Untuk Indonesia

Kasus Andi Arief, Badai Tornado Bagi Partai Demokrat

Setelah pukulan telak kasus kader korupsi beruntun, kini kasus narkoba Andi Arief adalah badai tornado bagi Partai Demokrat.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di antara dua putranya, Agus Yudhoyono dan Ibas Yudhoyono. (Foto: Instagram/Susilo Bambang Yudhoyono)

Oleh: Bagas Pujilaksono Widyakanigara*

Sejak awal keberadaan Partai Demokrat (PD) di laga perpolitikan nasional sudah dirundung masalah besar yaitu terlibatnya elit-elit PD pada tindak pidana korupsi. Misal, Sutan Bathugana Siregar, Nazarudin, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, dan masih banyak lagi. Ini tamparan telak bagi PD dan jelas berimplikasi pada perolehan suara PD yang baru seumur jagung.  

Dan itu terbukti hasil Pileg 2014. Fakta ini mestinya dijadikan momentum bersih-bersih agar partai bisa diselamatkan dari bahaya karam.  

Belum sembuh dari pukulan telak korupsi, sekarang kader unggulan alias kader pejuang (meminjam istilah petinggi PD), saudara Andi Arief terlibat narkoba, sah dan meyakinkan.

Dari kaca mata politik, kasus Andi Arief adalah badai tornado bagi PD. Kicauan-kicauan brutal Andi Arief selama ini yang sangat menohok Pemerintahan Jokowi-JK, puncaknya hoaks adanya tujuh kontainer tercoblos yang datang dari Tiongkok. Itu fitnah keji yang tidak bisa dibenarkan dengan argumen apa pun. 

Gusti Mboten Sare!  

Langkah Andi Arief yang amat brutal selama ini dihentikan oleh perbuatannya sendiri. Tuhan Maha Adil terhadap umat-Nya.  

Kita tunggu saja siapa politisi-politisi kambing congek yang mulutnya tajam dan berbisa penyebar fitnah yang akan bernasib sama dengan Andi Arief.

Pada saat elektabilitas PD yang kembang kempis menghadapi Pemilu 2019, justru kondisi PD diperburuk oleh perilaku kriminal kadernya sendiri. Anehnya, pernyataan-pernyataan elit PD justru kontraproduktif dengan sikapnya yang terkesan membela Andi Arief. Tidak ada yang bisa diharapkan dari orang yang bermental narkobais. Selesai!

Pernyataan elit PD atas penangkapan Andi Arief adalah blunder dan pasti berimplikasi pada capaian suara PD di Pileg 2019. Politik itu dinamis, dan sensitif. Jangan lupa! Ada peribahasa yang tepat untuk itu: buruk muka cermin dibelah.

Pak SBY sebagai mantan Presiden RI dua periode boleh saja bercita-cita menjadikan AHY sebagai pemimpin masa datang bagi Indonesia. Monggo saja. Masalahnya, rakyat menghendaki apa tidak?  

Hal itu lumrah dan manusiawi, seorang Bapak ingin anaknya menjadi Presiden. Namun, harus tetap rasional dan jeli melihat fakta empirik di masyarakat. 

Di luar sana banyak sekali tunas-tunas bangsa yang jauh lebih hebat dibandingkan AHY: sudah teruji dan terbukti. Kenapa harus pilih AHY? Rakyat sudah cerdas memilih pemimpinnya.  

Mestinya hasil Pilkada DKI dan ditolaknya AHY sebagai cawapresnya Pak Prabowo bisa dijadikan pembelajaran, paling tidak menyakinkan diri sendiri, bahwa perjalanan masih panjang bagi AHY. 

Menjadi pemimpin itu bukan karbitan: pagi dicitrakan, lalu malamnya jadi Presiden. Tidak bisa di habitat demokrasi menerapkan logika feodal. Atau hanya gara-gara anak mantan Presiden, lalu otomatis karpet merah tergelar menuju tahta presiden.  

Anak ideologis itu jauh lebih berdaya guna dibandingkan anak biologis. Fakta sejarah mengamini kebenarannya.

Saran saya pada PD adalah libas habis Andi Arief,  dan ini momentum baik bagi partai untuk bersih-bersih secara internal. Jangan sampai mengumpat rumah tetangga, namun rumah sendiri kotor. Dan jangan sampai ada kesan PD krisis kader yang berkualitas. Sukses!

*Penulis adalah Akademisi dan Budayawan dari Universitas Gadjah Mada

Baca juga:

Berita terkait