Kasus E-KTP, Mahkamah Agung Perberat Hukuman Irman dan Sugiharto

Kasus E-KTP, Mahkamah Agung Perberat Hukuman Irman dan Sugiharto. "Hukuman kedua terdakwa sama-sama diperberat menjadi 15 tahun," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi.
Mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam skandal proyek KTP Elektronik (E-KTP) Sugiharto. (Foto: Ant)

Jakarta, (Tagar 20/4/2018) - Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam skandal proyek KTP Elektronik (E-KTP) yakni Irman dan Sugiharto, keduanya divonis masing-masing 15 tahun penjara.

"Kedua terdakwa hukumannya sama-sama diperberat menjadi 15 tahun," ungkap Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi saat dihubungi, Kamis (19/4/2018).

Diketahui, vonis kasasi itu diputus oleh tiga Hakim Agung, yakni Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Abdul Latif, pada Rabu, 18 April 2018 lalu.

Suhadi menjelaskan, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto juga dibebankan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Selain itu, Irman dibebankan uang pengganti sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat dan Rp 1 miliar. Jumlah itu dikurangi uang yang telah dikembalikan Irman kepada pihak KPK sebesar 300.000 dolar AS. Beban yang pengganti tersebut harus dibayarkan apabila Irman tidak ingin kembali dipenjara selama lima tahun.

Sedangkan, Sugiharto dibebankan uang pengganti sebesar 450.000 dolar AS dan Rp 460 juta. Jumlah itu dikurangi uang yang telah diserahkan Sugiharto ke KPK. Apabila tidak dibayar, akan diganti dengan dua tahun penjara.

Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dalam vonis hakim keduanya dinilai terbukti terlibat dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun tersebut.

Dalam perkara E-KTP, nama Andi Agustinus alias Andi Narogong juga telah diperberat hukuman oleh pengadilan tinggi DKI. Andi divonis pertama oleh pengadilan Tipikor selama 8 tahun. Namun saat sampai di pengadilan tinggi DKI, hakim memilih untuk menolak Justice Collaborator (JC) dari Andi dan memperberat hukumannya menjadi 11 tahun penjara.

Dalam putusan PT DKI Nomor ‎5/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI yang dikutip dari Direktori Mahkamah Agung (MA), Andi Narogong dikategorikan sebagai pelaku utama. Oleh karenanya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak status JC untuk Andi Narogong.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta selain itu juga memperberat pidana penjara terhadap pengusaha pengatur tender proyek E-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong menjadi sebelas tahun. Adapun, putusan tersebut lebih tinggi tiga tahun dari vonis penjara pada tingkat pertama atau di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam putusan, Andi Narogong juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar, uang pengganti sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp 1.186 miliar. (sas)

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.