Untuk Indonesia

Kardus-kardus Cinta Gerindra dan PKS

Gerindra dan PKS sekarang sedang perang dingin. - Ulasan Denny Siregar
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pidato saat berkampanye di Wujil, Kabupaten Semarang, Senin (29/10/2018). (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)

Oleh: Denny Siregar*

Gerindra dan PKS sekarang sedang perang dingin....

Kedua partai ini sebelumnya sudah berikrar akan sehidup semati dalam politik, tapi ternyata waktu juga yang membuat mereka berdua saling tuding.

Seperti kita tahu, dalam penentuan calon presiden dan wakilnya untuk Pilpres 2019, PKS sama sekali tidak mendapat jatah apa-apa. Semua disabet oleh Gerindra. PKS jadi seperti "orang ketiga" yang ditinggal kawin oleh wanita pujaannya yang sebelumnya berjanji akan bersama dan bersumpah "sampai maut memisahkan kita".

Tapi belum juga mati, Gerindra sudah berkhianat. Gerindra akhirnya kawin antarsaudara sendiri, meninggalkan PKS yang sudah diberi mahar untuk mau menerima apa yang terjadi. PKS meski galau, akhirnya menerima dengan berat hati. Selain butuh mahar untuk kelangsungan hidupnya, PKS juga sedang dilanda konflik internal.

Kenapa Gerindra tidak jadi melamar PKS pada saat penentuan capres?

Pertama, karena PKS tidak punya logistik untuk mobilisasi. Sedangkan seperti pernah dikatakan Prabowo, ia tidak peduli gelar atau kepintaran apa pun dalam pemilu ini. Prabowo hanya menerima mereka yang punya uang, dan ini yang PKS tidak punya. Sejak kalah di 2014, PKS tidak punya pendapatan sendiri, akhirnya tongpes dan hanya cukup makan sehari-hari.

Kedua, PKS terancam tidak lolos parliamentary threshold tahun 2019, karena syarat untuk ikut Pemilu partai harus mencapai minimal 4 persen suara. Sedangkan PKS sampai sekarang hanya bisa meraih 3 persen suara saja. Ditambah lagi dengan mundur massalnya pengurus di beberapa daerah, membuat PKS tampak letoy tahun ini.

Gerindra tahu bahwa PKS akan lebih sibuk konsentrasi di pemilihan legislatif supaya mendapat cukup suara dan butuh logistik untuk meningkatkan kemampuannya. Karena itu, kasih mahar saja, beres perkara. Meski sedih, PKS terima juga. Lumayanlah untuk modal usaha.

Tapi untuk jabatan wakil gubernur, PKS ternyata masih ngotot bahwa itu jatahnya. "Masak Gerindra lagi Gerindra lagi yang dapat. Kami kan juga mau makan lobsterrr...," begitu teriak PKS sekencang-kencangnya. Dan PKS akhirnya mengeluarkan ancaman terakhirnya, "Kalau kami tidak dapat jatah, maka mesin partai kami akan berhenti dan biarkan Gerindra bertarung sendiri di Pilpres nanti."

Mesin partai PKS memang masih ampuh terutama jika berkaca di Pilkada kemarin. Suara PKS di Jabar yang pada waktu awal Pilkada hanya sekitar 8 persen, mendadak melonjak menjadi hampir 30 persen. Sedangkan di Jateng, suara PKS yang semula 13 persen, mendadak melonjak menjadi 42 persen di minggu terakhir.

Ini menunjukkan mesin PKS masih efektif menggaet suara mengambang di minggu terakhir pemilihan suara. Dan inilah kelebihan PKS yang harus diakui Gerindra. Gerindra boleh gede barangnya, tapi PKS meski kecil lincah mainnya.

Gerindra sendiri masih membujuk PKS supaya tetap bersama mereka. Tapi apa daya? Gerindra sendiri butuh logistik kuat untuk Pilpres ini dan salah satu lubang untuk mendapatkannya adalah dengan "menjual" kursi wagub DKI. Itulah kenapa sampai sekarang kursi wagub yang ditinggalkan Sandiaga Uno dibiarkan kosong, karena belum mendapat penawaran tertinggi.

Apakah PKS akan ditinggal lagi oleh Gerindra seperti yang telah terjadi?

Kita saksikan sinetron kejar tayang "Kardus Kardus Cinta" yang sudah memasuki episode ke-6 ini.

Tentu sambil seruput kopi... ☕☕

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.