Kasus AJB Bumiputera, Bamsoet: OJK Jangan Main-main

Ketua MPR Bambang Soesatyo mendesak Otoritas Jasa Keuangan untuk segera menyelesaikan permasalahan dari perasuransian yang menimpa AJB Bumiputera.
Ketua MPR Bambang Soesatyo. (Foto: Tagar/Eno Suratno Wongsodimedjo)

Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera menyelesaikan permasalahan dari perasuransian yang menimpa Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. Sebab, permasalahan ini telah menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat luas. 

Lebih mirisnya lagi disebut Bamsoet ada pemegang polis yang tak bisa mencairkan asuransi pendidikan untuk anaknya. Hal itu menyebabkan pemegang polis tak hanya mengalami kerugian materil, namun juga inmateril. 

Bamsoet mengatakan tercatat per Desember 2019, total aset AJB Bumiputera 1912 hanya Rp 10,28 triliun, kondisi keuangan defisit Rp 23 triliun, dengan jumlah tunggakan klaim mencapai Rp 4,2 triliun. Hal itu, kata dia, potensi klaim di tahun 2020 diperkirakan mencapai Rp 5,4 triliun.

OJK tak boleh main-main dalam melakukan pengawasan terhadap industri keuangan yang mengelola uang masyarakat.

"Sejak September 2019, World Bank (Bank Dunia) dalam laporan Global Economic Risks and Implications for Indonesia, telah memberikan catatan khusus terhadap permasalahan AJB Bumiputera 1912. Bank Dunia bahkan menyebutkan AJB Bumiputera 1912 sebagai perusahaan yang mungkin tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera," kata Bamsoet kepada wartawan, di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020. 

Politisi Partai Golkar ini menuturkan jauh sebelum Bank Dunia memberikan penilaian, sengkarut terhadap AJB Bumiputera 1912 telah berlangsung sejak krisis ekonomi 1998. Bahkan, sejak pengawasan industri asuransi berada di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam - LK) hingga berganti ke tangan OJK, sengkarut AJB Bumiputera 1912 tak juga bisa diselesaikan. 

"Ini menunjukkan ada yang salah dalam mekanisme pengawasan, karenanya OJK harus menunjukan kinerjanya agar publik tidak meragukan keberadaannya," ujarnya. 

Bamsoet juga menekankan sebagai perusahaan asuransi tertua di Indonesia, AJB Bumiputera 1912 yang berbasis perusahaan asuransi mutual ini seharusnya bisa bertindak profesional dalam mengelola uang masyarakat. 

Menurut mantan Ketua DPR ini, ketidakmampuan membayar klaim nasabah sudah menjadi pertanda besar adanya kesalahan dalam mengelola perusahaan. Bahkan lebih jauh lagi, bisa jadi ada tindakan pelanggaran hukum yang perlu diusut.

"OJK tak boleh main-main dalam melakukan pengawasan terhadap industri keuangan yang mengelola uang masyarakat. Jika sengkarut terhadap AJB Bumiputera 1912 terus berlanjut, rakyat bisa jadi mempertanyakan untuk apa gunanya ada OJK," ucap Bamsoet.

Dia bahkan mendesak manajemen AJB Bumiputera 1912 untuk terbuka kepada para pemegang polis. Sebagai perusahaan asuransi berbasis badan hukum mutual, keterbukaan kondisi keuangan adalah kunci utama agar perusahaan bisa keluar dari kemelut. Pemegang polis  juga harus tahu kondisi keuangan yang sesungguhnya yang terjadi, karena untung dan rugi perusahaan mereka jugalah yang menanggungnya.

"Jika manajemen tak mau terbuka, AJB Bumiputera 1912 bisa saja di demutualisasi. Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2019 tentang Tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, yang memungkinkan mengubah bentuk dari asuransi usaha bersama (mutual) menjadi perseroan terbatas (PT). Sehingga bisa lebih mudah mendapatkan investor dan modal, serta menyelesaikan berbagai sengkarut lainnya," tuturnya. []

Berita terkait
Uang Nasabah AJB Bumiputera Binjai Terkatung-katung
Uang nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera di Kota Binjai, Sumatera Utara, terkatung-katung.
Anis: Saya Akan Bantu Korban Asuransi Bumi Putera
Anis Byarwati mengaku akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu para nasabah yang menjadi korban gagal bayar Asuransi Bumi Putera.
OJK Minta Pelaku Jasa Keuangan Deteksi Risiko Baru
OJK meminta pelaku jasa keuangan terus meningkatkan penerapan Governance, Risk & Compliance (GRC) untuk mendeteksi dan mengantisipasi risiko baru.