah aturan, namun kesimpulan pansus gagal dibawa ke forum pengambil keputusan karena peserta rapat paripurna kala itu tidak memenuhi kuorum. Hak Angket DPRD Pematangsiantar ini kandas.[]